BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seksualitas merupakan hal yang sulit untuk didefinisikan karena menyangkut banyak aspek kehidupan yang
diekpresikan dalam bentuk prilaku yang beraneka ragam. Seksualitas memiliki
arti yang luas karena meliputi bagaimana seseorang merasa tentang diri mereka
dan bagaimana mereka mengkomunikasikan perasaan tersebut terhadap orang lain
melalui tindakan yang dilakukannya seperti, sentuhan, ciuman, pelukan,
senggama, atau melalui prilaku yang lebih halus seperti isyarat gerak tubuh,
berpakaian, dan perbendaharaan kata. Lebih lanjut menurut Raharjo menjelaskan
bahwa seksualitas merupakan suatu konsep, konstruksi social terhadap nilai,
orientasi, dan prilaku yang berkaitan dengan seks ( Nurhadmo, 1999 ).
Secara sosial hubungan seks
baru diperbolehkan bila telah terikat dalam perkawinan. Ditengah masyarakat Indonesia
yang berdasarkan pancasila, belum dapat diterima kehamilan tanpa status
perkawinan yang resmi, atau hidup bersama tanpa pernikahan. Menghadapi gerakan
keluarga berencana dianjurkan untuk menikah pada usia yang relatif dewasa
(20-25 tahun) penundaan perkawinan ini para remaja memerlukan penyaluran diri
sehingga terhindar dari berbagai aspek hubungan seks yang dilakukan secara
sembrono. Hubungan seks yang bebas sudah tentu akan menimbulkan akibat yang
tidak diinginkan yaitu kehamilan yang belum dikehendaki, penyakit hubungan
seks, penyakit radang panggul, dan akhirnya terjadi kemandulan atau kehamilan ektopik. Dalam
situasi masa pancaroba dan menunggu sampai usia kawin inilah peranan orangtua
sangat penting mengarahkan remaja menuju tingkah laku yang positif dan terutama
dalam pendidikan sehingga dapat mencapai sasaran belajar yang dikehendaki.
(Manuaba, 1998).
Telah diketahui bahwa arus
informasi adalah penyebab dunia yang semakin sempit dan sangat memudahkan
mendorong remaja mempunyai prilaku seks yang makin bebas, keadaan bertambah
sulit diatasi bila jumlah anak dalam satu keluarga tidak terbatas sehingga
kualitas pendidikan rohani kurang mendapat perhatian. Semua agama berpendapat
bahwa kehamilan dan anak haruslah bersumber dari perkawinan yang syah menurut
adat agama dan bahkan hukum serta disaksikan masyarakat. Situasi demikian memerlukan sikap dan prilaku
orang tua yang dapat di jadikan panutan dan sauri tauladan bagi remaja (Manuaba,
1998).
Dalam
tahapan perkembangan psikososial yang dikemukakan oleh Erikson, dinyatakan
bahwa tugas utama yang dihadapi remaja adalah membentuk identitas personal yang
stabil, kesadaran yang meliputi perubahan. Pemahaman mengenai seksualitas
seseorang merupakan bagian dari upaya pembentukan identitas personal yang
stabil, seseorang juga memahami nilai – nilai, keyakinan, sikap, dan batasan –
batasan yang dimilikinya dan akan memampukannya untuk dapat merasa nyaman
menjadi dirinya sendiri (Shibley, 1997).
Sebenarnya
sebelum memasuki usia remaja, anak sudah memiliki keingintahuan akan seks.
Mereka bahkan dapat terlibat dalam aktifitas seksual, seperti berciuman, bermasturbasi, bahkan melakukan sexual
intercourse (Steinberg, 2002). Seperti yang diungkapkan Weis (2000), Kemampuan
untuk berinteraksi secara erotis dan untuk mengalami perasaan seksual dengan sesama
ataupun berbeda jenis kelamin, secara jelas ditunjukkan pada usia 5 sampai 6
tahun.
Dalam
observasi yang dilakukan Langfeldt (dalam Weis, 2000) menemukan bahwa anak laki
– laki yang belum memasuki pubertas dan sedang melakukan permainan seksual
dengan anak lain menunjukkan ereksi pada penisnya selama permainan seksual itu
berlangsung. Bahkan
Fond dan
Beach (dalam Weis, 2000)
menemukan bahwa anak – anak yang memiliki kesempatan mengamati kegiatan seksual
yang dilakukan orang dewasa, cenderung terlibat dalam persetubuhan pada usia
minimal 6 sampai 7 tahun. Namun dalam permainan seksual itu anak tidak melakukan
introspeksi dan refleksi mengenai prilaku seksual, Mereka melakukannya karena
tindakan itu memberikan sensasi nikmat sebagai reward dari tindakan itu.
Tindakan merekaa lebih didasari oleh rasa ingin tahu daripada motivasi seksual
yang sesungguhnya ( Steinberg, 2002 ).
Seorang
anak pada usia remaja belum dapat bertanggung jawab sepenuhnya. Hal – hal yang
mereka lakukan hanya merupakan kesenangan sesaat. Ketidakjelasan pendidikan
seks dari orang tuanya akan menimbulkan berbagai masalah yang mengacu pada gangguan
seksual ketika memasuki kehidupan seksual yang sebenarnya dengan pasangannya.
Karenanya, sangat dibutuhkan bimbingan dari orangtua yang memang sudah
seharusnya memiliki kedekatan hubungan dengan si anak. Orang tua haruslah
mengerti dan memahami terlebih dahulu jika terjadi perubahan dalam diri
anaknya, sehingga anak pun merasa mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari
orangtuanya. Dengan begitu, mereka tanpa segan dan malu aakan membicarakan
semua persoalan yang dihadapinya.Maraknya pergaulan bebas dikalangan remaja akhir – akhir ini, antara
lain di sebabkan kurangnya pengetahuan mereka tentang pendidikan seks yang
jelas dan benar. Pendidikan seks kebanyakan hanya diketahui dari penjelasan
teman yang belum tentu benar, membaca buku – buku porno, melihat gambar –
gambar porno dari buku maupun internet, dan dari penjelasan yang kurang lengkap
dari orang tua. Semua pengetahuan yang serba tanggung ini, justru membuat
banyak remaja mencoba mencari tahu dengan cara melakukannya sendiri baik dengan
cara mendapatkan kenikmatan seksual secara wajar maupun secara tidak wajar (
Dianawati, 2003 ).
Penyimpangan
Seksual adalah salah satu ketidakwajaran manusia yang dapat dilihat
dari perilaku seksual menyimpang yang ada pada dirinya. Kelainan seks terjadi pada
batin atau kejiwaan seseorang walaupuan dari segi fisik penderita penyakit seks
batin tersebut sama dengan orang-orang (Suririnah, 2002).Sedangkan menurut
Komandoko (2009), penyimpangan seksual merupakan cara yang ditempuh seseorang
untuk mendapatkan kenikmatan dan kepuasan seksual melalui cara yang tidak
wajar.
Di
Indonesia pada tahun 2009, Terdapat 93,7 % pernah ciuman, Oral seks, 97 %
pernah nonton film pornografi,65 % yang mendapatkan informasi seks dari teman,
5% mendapat informasi seks dari orangtua, 27% yang mengaku terkena penyakit
seksual, Selain itu, rumah menjadi tempat paling favorit (40%) untuk melakukan
hubungan seks, sisanya, mereka memilih hubungan seks di kos (26%) dan di hotel
(26%). Siapa sangka ternyata sebagian besar remaja Indonesia
merasa tidak cukup nyaman curhat bersama orang tuanya, terutama bertanya
seputar masalah seks. Oleh karena itu mereka lebih suka mencari tahu sendiri
melalui sesama teman – temannya dan menonton film pornografi serta mencari
cerit - cerita seks di situs – situs porno di internet ( Research, 22 Desember
2009 ).
Berdasarkan survey pengakuan yang peneliti lakukan di sekolah SMA Negeri 1 _________, dari keseluruhan siswa-siswi yang berjumlah
sebanyak 626 orang. Diperoleh data awal yang cukup signifikan dimana 30 % diantara siswa dan siswi SMA 1 melakukan penyimpangan seksual baik melalui
media, maupun alat elektronik seperti handphone.
Sebagian
besar masyarakat di Aceh sampai saat ini belum mencapai kesehatan seperti yang
di harapkan semua pihak , Salah satu tingginya timbul prilalaku peniympangan
seksual akibat pergaulan bebas, jarang mendapatkan bimbingan orang tua dan
informasi kesehatan yang kurang memadai. Prilaku seksual dapat dicegah dengan
cara yang mudah dan tepat. Diantaranya, pencegahan dini oleh orang tua terutama
pengenalan alat canggih seperti Televisi, Handpone, Majalah tentang seks, serta
pengenalan alat reproduksi pada remaja, Selain itu perlu mendapatkan informasi
tentang prilaku seksual dari pihak tenaga kesehataan seperti [penyuluhan dan
prilaku hidup sehat. Adapun akibat prilaku seksual sangat berdampak pada
penyakit kelamin yang saat ini belum menjamin kesehatan.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka peneliti ingin mengetahui
seberapa jauhkah pengetahuan dan sikap remaja tentang penyimpangan seksual di
SMA Negeri 1 _________ Kecamatan _______________ Kabupaten __________ Tahun 2010.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan
dan sikap remaja tentang Penyimpangan Seksual di SMA Negeri 1 _________
Kecamatan _______________ Kabupaten __________
Tahun 2010.
2. Tujuan Khusus
a.
Untuk mengetahui pengetahuan remaja tentang Penyimpangan Seksual di SMA
Negeri 1 _________ kecamatan _______________ Kabupaten __________ Tahun 2010.
b.
Untuk mengetahui bagaimana
sikap remaja tentang Penyimpangan
Seksual di SMA Negeri 1 _________ Kecamatan _______________ Kabupaten __________ Tahun 2010
D.
Manfaat Penelitian
a. Untuk penulis sebagai bahan tambahan wawasan
pengetahuan dalam menerapkan ilmu yang telah di dapat.
b. Untuk Kepustakaan STIKes Yayasan ______________________________
sebagai bahan tambahan bacaan kepustakaan.
c. Untuk
sumber informasi secara umum kepada anak – anak remaja sekolah mengenai
gambaran pengetahuan dan sikap remaja tentang penyimpangan seksual.SELENGKAPNYA.......KLIK BANNER INI
0 komentar:
Post a Comment