Judul :
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UNDERPRICING SAHAM PERUSAHAAN YANG INITIAL
PUBLIC OFFERING (IPO) DI BURSA EFEK
INDONESIA
TAHUN 2003-2008
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Suatu perusahaan tentunya
membutuhkan dana untuk membiayai kegiatan operasionalnya. Dalam rangka
pemenuhan dana tersebut, perusahaan memiliki berbagai alternatif sumber
pendanaan, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar perusahaan. Alternatif
pendanaan dari dalam umumnya dengan menggunakan modal sendiri serta laba yang ditahan oleh perusahaan, sedangkan
alternatif pendanaan dari luar perusahaan dapat berasal dari hutang bank,
pengeluaran surat hutang (obligasi), dan dengan melakukan penjualan saham
perusahaan kepada publik.
Berkaitan dengan sumber
pendanaan yang berasal dari saham,
pada umumnya perusahaan akan menawarkan sahamnya kepada publik atau masyarakat.
Beredarnya saham perusahaan ke tangan publik mengindikasikan
bahwa perusahaan tersebut telah berubah dari perusahaan pribadi (private)
menjadi perusahaan publik atau lebih dikenal dengan go public. Perusahaan
penerbit saham disebut emiten atau investee,
sedangkan pembeli saham disebut investor.
Dalam proses go public,
sebelum saham diperdagangkan di
pasar sekunder (bursa efek), terlebih dahulu saham
perusahaan yang akan go public dijual di pasar perdana (Anoraga, 2001:25). Kegiatan yang
dilakukan dalam rangka penawaran umum penjualan saham
perdana disebut IPO (Initial Public Offering).
Di dalam kegiatan penawaran umum perdana (IPO),
terdapat suatu fenomena menarik yang disebut dengan underpricing, dimana harga saham yang ditawarkan pada pasar perdana
lebih rendah dibandingkan dengan harga saham ketika diperdagangkan di pasar
sekunder. Underpricing merupakan
fenomena yang menarik karena dialami oleh sebagian besar pasar modal di dunia
(Amin, 2007).
Harga saham yang dijual di pasar perdana
ditentukan berdasarkan kesepakatan antara penjamin emisi (underwriter)
dan emiten (issuers), sedangkan harga di pasar sekunder ditentukan oleh
mekanisme permintaan dan penawaran (Samsul, 2006). Secara mendasar underpricing
disebabkan oleh kepentingan dari pihak-pihak yang terkait dalam penawaran
saham perdana
Berbagai teori telah dikemukakan para ahli untuk
menjelaskan terjadinya fenomena underpricing.
Guinnes (dalam Triani, 2006:2) menyatakan bahwa terjadinya underpricing disebabkan oleh adanya asimetri informasi, dimana
asimetri informasi ini dapat terjadi antara emiten dan underwriter, maupun antar investor. Underwriter memiliki
informasi tentang pasar yang lebih lengkap daripada emiten sedangkan terhadap
calon investor, penjamin emisi (underwriter)
memiliki informasi yang lebih lengkap tentang kondisi emiten. Semakin besar
asimetri informasi yang dihadapi oleh investor maka semakin besar risiko yang
ditanggung oleh investor, sehingga semakin besar tingkat keuntungan yang
diharapkan oleh investor dalam penawaran perdana.
Teori lain yang menjelaskan fenomena
underpricing adalah signaling theory (Ernyan dalam Hadi, 2008). Teori ini menjelaskan bahwa pada
saat melakukan penawaran umum, calon investor tidak sepenuhnya dapat membedakan
antara perusahaan yang berkualitas baik dan perusahaan yang berkualitas buruk. Perusahaan
yang berkualitas baik dengan sengaja akan memberikan sinyal pada pasar, dengan
demikian pasar diharapkan dapat membedakan antara perusahaan yang berkualitas
baik dengan perusahaan yang berkualitas buruk. Bentuk dari sinyal positif yang
disampaikan kepada pasar dapat berupa penggunaan underwriter yang
berkualitas, besarnya proporsi saham yang ditahan, nilai penawaran saham, dan
informasi akuntansi lainnya. Dalam memberikan sinyal kepada pasar, perusahaan
berkualitas akan berusaha sebaik mungkin untuk menggunakan sinyal yang efektif
dan tidak mudah ditiru oleh perusahaan lainnya.
Harga saham yang ditawarkan pada saat
melakukan penawaran perdana merupakan faktor penting dalam menentukan berapa
besar jumlah dana yang diperoleh perusahaan (emiten). Pada penjualan saham perdana, perusahaan akan
menerima uang tunai dan keuntungan dari selisih harga nominal saham dengan
harga saham pada pasar perdana. Harga saham pada dasarnya merupakan pencerminan
besarnya pengorbanan yang harus dilakukan oleh setiap investor untuk penyertaan
dalam perusahaan. Permasalahannya adalah perusahaan tidak ingin menawarkan
saham perdananya dengan harga yang terlalu underpriced (harga terlalu
rendah) kepada calon investor dengan tujuan mengumpulkan dana lebih besar, sedangkan
investor menginginkan untuk memperoleh imbalan dari risiko ketidakpastian yang
terdapat dalam pembelian saham perdana.
Informasi merupakan suatu kebutuhan yang sangat
penting bagi investor dalam mengambil keputusan untuk melakukan investasi pada
penawaran saham perdana. Beberapa hal menimbulkan ketidakpastian bagi calon
investor dalam mengambil keputusan investasi seperti keraguan atas kinerja dan
nilai perusahaan yang sebenarnya, saham yang belum memiliki track record (sejarah),
dan isu-isu berkembang seputar penawaran perdana. Ketidakpastian tersebut
menimbulkan risiko bagi para investor dalam melakukan investasi pada saham
perdana. Semakin tinggi risiko yang dihadapi oleh investor maka semakin tinggi
ekspektasi investor untuk memperoleh keuntungan yang besar dalam melakukan
investasi pada penawaran perdana (Arifin dalam Rachmawaty, 2007). Informasi
yang dapat digunakan oleh investor dalam pengambilan keputusan investasi dapat
berupa informasi akuntansi (kuantitatif) yang menjelaskan kinerja perusahaan
dan informasi non akuntansi (kualitatif) seperti underwriter (penjamin
emisi), auditor independen, nilai penawaran saham, persentase saham yang ditawarkan,
umur perusahaan, jenis industri dan informasi kualitatif lainnya.
Samsul (2006:76) menyebutkan ”harga perdana
merupakan harga kesepakatan antara harga yang ditawarkan oleh emiten dan
penjamin emisi”. Underwriter sebagai pihak penghubung antara emiten dan
investor berperan penting dalam menentukan harga perdana saham. Ketika
perusahaan yang ditawarkan mempunyai tingkat ketidakpastian yang tinggi, maka
tingkat underpricing akan semakin tinggi. Hal ini dilakukan oleh underwriter
untuk memberikan kompensasi bagi investor yang bersedia untuk menanggung
resiko tinggi dalam ketidakpastian investasi tersebut. Kim dkk (dalam
Rachmawaty, 2005) menyatakan bahwa emiten yang menggunakan penjamin emisi yang
berkualitas atau bereputasi baik akan mengurangi risiko yang tidak dapat
diungkapkan oleh informasi prospektus dan menandakan bahwa informasi privat
dari emiten mengenai prospek perusahaan di masa mendatang tidak menyesatkan. Hasil
Penelitian Daljono (dalam Gerianta, 2008) membuktikan bahwa reputasi penjamin
emisi (underwriter) memiliki hubungan
yang signifikan dengan tingkat underpricing. Penelitian ini didukung
juga oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Surya Hadi (2008). Hal ini
bertentangan dengan penelitian Eng et al (1998) yang menyatakan bahwa reputasi underwriter tidak berpengaruh terhadap underpricing.
Pengorbanan emiten untuk menggunakan jasa auditor
yang berkualitas akan diinterpretasikan oleh investor bahwa emiten memiliki
informasi yang tidak menyesatkan mengenai prospeknya pada masa mendatang. Hal
ini bearti bahwa penggunaan auditor yang bereputasi tinggi akan mengurangi
ketidakpastian pada masa mendatang. Penelitian yang dilakukan Yates (2003)
membuktikan bahwa reputasi auditor berpengaruh signifikan terhadap underpricing. Hasil penelitian ini
bertentangan dengan hasil penelitian Eng et al (1998) dan Surya Hadi (2008)
yang menyatakan bahwa reputasi auditor tidak berpengaruh terhadap underpricing.
Umur perusahaan merupakan hal yang dipertimbangkan
investor dalam menanamkan modalnya. Umur perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan
sudah memiliki pengalaman dan kemampuan untuk bertahan dari persaingan bisnis.
Penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati (dalam Gerianta, 2008) membuktikan
bahwa umur perusahaan memiliki hubungan yang signifikan dengan underpricing saham. Hasil penelitian ini
bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Surya Hadi (2008) dan
Dian Febriana (2004) yang menyatakan bahwa umur perusahaan tidak berpengrug
terhadap underpricing.
Persentase saham yang ditawarkan ke
publik menunjukkan besarnya porsi dari keseluruhan saham yang dimiliki
perusahaan untuk dimiliki publik dan sekaligus menunjukkan besarnya persentase
saham yang ditahan oleh pemegang saham sebelumnya. Jumlah saham yang ditahan
mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki informasi tentang nilai saham di masa
mendatang. Penelitian yang dilakukan oleh Eng et al (1998) membuktikan bahwa
jumlah saham yang ditawarkan memiliki hubungan yang signifikan terhadap underpricing saham. Hasil penelitian ini
bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Surya Hadi (2008) yang
membuktikan bahwa jumlah saham yang ditawarkan tidak berpengaruh terhadap underpricing.
Tingkat profitabilitas merupakan
informasi tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan. Informasi ini akan
memberikan informasi kepada pihak luar mengenai efektivitas kegiatan
operasional perusahaan. Profitabilitas perusahaan yang tinggi akan mengurangi
ketidakpastian di masa mendatang, sehingga akan mengurangi tingkat underpricing. Penelitian yang dilakukan
oleh Dian Febriana (2004) membuktikan bahwa profitabilitas yang diwakili oleh
ROE (Return On Equity) berpengaruh
signifikan terhadap underpricing.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Chastina
Yolana (2005). Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan
oleh Surya Hadi (2008) yang menyatakan bahwa ROE tidak berpengaruh terhadap underpricing.
Dari
uraian tersebut terdapat ketidak konsistenan dari hasil penelitian-penelitian
sebelumnya, sehingga perlu dilakukan penelitian kembali terhadap faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat underpricing
saham tersebut. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Surya Hadi
pada tahun 2008 yang melakukan penelitian pada periode tahun 2003-2006. Hal
yang membedakan penelitian ini dengan penelitian Surya Indra adalah
dilakukannya penambahan periode penelitian yaitu dari tahun 2003-2008 dan
menambah variabel EPS (Earning Per Share)
sesuai dengan saran penelitiannya serta menambah variabel baru yaitu Debt Ratio
(DR) yang diduga memiliki pengaruh terhadap underpricing.
Berdasarkan paparan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti apakah
variabel-variabel independen yang ada mempengaruhi underpricing dan diangkat dalam skripsi yang berjudul ” Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham Perusahaan yang Initial Public Offering (IPO) di Bursa
Efek Indonesia Tahun 2003-2008.” Selengkapnya...KLIK BANNER INI
0 komentar:
Post a Comment