INFORMASI PENTING

Wednesday, February 12, 2014

Persepsi Akuntan Dipandang Dari Segi Gender Terhadap Etika Penyusunan Laporan Keuangan


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.    Kerangka Teori
1.      Persepsi
Dalam memandang suatu permasalahan setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda-beda. Persepsi seseorang timbul dari dalam diri masing-masing individu. Pengetian persepsi merupakan proses untuk memahami lingkungannya meliputi objek, orang, dan simbol atau tanda yang melibatkan proses kognitif (pengenalan). Proses kognitif adalah proses dimana individu memberikan arti melalui penafsirannya terhadap rangsangan (stimulus) yang muncul dari objek, orang, dan simbol tertentu.
Ikhsan dan Ishak (2005: 57) menyatakan bahwa ”persepsi merupakan pengalaman tentang objek atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan”.
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi menurut Ikhsan dan Ishak (2005: 57)adalah:
1.      Faktor pada pemersepsi, yaitu sikap, motif, kepentingan, dan pengharapan.
2.      Faktor pada target, yaitu hal baru, gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang, dan kedekatan.
3.      Faktor dalam situasi, yaitu waktu, keadaan atau tempat kerja, dan keadaan sosial.


Menurut Walgito (1997: 53) dalam Martadi dan Suranta (2006) agar individu dapat menyadari dan dapat membuat persepsi, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu berikut ini:
a.       Adanya objek yang dipersepsikan (fisik).
b.      Adanya alat indera/reseptor untuk menerima stimulus (fisiologis).
c.       Adanya perhatian yang merupakan langkah pertama dalam mengadakan
persepsi (psikologis).


Dalam kamus besar Indonesia (1995) mendefinisikan persepsi sebagai tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu atau merupakan proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca indranya. Dari definisi di atas, maka pengertian persepsi dalam penelitian ini adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

2.      Etika
Sasaran etika adalah moralitas, karena etika merupakan filsafat tentang moral atau sistem atau kode berperilaku yang mengikutinya. Etika sebagai bidang studi menentukan standar untuk membedakan antara karakter yang baik dan tidak baik atau dengan kata lain etika adalah merupakan studi normatif tentang berbagai prinsip yang mendasari tipe-tipe tindakan manusia. Sedangkan moralitas adalah istilah yang dipakai untuk mencakup praktek dan kegiatan yang membedakan apa yang baik dan apa yang buruk, aturan-aturan yang mengendalikan kegiatan itu dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Di Indonesia etika diterjemahkan menjadi kesusilaan yang berasal dari bahasa Sansekerta. Susila dalam bahasa Sansekerta berarti dasar, prinsip, atau peraturan hidup (sila), sedangkan kata su berarti lebih baik. (Simorangkir, 2003:156)
Menurut Simorangkir (2003:3) etika pada umumnya didefinisikan sebagai suatu usaha yang sistematis dengan menggunakan rasio untuk menafsirkan pengalaman moral individual sosial sehingga mampu menetapkan aturan untuk mengendalikan perilaku manusia serta nilai-nilai yang berbobot untuk dijadikan sasaran kehidupannya.
Sedangkan menurut Keraf (1998:14) etika secara harfiah berasal dari kata Yunani ethos (jamaknya: ta etha), yang artinya ’adat kebiasaan’ atau ’kebiasaan’. Menurut Keraf (1998:32) etika dapat dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
1. Etika umum
Etika umum berbicara mengenai norma dan sikap moral, kondisi-kondisi dasar bagi manusia untuk bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak, serta tolok ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat dianalogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori.

2. Etika khusus
Etika khusus adalah penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Etika khusus dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Etika individual, menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri. Salah satu prinsip yang secara khusus relevan dalam etika individual ini adalah prinsip integritas pribadi, yang berbicara mengenai perilaku individual tertentu dalam rangka menjaga dan mempertahankan nama baiknya sebagai pribadi moral.
b. Etika sosial, berkaitan dengan kewajiban dan hak, sikap dan pola perilaku manusia sebagai makhluk sosial dalam interaksinya dengan sesamanya. Etika sosial mencakup etika profesi dan di dalamnya terdapat etika bisnis. Etika profesi lebih menekankan kepada tuntutan terhadap profesi seseorang, dimana tuntutan itu menyangkut tidak saja dalam hal keahlian, melainkan juga adanya komitmen moral: tanggung jawab, keseriusan, disiplin, dan integritas moral.
c. Etika lingkungan hidup, berbicara mengenai hubungan antara manusia baik sebagai individu maupun sebagai kelompok dengan lingkungan alam yang lebih luas dalam totalitasnya, dan juga hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya yang berdampak langsung atau tidak langsung pada lingkungan hidup secara keseluruhan.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa etika merupakan seperangkat aturan/norma/pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan.

3.      Gender
Kata “gender” berasal dari bahasa Inggris, yang berarti “jenis kelamin”, dimana sebenarnya artinya kurang tepat, karena dengan demikian gender disamakan pengertiannya dengan sex yang berarti jenis kelamin. Dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat (Umar dalam Martadi dan Suranta, 2006).
Konsep gender yakni suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan, sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa. Ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan, sementara juga ada perempuan yang kuat, rasional, perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat itu dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat lain (Fakih dalam Martadi dan Suranta, 2006)
Terbentuknya perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal, diantaranya akibat dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi secara sosial, kultural, atau melalui ajaran agama maupun negara. Perbedaan gender ini sebenarnya tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender. Dalam kenyataannya, perbedaan gender telah menyebabkan berbagai ketidakadilan baik bagi pria maupun wanita. Ketidakadilan gender tersebut termanifestasi dalam berbagai bentuk ketidakadilan, misalnya marginalisasi, proses pemiskinan ekonomi, subordinasi pengambilan keputusan, stereotyping dan diskriminasi, pelabelan negatif, kekerasan, bekerja untuk waktu yang lebih lama dan memikul beban ganda (Muthali’in,2001:33).
Ameen & Millanl (1996) dalam Rianto (2008) menyatakan ada dua alternatif penjelasan mengenai perbedaan gender tentang perilaku tidak etis dalam bisnis. Pendekatan tersebut adalah pendekatan sosialisasi gender (gender sosialization approach) dan pendekatan struktural (structural approach).
Pendekatan sosialisasi gender menyatakan bahwa pria dan wanita membawa perbedaan nilai dan perlakuan dalam pekerjaannya. Perbedaan ini disebabkan karena pria dan wanita mengembangkan bidang peminatan, keputusan dan praktik yang berbeda yang berhubungan dengan pekerjaannya. Pria dan wanita merespon secara berbeda tentang reward dan cost. Pria akan mencari kesuksesan kompetitif dan bila perlu melanggar aturan untuk mencapainya. Sedangkan wanita lebih menekankan pada melakukan tugasnya dengan baik dan lebih mementingkan harmonisasi dalam relasi pekerjaan. Wanita lebih condong taat pada peraturan dan kurang toleran dengan individu yang melanggar aturan.
Sedangkan dalam pendekatan struktural, perbedaan antara pria dan wanita lebih disebabkan karena sosialisasi awal dan persyaratan peran. Sosialisasi awal diatasi dengan reward dan cost yang berhubungan dengan peran. Pada situasi ini pria dan wanita merespon secara sama. Pada pendekatan ini memprediksi bahwa pria dan wanita dalam kesempatan atau pelatihan akan menunjukkan prioritas etika yang sama.
Dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa gender merupakan pembedaan peran, hak dan kewajiban, kuasa dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan bermasyarakat.

4.      Akuntan
Informasi akuntansi dari suatu perusahaan sangat dibutuhkan oleh pihak internal maupun eksternal perusahaan yang digunakan oleh pihak manajemen perusahaan juga dimanfaatkan oleh pemilik perusahaan untuk menilai pengelolaan dana yang dilakukan oleh manajemen perusahaan. Dalam era globalisasi, akuntan dituntut tidak sekedar sebagai pemeriksa laporan keuangan saja tetapi juga mempunyai kecanggihan profesi di bidang non auditing.
Menurut Soemarso (2004:6) secara garis besar profesi akuntan dapat dikelompokkan menjadi empat bagian yaitu:
1.      Akuntan publik (public accountants) adalah akuntan independen yang memberikan jasa-jasanya atas dasar pembayaran tertentu. Mereka bekerja secara bebas, pada umumnya mendirikan suatu kantor akuntan. Termasuk akuntan publik adalah akuntan yang bekerja pada kantor tadi. Untuk dapat berpraktik sebagai akuntan dan mendirikan kantor akunta, seseorang harus mendapat izin dari Departemen Keuangan RI. Seorang akuntan publik dapat memberikan jasa pemeriksaan (audit), jasa perpajakan (tax services), jasa konsultasi manajemen (management advisory services), dan jasa akuntansi (accounting services).
2.      Akuntan manajemen atau akuntan intern (management accountants) adalah akuntan yang bekerja dalam suatu perusahaan atau organisasi. Jabatan yang bisa diduduki mulai dari staf biasa sampai dengan kepala bagian akuntansi, controller atau direktur keuangan. Tugas yang dikerjakan dapat berupa penyusunan sistem akuntansi, penyusunan laporan akuntansi kepada pihak-pihak diluar perusahaan, penyusunan laporan keuangan kepada managemen, penyusunan anggaran, menangani masalah perpajakan, dan melakukan peemriksaan intern. Untuk menjadi akuntan intern tidak diperlukan syarat-syarat khusus.
3.      Akuntan pemerintah (government accountants) adalah akuntan yang bekerja pada badan-badan Pemerintah, seperti di departemen-departemen, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pengawas Keuangan (BPK), Ditertorat Jenderal Pajak, dll.
4.      Akuntan pendidik adalah akuntan yang bekerja sebagai pendidik. Akuntan pendidik terutama bertugas dalam pendidikan akuntansi, yaitu mengajar, menyusun kurikulum pendidikan akuntansi, dan melakukan penelitian di bidang akuntansi.


5.      Etika Penyusunan Laporan Keuangan
Pengertian laporan keuangan menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2002) adalah:
Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan yang dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya, sebagai laporan arus kas, atau laporan arus kas dana catatan dari laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Disamping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga.

Aliminsyah dan Padji (2003: 225) menyatakan bahwa ”laporan keuangan adalah laporan yang dirancang untuk para pembuat keputusan baik di dalam maupun di luar perusahaan, mengenai posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan”.
Yulianti dan Fitriany (2005) menyebutkan bahwa etika penyusunan laporan keuangan terbagi atas empat indikator yaitu:
a.      Kecenderungan untuk melakukan salah saji dalam laporan keuangan (misstate)
Kecenderungan salah saji laporan keuangan yang selektif dikemukakan oleh Revsine dalam Riahi dan Belkaoui (2006: 71-72), menyatakan bahwa ”masalah ini bukanlah merupakan insedental, melainkan hasil dari aturan-aturan pelaporan yang fleksibel dan menyusun yang disebarluaskan oleh penyusun standar ayng telah ditangkap oleh subjek yang dimaksudkan dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam proses pelaporan keuangan”. Salah saji dalam lpaoran keuangan secara selektif diasumsikan melintasi kedua sektor publik dan pribadi, karen apara partisipan di kedua sektor tersebut dimotivasi untuk mendukung standar-standar yang secara selektif membuat salah saji dari realitas ekonomi ketika hal tersebut sesuai dengan tujuan mereka.
b.      Pengungkapan informasi dalam laporan keuangan (disclosure)
Aliminsyah dan Padji (2003: 58) menyatakan bahwa ”pengungkapan laporan keuangan (disclosure) merupakan pembeberan suatu fakta atau kondisi secara tertulis, dicantumkan pada posisi bawah (foot note) dari suatu neraca, laporan keuangan atau di dalam teks laporan akuntan”.
Pengungkapan mengharuskan laporan keuangan dirancang dan disusun untuk menggambarkan secara akurat kejadian-kejadian ekonomi yang telah mempengaruhi perusahaan selama periode berjalan agar mengandung informasi yang mencukupi supaya membuatnya berguna dan tidak menyesatkan investor. Prinsip pengungkapan mengimplikasikan bahwa tidak ada informasi atau substansi atau kepentingan bagi investor yang akan dihilanhakn atau disembunyikan.
c.       Beban dan manfaat dari pengungkapan laporan keuangan (cost benefit)
Pengertian cost benefit menurut Vernon Kam dalan Siallagan (2008) adalah perbandingan antara penuruan nilai aktiva atau kenaikan nilai hutang akibat penggunaan barang atau jasa dalam kegiatan utama perusahaan terhadap ahsil yang diterima dari biaya yang telah dikeluarkan oleh perusahaan. Perkiraan cost benefit yang menggambarkan posisi keuangan di masa yang akan datang dapat digunakan sebagai alat kontrol dalam pengendalian biaya untuk memudahkan dalam mencapai tujuan usaha. Sehingga, sebelum menyiapkan dan menyebarkan informasi laporan keuangan, biaya dan manfaat dari penyediaan informasi terseburt harus diperbandingkan.
d.      Tanggung jawab untuk menyajikan laporan keuangan yang informatif kepada penggunanya (responsibility)
Dalam kamus besar Indonesia (2005) mendefinisikan tanggung jawab sebagai keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalauterjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan,, diperkirakan dsb). Sedangkan menurut Bartens (2000: 289-295) menyatakan bahwa setiap perusahaan memiliki tanggung jawab dalam menjalankan kegiatannya. Tanggung jawab itu dapat berupa tanggung jawab sosial, tangung jawab legal, tanggung jawab moral perusahaan dan atnggung jawab ekonomi.

B.     Penelitian Terdahulu
Penelitian yang berkaitan dengan Persepsi Akuntan di Pandang Dari Segi Gender Terhadap Etika Penyusunan Laporan Keuangan diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh  Yulianti dan Fitriany (2005) yang meneliti tentang Persepsi Mahasiswa Akuntansi Terhadap Etika Penyusunan Laporan Keuangan. Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat persepsi mahasiswa akuntansi terhadap manajemen laba, misstate (kecenderungan untuk melakukan salah saji dalam laporan keuangan), disclosure (pengungkapan laporan keuangan), cost-benefit (beban dan manfaat dari pengungkapan laporan keuangan) dan responsibility (tanggung jawab untuk menyajikan laporan keuangan). Sampel pada penelitian ini terdiri atas mahasiswa jurusan Akuntansi program S1 Reguler, mahasiswa Diploma III Akuntansi, mahasiswa program Ekstension Akuntansi, dan mahasiswa program Profesi Akuntansi. Alat uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah Mann Whitney U Test dengan indikator manajemen laba, misstate, disclosure, cost & benefit dan responsibility. Pada taraf signifikansi 0,05 diketahui bahwa perbedaan respon antara pria dan wanita untuk manajemen laba adalah sebesar 0,3020 atau 5%. Pada taraf signifikansi 5% perbedaan respon pria dan wanita untuk faktor misstate 0,24, untuk faktor disclosure sebesar 0,16, untuk faktor cost benefit sebesar 0,06 dan untuk faktor responsibility sebesar 0,20. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa mahasiswa pria lebih menolak manajemen laba dibandingkan wanita serta tidak terdapat perbedaan yang signiffikan antara mahasiswa pria dan wanita mengenai faktor-faktor misstate, disclosure, cost & benefit dan responsibility.
Nurita dan Radianto (2008) juga melakukan penelitian tentang Persepsi Mahasiswa Akuntansi Terhadap Etika Penyusunan Laporan Keuangan. Sampel pada penelitian ini adalah mahasiswa semester satu yang belum mengambil mata kuliah pendidikan etika dan mahasiswa tingkat akhir yang sudah mengambil mata kuliah etika di sebuah perguruan tinggi di Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan alat uji  Mann Whitney U Test dengan indikator misstate, disclosure, cost & benefit dan responsibility. Hasil pengujian menunjukkan nilai p-value sebesar 0,262 pada taraf signifikansi 0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa memang terdapat perbedaan persepsi yang signifikan mengenai penyajian laporan keuangan antara mahasiswa yang sudah mengambil mata kuliah pendidikan etika dengan mahasiswa yang belum mengambil mata kuliah pendidikan etika.
Penelitian yang dilakukan oleh Arvita Rianto (2008) adalah tentang Analisis Sensitivitas Etis Mahasiswa Akuntansi UII Yogyakarta. Sampel pada penelitian ini adalah mahasiswa akuntansi semester awal dan semester akhir di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Alat uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji statistik Indenpendent-Samples T Test. Berdasarkan hasil Uji-T dapat diketahui nilai signifikansi sebesar t-hitung 10,235 dengan probabilitas sebesar 0,000 atau nilai probabilitas kurang dari 0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa memang benar terdapat perbedaan sensitivitas etis secara signifikan antara mahasiswa akuntansi pria dan mahasiswa akuntansi wanita.
 Penelitian yang dilakukan oleh Indiana Farid Martadi dan Sri Suranta (2006) meneliti tentang Persepsi Akuntan, Mahasiswa Akuntansi, dan Karyawan Bagian Akuntansi Dipandang Dari Segi Gender Terhadap Etika Bisnis dan Etika Profesi (Studi di Wilayah Surakarta). Sampel pada penelitian ini terdiri atas mahasiswa akuntansi perguruan tinggi se-Surakarta yang telah menempuh atau sedang menempuh mata kuliah komunikasi bisnis, akuntan pendidik (dosen) tetap yang bekerja di perguruan tinggi negeri maupun perguruan tinggi swasta se-Surakarta dengan masa kerja minimal 2 (dua) tahun, akuntan publik yang bekerja di KAP (Kantor Akuntan Publik) se-Surakarta dan memiliki pengalaman mengaudit minimal selama 2 (dua) tahun serta karyawan bagian akuntansi dari perusahaan yang pernah diaudit oleh kantor akuntan publik dan telah memiliki masa kerja minimal 2 (dua) tahun. Alat uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji statistik Indenpendent-Samples T Test.
Berdasarkan hasil uji hipotesis persepsi responden dipandang dari segi gender terhadap etika bisnis dapat diketahui bahwa p-value untuk akuntan sebesar 0,128 lebih besar dari 0,05, p-value untuk mahasiswa sebesar 0,273 lebih besar 0,05, dan p-value untuk karyawan bagian  akuntansi sebesar 0,753 lebh besar dari 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan pria, mahasiswa akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi dengan akuntan  wanita, mahasiswi akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi terhadap etika  bisnis. Berdasarkan hasil uji hipotesis persepsi responden terhadap etika profesi juga dapat diketahui p-value untuk akuntan sebesar 0,705 lebih besar 0,05, p-value untuk mahasiswa sebesar 0,460 lebih besar 0,05, dan p-value untuk karyawan bagian akuntansi sebesar 0,022 lebih kecil 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan pria dan mahasiswa akuntansi dengan akuntan wanita dan mahasiswi akuntansi terhadapa etika profesi. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara karyawan bagian akuntansi pria dengan karyawan bagian akuntansi wanita terhadap etika profesi.

Penelitian ini pada dasarnya merupakan replikasi dari penelitian Yulianti dan Fitriany (2005) dan Nurita dan Radianto (2008) yang menguji tentang persepsi mahasiswa akuntansi terhadap etika penyusunan laporan keuangan dengan mengganti sampel mahasiswa menjadi sampel akuntan yang terdiri dari akuntan publik, akuntan intern, dan akuntan pendidik di kota Medan. Penelitian ini juga termotivasi oleh penelitian dilakukan oleh Rianto (2008) yang meneliti tentang Analisis Sensitivitas Etis Mahasiswa Akuntansi UII Yogyakarta dan penelitian yang dilakukan oleh Martadi dan Suranta (2006) tentang Persepsi Akuntan, Mahasiswa Akuntansi, dan Karyawan Bagian Akuntansi Dipandang Dari Segi Gender Terhadap Etika Bisnis dan Etika Profesi (Studi di Wilayah Surakarta). Alasan penggantian sampel dari mahasiswa menjadi akuntan karena mahasiswa belum mempraktekkan secara langsung etika penyusunan laporan keuangan. Penelitian ini juga akan menyoroti masalah gender karena masih adanya diskriminasi terhadap wanita dalam lingkungan kerjanya, meskipun jumlah wanita karir meningkat secara signifikan serta adanya faktor perbedaan gender yang menyebabkan perbedaan persepsi etika.

Selengkapnya...


0 komentar:

Post a Comment