INFORMASI PENTING

Tuesday, February 4, 2014

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PENYIMPANGAN SEKSUAL (KODE PK011)


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
                  Seksualitas merupakan hal yang sulit untuk didefinisikan karena  menyangkut banyak aspek kehidupan yang diekpresikan dalam bentuk prilaku yang beraneka ragam. Seksualitas memiliki arti yang luas karena meliputi bagaimana seseorang merasa tentang diri mereka dan bagaimana mereka mengkomunikasikan perasaan tersebut terhadap orang lain melalui tindakan yang dilakukannya seperti, sentuhan, ciuman, pelukan, senggama, atau melalui prilaku yang lebih halus seperti isyarat gerak tubuh, berpakaian, dan perbendaharaan kata. Lebih lanjut menurut Raharjo menjelaskan bahwa seksualitas merupakan suatu konsep, konstruksi social terhadap nilai, orientasi, dan prilaku yang berkaitan dengan seks ( Nurhadmo, 1999 ).
                  Secara sosial hubungan seks baru diperbolehkan bila telah terikat dalam perkawinan. Ditengah masyarakat Indonesia yang berdasarkan pancasila, belum dapat diterima kehamilan tanpa status perkawinan yang resmi, atau hidup bersama tanpa pernikahan. Menghadapi gerakan keluarga berencana dianjurkan untuk menikah pada usia yang relatif dewasa (20-25 tahun) penundaan perkawinan ini para remaja memerlukan penyaluran diri sehingga terhindar dari berbagai aspek hubungan seks yang dilakukan secara sembrono. Hubungan seks yang bebas sudah tentu akan menimbulkan akibat yang tidak diinginkan yaitu kehamilan yang belum dikehendaki, penyakit hubungan seks, penyakit radang panggul, dan akhirnya terjadi  kemandulan atau kehamilan ektopik. Dalam situasi masa pancaroba dan menunggu sampai usia kawin inilah peranan orangtua sangat penting mengarahkan remaja menuju tingkah laku yang positif dan terutama dalam pendidikan sehingga dapat mencapai sasaran belajar yang dikehendaki. (Manuaba, 1998).
                  Telah diketahui bahwa arus informasi adalah penyebab dunia yang semakin sempit dan sangat memudahkan mendorong remaja mempunyai prilaku seks yang makin bebas, keadaan bertambah sulit diatasi bila jumlah anak dalam satu keluarga tidak terbatas sehingga kualitas pendidikan rohani kurang mendapat perhatian. Semua agama berpendapat bahwa kehamilan dan anak haruslah bersumber dari perkawinan yang syah menurut adat agama dan bahkan hukum serta disaksikan masyarakat. Situasi demikian memerlukan sikap dan prilaku orang tua yang dapat di jadikan panutan dan sauri tauladan bagi remaja (Manuaba, 1998).
                  Dalam tahapan perkembangan psikososial yang dikemukakan oleh Erikson, dinyatakan bahwa tugas utama yang dihadapi remaja adalah membentuk identitas personal yang stabil, kesadaran yang meliputi perubahan. Pemahaman mengenai seksualitas seseorang merupakan bagian dari upaya pembentukan identitas personal yang stabil, seseorang juga memahami nilai – nilai, keyakinan, sikap, dan batasan – batasan yang dimilikinya dan akan memampukannya untuk dapat merasa nyaman menjadi dirinya sendiri (Shibley, 1997).
                  Sebenarnya sebelum memasuki usia remaja, anak sudah memiliki keingintahuan akan seks. Mereka bahkan dapat terlibat dalam aktifitas seksual, seperti berciuman,  bermasturbasi, bahkan melakukan sexual intercourse (Steinberg, 2002). Seperti yang diungkapkan Weis (2000), Kemampuan untuk berinteraksi secara erotis dan untuk mengalami perasaan seksual dengan sesama ataupun berbeda jenis kelamin, secara jelas ditunjukkan pada usia 5 sampai 6 tahun.
                  Dalam observasi yang dilakukan Langfeldt (dalam Weis, 2000) menemukan bahwa anak laki – laki yang belum memasuki pubertas dan sedang melakukan permainan seksual dengan anak lain menunjukkan ereksi pada penisnya selama permainan seksual itu berlangsung. Bahkan Fond dan Beach (dalam Weis, 2000) menemukan bahwa anak – anak yang memiliki kesempatan mengamati kegiatan seksual yang dilakukan orang dewasa, cenderung terlibat dalam persetubuhan pada usia minimal 6 sampai 7 tahun. Namun dalam permainan seksual itu anak tidak melakukan introspeksi dan refleksi mengenai prilaku seksual, Mereka melakukannya karena tindakan itu memberikan sensasi nikmat sebagai reward dari tindakan itu. Tindakan merekaa lebih didasari oleh rasa ingin tahu daripada motivasi seksual yang sesungguhnya ( Steinberg, 2002 ).
                  Seorang anak pada usia remaja belum dapat bertanggung jawab sepenuhnya. Hal – hal yang mereka lakukan hanya merupakan kesenangan sesaat. Ketidakjelasan pendidikan seks dari orang tuanya akan menimbulkan berbagai masalah yang mengacu pada gangguan seksual ketika memasuki kehidupan seksual yang sebenarnya dengan pasangannya. Karenanya, sangat dibutuhkan bimbingan dari orangtua yang memang sudah seharusnya memiliki kedekatan hubungan dengan si anak. Orang tua haruslah mengerti dan memahami terlebih dahulu jika terjadi perubahan dalam diri anaknya, sehingga anak pun merasa mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orangtuanya. Dengan begitu, mereka tanpa segan dan malu aakan membicarakan semua persoalan yang dihadapinya.Maraknya  pergaulan bebas  dikalangan remaja akhir – akhir ini, antara lain di sebabkan kurangnya pengetahuan mereka tentang pendidikan seks yang jelas dan benar. Pendidikan seks kebanyakan hanya diketahui dari penjelasan teman yang belum tentu benar, membaca buku – buku porno, melihat gambar – gambar porno dari buku maupun internet, dan dari penjelasan yang kurang lengkap dari orang tua. Semua pengetahuan yang serba tanggung ini, justru membuat banyak remaja mencoba mencari tahu dengan cara melakukannya sendiri baik dengan cara mendapatkan kenikmatan seksual secara wajar maupun secara tidak wajar ( Dianawati, 2003 ).
                  Penyimpangan Seksual adalah salah  satu  ketidakwajaran manusia yang dapat dilihat dari perilaku seksual menyimpang yang ada pada dirinya. Kelainan seks terjadi pada batin atau kejiwaan seseorang walaupuan dari segi fisik penderita penyakit seks batin tersebut sama dengan orang-orang (Suririnah, 2002).Sedangkan menurut Komandoko (2009), penyimpangan seksual merupakan cara yang ditempuh seseorang untuk mendapatkan kenikmatan dan kepuasan seksual melalui cara yang tidak wajar.
                  Di Indonesia pada tahun 2009, Terdapat 93,7 % pernah ciuman, Oral seks, 97 % pernah nonton film pornografi,65 % yang mendapatkan informasi seks dari teman, 5% mendapat informasi seks dari orangtua, 27% yang mengaku terkena penyakit seksual, Selain itu, rumah menjadi tempat paling favorit (40%) untuk melakukan hubungan seks, sisanya, mereka memilih hubungan seks di kos (26%) dan di hotel (26%). Siapa sangka ternyata sebagian besar remaja Indonesia merasa tidak cukup nyaman curhat bersama orang tuanya, terutama bertanya seputar masalah seks. Oleh karena itu mereka lebih suka mencari tahu sendiri melalui sesama teman – temannya dan menonton film pornografi serta mencari cerit - cerita seks di situs – situs porno di internet ( Research, 22 Desember 2009 ).
                  Berdasarkan survey pengakuan  yang peneliti lakukan di sekolah SMA Negeri 1 _________,  dari keseluruhan siswa-siswi yang berjumlah sebanyak 626 orang. Diperoleh data awal yang cukup signifikan  dimana 30 % diantara siswa dan siswi SMA 1  melakukan penyimpangan seksual baik melalui media, maupun alat elektronik seperti handphone.
                  Sebagian besar masyarakat di Aceh sampai saat ini belum mencapai kesehatan seperti yang di harapkan semua pihak , Salah satu tingginya timbul prilalaku peniympangan seksual akibat pergaulan bebas, jarang mendapatkan bimbingan orang tua dan informasi kesehatan yang kurang memadai. Prilaku seksual dapat dicegah dengan cara yang mudah dan tepat. Diantaranya, pencegahan dini oleh orang tua terutama pengenalan alat canggih seperti Televisi, Handpone, Majalah tentang seks, serta pengenalan alat reproduksi pada remaja, Selain itu perlu mendapatkan informasi tentang prilaku seksual dari pihak tenaga kesehataan seperti [penyuluhan dan prilaku hidup sehat. Adapun akibat prilaku seksual sangat berdampak pada penyakit kelamin yang saat ini belum menjamin kesehatan.

B.     Rumusan Masalah
                  Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka peneliti ingin mengetahui seberapa jauhkah pengetahuan dan sikap remaja tentang penyimpangan seksual di SMA Negeri 1 _________ Kecamatan _______________   Kabupaten __________ Tahun 2010.

C.  Tujuan Penulisan
      1.   Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap remaja tentang Penyimpangan Seksual di SMA Negeri 1 _________ Kecamatan _______________  Kabupaten __________ Tahun 2010.
      2.   Tujuan Khusus
a.       Untuk mengetahui pengetahuan  remaja tentang Penyimpangan Seksual di SMA Negeri 1 _________  kecamatan _______________  Kabupaten __________ Tahun 2010.
b.      Untuk mengetahui bagaimana sikap remaja tentang  Penyimpangan Seksual di SMA Negeri 1 _________ Kecamatan _______________  Kabupaten __________  Tahun 2010

D.    Manfaat Penelitian
a.   Untuk penulis sebagai bahan tambahan wawasan pengetahuan dalam menerapkan ilmu yang telah di dapat.
b.   Untuk Kepustakaan STIKes Yayasan ______________________________ sebagai bahan tambahan bacaan kepustakaan.
c.         Untuk sumber informasi secara umum kepada anak – anak remaja sekolah mengenai gambaran pengetahuan dan sikap remaja tentang penyimpangan seksual.

SELENGKAPNYA.......KLIK BANNER INI



0 komentar:

Post a Comment