INFORMASI PENTING

Tuesday, February 4, 2014

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UNDERPRICING SAHAM PERUSAHAAN YANG INITIAL PUBLIC OFFERING (IPO) DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2003-2008



Judul :
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UNDERPRICING SAHAM PERUSAHAAN YANG INITIAL
 PUBLIC OFFERING  (IPO) DI BURSA EFEK
INDONESIA TAHUN 2003-2008

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Suatu perusahaan tentunya membutuhkan dana untuk membiayai kegiatan operasionalnya. Dalam rangka pemenuhan dana tersebut, perusahaan memiliki berbagai alternatif sumber pendanaan, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar perusahaan. Alternatif pendanaan dari dalam umumnya dengan menggunakan modal sendiri serta  laba yang ditahan oleh perusahaan, sedangkan alternatif pendanaan dari luar perusahaan dapat berasal dari hutang bank, pengeluaran surat hutang (obligasi), dan dengan melakukan penjualan saham perusahaan kepada publik.
Berkaitan dengan sumber pendanaan yang berasal dari saham, pada umumnya perusahaan akan menawarkan sahamnya kepada publik atau masyarakat. Beredarnya saham perusahaan ke tangan publik mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut telah berubah dari perusahaan pribadi (private) menjadi perusahaan publik atau lebih dikenal dengan go public. Perusahaan penerbit saham disebut emiten atau investee, sedangkan pembeli saham disebut investor.
Dalam proses go public, sebelum saham diperdagangkan di pasar sekunder (bursa efek), terlebih dahulu saham perusahaan yang akan go public dijual di pasar perdana (Anoraga, 2001:25). Kegiatan yang dilakukan dalam rangka penawaran umum penjualan saham perdana disebut IPO (Initial Public Offering).

Di dalam kegiatan penawaran umum perdana (IPO), terdapat suatu fenomena menarik yang disebut dengan underpricing, dimana harga saham yang ditawarkan pada pasar perdana lebih rendah dibandingkan dengan harga saham ketika diperdagangkan di pasar sekunder. Underpricing merupakan fenomena yang menarik karena dialami oleh sebagian besar pasar modal di dunia (Amin, 2007).
Harga saham yang dijual di pasar perdana ditentukan berdasarkan kesepakatan antara penjamin emisi (underwriter) dan emiten (issuers), sedangkan harga di pasar sekunder ditentukan oleh mekanisme permintaan dan penawaran (Samsul, 2006). Secara mendasar underpricing disebabkan oleh kepentingan dari pihak-pihak yang terkait dalam penawaran saham perdana
Berbagai teori telah dikemukakan para ahli untuk menjelaskan terjadinya fenomena underpricing. Guinnes (dalam Triani, 2006:2) menyatakan bahwa terjadinya underpricing disebabkan oleh adanya asimetri informasi, dimana asimetri informasi ini dapat terjadi antara emiten dan underwriter, maupun antar investor. Underwriter memiliki informasi tentang pasar yang lebih lengkap daripada emiten sedangkan terhadap calon investor, penjamin emisi (underwriter) memiliki informasi yang lebih lengkap tentang kondisi emiten. Semakin besar asimetri informasi yang dihadapi oleh investor maka semakin besar risiko yang ditanggung oleh investor, sehingga semakin besar tingkat keuntungan yang diharapkan oleh investor dalam penawaran perdana.

            Teori lain yang menjelaskan fenomena underpricing adalah signaling theory (Ernyan dalam Hadi, 2008). Teori ini menjelaskan bahwa pada saat melakukan penawaran umum, calon investor tidak sepenuhnya dapat membedakan antara perusahaan yang berkualitas baik dan perusahaan yang berkualitas buruk. Perusahaan yang berkualitas baik dengan sengaja akan memberikan sinyal pada pasar, dengan demikian pasar diharapkan dapat membedakan antara perusahaan yang berkualitas baik dengan perusahaan yang berkualitas buruk. Bentuk dari sinyal positif yang disampaikan kepada pasar dapat berupa penggunaan underwriter yang berkualitas, besarnya proporsi saham yang ditahan, nilai penawaran saham, dan informasi akuntansi lainnya. Dalam memberikan sinyal kepada pasar, perusahaan berkualitas akan berusaha sebaik mungkin untuk menggunakan sinyal yang efektif dan tidak mudah ditiru oleh perusahaan lainnya.
Harga saham yang ditawarkan pada saat melakukan penawaran perdana merupakan faktor penting dalam menentukan berapa besar jumlah dana yang diperoleh perusahaan (emiten). Pada penjualan saham perdana, perusahaan akan menerima uang tunai dan keuntungan dari selisih harga nominal saham dengan harga saham pada pasar perdana. Harga saham pada dasarnya merupakan pencerminan besarnya pengorbanan yang harus dilakukan oleh setiap investor untuk penyertaan dalam perusahaan. Permasalahannya adalah perusahaan tidak ingin menawarkan saham perdananya dengan harga yang terlalu underpriced (harga terlalu rendah) kepada calon investor dengan tujuan mengumpulkan dana lebih besar, sedangkan investor menginginkan untuk memperoleh imbalan dari risiko ketidakpastian yang terdapat dalam pembelian saham perdana.
Informasi merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting bagi investor dalam mengambil keputusan untuk melakukan investasi pada penawaran saham perdana. Beberapa hal menimbulkan ketidakpastian bagi calon investor dalam mengambil keputusan investasi seperti keraguan atas kinerja dan nilai perusahaan yang sebenarnya, saham yang belum memiliki track record (sejarah), dan isu-isu berkembang seputar penawaran perdana. Ketidakpastian tersebut menimbulkan risiko bagi para investor dalam melakukan investasi pada saham perdana. Semakin tinggi risiko yang dihadapi oleh investor maka semakin tinggi ekspektasi investor untuk memperoleh keuntungan yang besar dalam melakukan investasi pada penawaran perdana (Arifin dalam Rachmawaty, 2007). Informasi yang dapat digunakan oleh investor dalam pengambilan keputusan investasi dapat berupa informasi akuntansi (kuantitatif) yang menjelaskan kinerja perusahaan dan informasi non akuntansi (kualitatif) seperti underwriter (penjamin emisi), auditor independen, nilai penawaran saham, persentase saham yang ditawarkan, umur perusahaan, jenis industri dan informasi kualitatif lainnya.
Samsul (2006:76) menyebutkan ”harga perdana merupakan harga kesepakatan antara harga yang ditawarkan oleh emiten dan penjamin emisi”. Underwriter sebagai pihak penghubung antara emiten dan investor berperan penting dalam menentukan harga perdana saham. Ketika perusahaan yang ditawarkan mempunyai tingkat ketidakpastian yang tinggi, maka tingkat underpricing akan semakin tinggi. Hal ini dilakukan oleh underwriter untuk memberikan kompensasi bagi investor yang bersedia untuk menanggung resiko tinggi dalam ketidakpastian investasi tersebut. Kim dkk (dalam Rachmawaty, 2005) menyatakan bahwa emiten yang menggunakan penjamin emisi yang berkualitas atau bereputasi baik akan mengurangi risiko yang tidak dapat diungkapkan oleh informasi prospektus dan menandakan bahwa informasi privat dari emiten mengenai prospek perusahaan di masa mendatang tidak menyesatkan. Hasil Penelitian Daljono (dalam Gerianta, 2008) membuktikan bahwa reputasi penjamin emisi (underwriter) memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat underpricing. Penelitian ini didukung juga oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Surya Hadi (2008). Hal ini bertentangan dengan penelitian Eng et al (1998) yang menyatakan bahwa reputasi underwriter tidak berpengaruh terhadap underpricing.
Pengorbanan emiten untuk menggunakan jasa auditor yang berkualitas akan diinterpretasikan oleh investor bahwa emiten memiliki informasi yang tidak menyesatkan mengenai prospeknya pada masa mendatang. Hal ini bearti bahwa penggunaan auditor yang bereputasi tinggi akan mengurangi ketidakpastian pada masa mendatang. Penelitian yang dilakukan Yates (2003) membuktikan bahwa reputasi auditor berpengaruh signifikan terhadap underpricing. Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian Eng et al (1998) dan Surya Hadi (2008) yang menyatakan bahwa reputasi auditor tidak berpengaruh terhadap underpricing.
Umur perusahaan merupakan hal yang dipertimbangkan investor dalam menanamkan modalnya. Umur perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan sudah memiliki pengalaman dan kemampuan untuk bertahan dari persaingan bisnis. Penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati (dalam Gerianta, 2008) membuktikan bahwa umur perusahaan memiliki hubungan yang signifikan dengan underpricing saham. Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Surya Hadi (2008) dan Dian Febriana (2004) yang menyatakan bahwa umur perusahaan tidak berpengrug terhadap underpricing.
            Persentase saham yang ditawarkan ke publik menunjukkan besarnya porsi dari keseluruhan saham yang dimiliki perusahaan untuk dimiliki publik dan sekaligus menunjukkan besarnya persentase saham yang ditahan oleh pemegang saham sebelumnya. Jumlah saham yang ditahan mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki informasi tentang nilai saham di masa mendatang. Penelitian yang dilakukan oleh Eng et al (1998) membuktikan bahwa jumlah saham yang ditawarkan memiliki hubungan yang signifikan terhadap underpricing saham. Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Surya Hadi (2008) yang membuktikan bahwa jumlah saham yang ditawarkan tidak berpengaruh terhadap underpricing.
            Tingkat profitabilitas merupakan informasi tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan. Informasi ini akan memberikan informasi kepada pihak luar mengenai efektivitas kegiatan operasional perusahaan. Profitabilitas perusahaan yang tinggi akan mengurangi ketidakpastian di masa mendatang, sehingga akan mengurangi tingkat underpricing. Penelitian yang dilakukan oleh Dian Febriana (2004) membuktikan bahwa profitabilitas yang diwakili oleh ROE (Return On Equity) berpengaruh signifikan terhadap underpricing. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Chastina Yolana (2005). Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Surya Hadi (2008) yang menyatakan bahwa ROE tidak berpengaruh terhadap underpricing.
            Dari uraian tersebut terdapat ketidak konsistenan dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya, sehingga perlu dilakukan penelitian kembali terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat underpricing saham tersebut. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Surya Hadi pada tahun 2008 yang melakukan penelitian pada periode tahun 2003-2006. Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian Surya Indra adalah dilakukannya penambahan periode penelitian yaitu dari tahun 2003-2008 dan menambah variabel EPS (Earning Per Share) sesuai dengan saran penelitiannya serta menambah variabel baru yaitu Debt Ratio (DR) yang diduga memiliki pengaruh terhadap underpricing. Berdasarkan paparan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti apakah variabel-variabel independen yang ada mempengaruhi underpricing dan diangkat dalam skripsi yang berjudul ” Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham Perusahaan yang Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia Tahun 2003-2008.”

Selengkapnya...KLIK BANNER INI



0 komentar:

Post a Comment