Judul Penelitian :
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUSAHA
KAFE DAN RESTO
DI KOTA MEDAN DALAM
PELAPORAN
KEWAJIBAN PERPAJAKAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anggaran Penerimaan dan Belanja
Negara (APBN) dari tahun ke tahun, senantiasa memberikan tugas kepada
Direktorat Jendral Pajak untuk menaikkan penerimaan pajak kepada negara. Pada
kenyataannya rasio antara jumlah wajib pajak dengan jumlah penduduk serta jumlah
usaha masih sangat kecil. Pajak akan diproyeksikan menjadi salah satu pilar
utana penerimaan Negara (Prasetyo:2006). Pada dasarnya membayar pajak akan
menciptakan bangsa yang mandiri. Dengan pajak, laju pembangunan dapat ditopang
tanpa harus menggantungkan diri terhadap pinjaman luar negeri.
Sebagai refleksi implikasi kebijakan
pemerintah, penerimaan pajak dan rasio perpajakan terhadap PDB yang disebut
juga rasio pajak (tax ratio) menjadi ukuran kemampuan pemerintah, dalam
hal ini Direktorat Jenderal Pajak dalam mengumpulkan pajak dari masyarakat. Tax ratio di Indonesia baru sekitar 13 persen
hingga 14 persen. Rasio itu cukup rendah bila dibanding negara lain di kawasan
Asia Tenggara, yang rata-rata sudah di atas 15 persen. Ada dua hal yang menyebabkan rendahnya tax ratio tersebut. Pertama, masih
kurangnya kesadaran masyarakat untuk membayar pajak, yang ditandai dengan
minimnya penduduk yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Kedua, masih
kurangnya profesionalitas aparat pajak dalam menjalankan kewajibannya, sehingga
ada potensi pendapatan pajak yang hilang akibat seringnya "main mata"
antara oknum aparat pajak dan wajib pajak (dannydarussalam.com , Suara
Pembaharuan, 26 Februari 2008).
Pemungutan pajak memang bukan suatu
pekerjaan yang mudah disamping peran serta aktif dari petugas perpajakan, juga
dituntut kesadaran dari para wajib pajak itu sendiri. Menurut undang-undang
perpajakan, Indonesia
menganut sistem self assessment yang memberi kepercayaan terhadap wajib
pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajaknya. Kesadaran
wajib pajak dalam membayar kewajiban perpajakannya merupakan hal penting dalam
penarikan pajak.
Akhir-akhir ini Direktorat Jenderal
Pajak mencanangkan agenda aksi yaitu ekstensifikasi dan intensifikasi pajak
yang dilakukan dengan cara perluasan relevan bila menempatkan kesadaran
membayar pajak dari para wajib pajak bukan hanya sekedar sebagai wacana, tetapi
kita seharusnya juga memandang kesadaran membayar pajak sebagai sorotan yang
objektif bahkan mendekati kebenaran dalam mensukseskan program yang dicanangkan
oleh Direktur Jenderal Pajak tersebut. Disamping itu, berhasil atau tidaknya
pemerintah menghimpun dana dari sektor pajak tidak semata-mata tergantung pada
aparat perpajakan saja tetapi justru tergantung pada kemauan, atau istilah
perpajakannya kepatuhan dari wajib pajak terhadap kewajiban perpajakannya (tax compliance).
Pada hakekatnya kepatuhan wajib
pajak dipengaruhi oleh kondisi sistem administrasi perpajakan. Perbaikan
administrasi perpajakan sendiri diharapkan dapat mendorong kepatuhan Wajib
Pajak. Sejalan dengan hal tersebut, Direktorat Jenderal Pajak sejak
tahun 2001 telah menggulirkan Reformasi Administrasi Perpajakan yang diwujudkan
dalam penerapan sistem administrasi perpajakan modern yang memiliki ciri khusus
antara lain struktur organisasi berdasarkan fungsi, perbaikan pelayanan bagi
setiap wajib pajak melalui pembentukan account representative dan compliant
center untuk menampung keberatan wajib pajak serta dengan memanfaatkan
kemajuan teknologi informasi (Sofyan:2005). Pemanfaatan teknologi informasi
dalam pelayanan perpajakan, seperti penggunaan e-SPT, e-Payment, e-Filling dan Website
KPP akan memudahkan wajib pajak dalam melaporkan kewajiban perpajakan,
sehingga akan dapat pula meningkatkan kesadaran perpajakan.
Untuk mencapai target pajak, maka
perlu ditumbuhkan terus menerus kesadaran dan kepatuhan masyarakat wajib pajak
dalam memenuhi kewajiban pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kesadaran
dan kepatuhan wajib pajak merupakan faktor penting bagi peningkatan penerimaan
pajak, maka perlu dikaji tentang faktor - faktor yang mempengaruhi kesadaran
perpajakan khususnya wajib pajak badan dengan jenis pajak penghasilan.
Penelitian sebelumnya pernah
dilakukan oleh Prasetyo (2006) yang meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi
pemilik usaha kecil menengah dalam pelaporan kewajiban perpajakan di daerah Jogjakarta , dengan sampel
usaha cofeeshop yang ada di daerah
Jokjakarta. Faktor-faktor yang diteliti ialah pengetahuan wajib pajak tentang
pajak, pemahaman wajib pajak terhadap peraturan perpajakan, manfaat yang
dirasakan wajib pajak dari pajak dan sikap optimis wajib pajak terhadap pajak.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pengetahuan wajib pajak tentang pajak, pemahaman
wajib pajak terhadap peraturan perpajakan, manfaat pajak yang dirasakan wajib
pajak dan sikap optimis wajib pajak terhadap pajak berpengaruh terhadap
kesadaran wajib pajak dalam pelaporan kewajiban perpajakannya dengan R2
38,1%.
Penelitian ini merupakan penelitian
replikasi dari penelitian Prasetyo (2006) yang akan menguji kembali
faktor-faktor yang mempengaruhi wajib pajak dalam pelaporan kewajiban
perpajakannya dengan menambahkan variabel pemanfaatan teknologi informasi dalam
pelayanan perpajakan, dengan sampel pengusaha kafe dan resto di Kota Medan .
Penambahan variable ini dikarenkan pada saat ini Dirjen pajak sedang
mengalakkan sistem administrasi pajak modern yang salah satunya ditandai dengan
penggunakan teknologi informasi yang akan memudahkan wajib pajak dalam
menjalankan kewajiban perpajakannya. Pemilihan usaha kafe dan resto karena
usaha ini merupakan salah satu sektor usaha yang menunjukkan kinerja bagus yang
mulai meramaikan industri perdagangan dan memiliki prospek sebagai sumber
penerimaan pajak nasional yang dapat dipergunakan untuk menambah pendapatan
negara.
Berdasarkan penelitian
sebelumnya dan uraian diatas, penelitian ini diberi judul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengusaha Kafe & Resto di Kota Selengkapnya.....
0 komentar:
Post a Comment