INFORMASI PENTING

Monday, March 10, 2014

PROSEDUR PERHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN ( PPh ) PASAL 21 ATAS GAJI PEGAWAI


BAB II
PROSEDUR PERHITUNGAN DAN PELAPORAN
 PAJAK PENGHASILAN (PPh) pasal 21 ATAS GAJI PEGAWAI

A. Dasar Perpajakan
1.   Defenisi Pajak
Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk dapat merealisaikan tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah satu untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi. Adapun beberapa defenisi pajak antara lain :
Menurut Sumitro (2002:3), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Kemudian Menurut Andriani (2005:2), Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan yang terhutang yang Wajib Pajak membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintah.


Sedangkan menurut Seligman (2005:2), Pajak adalah Kontribusi seseorang yang ditujukan kepada negara tanpa adanya manfaat yang ditujukan secara khusus pada seseorang. Pajak itu ditujukan manfaatnya kepada masyarakat.
Dan Thomas Link (2003:2), berpendapat Pajak adalah perampasan secara stuktural yang dilakukan pemerintah terhadap sebagian  kekayaan warga negaranya, yang diatur secara peraturan dan ketentuan tertentu.
Kemudian Menurut Fealmann (2004:5), Pajak merupakan pungutan secara langsung ataupun tidak langsung yang dilakukan pemerintah  berdasarkan Undang-undang dalam menjalankan fungsi regulasi pemerintah.
Jadi dapat disimpulkan defenisi Pajak tersebut yaitu Pungutan, iuran yang sifatnya memaksa bagi warga negara kepada pemerintah yang tidak mendapatkan kontrak prestasi (timbal balik) secara langsung yang merupakan salah satu sumber pendapatan negara dalam rangka pembiayaan dan pengeluaran dalam menjalankan fungsinya.
Dari defenisi Pajak tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur :
A.    Dapat dipaksakan.
Pemerintah memiliki kewenangan penuh untuk melakukan pemaksaan agar Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakannya. Oleh karena itu, pajak yang terutang menurut perundang-undangan selalu dapat dipaksakan.
B.     Dipungut Berdasarkan Undang-undang
Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaanya, jadi pemungutan pajak tidak bisa dilakukan secara sembarangan.

C.     Tidak mendapatkan manfaat langsung
      Pajak dipungut tanpa adanya jasa timbal balik  atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontaprestasi individual oleh pemerintah.
D.    Digunakan untuk menjalankan Fungsi Negara
      Pajak dipungut dengan tujuan untuk membiaya pengeluaran-pengeluaran Negara yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

2.   Fungsi Pajak
Pajak mempunyai peranan penting dalam melaksanakan fungsi negara/pemerintah. Jadi fungsi pajak dapat dibedakan atas 2 yaitu :
1.   Fungsi Budgetair
 Fungsi pajak yang paling utama adalah untuk mengisi kas negara yang tujuannya untuk membiaya pengeluaran negara yaitu pengeluaran rutin dan pembangunan.
2.   Fungsi Regulerend
Regulerend disebut juga sebagai fungsi mengatur, sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan, misalnya bidang ekonomi, politik, budaya, pertahanan, dan keamanan.
a.       Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif dan juga untuk minuman keras agar mengurangi konsumsi minuman keras.
b.      Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0% untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran dunia.

3.   Pengelompokan Pajak
Pajak dapat dikelompokan dalam 3 kategori yaitu :
3.1.   Menurut Golongannya
a.       Pajak langsung, yaitu pajak yang dipikul sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain serta dipungut secara berkala (periodik).
Contoh : PPh, PBB.
b.      Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang dipungut kalau ada peristiwa, perbuatan tertentu dan pembayaran pajak dapat melimpahkan beban pajaknya kepada pihak lain.
      Contoh : PPN dan PPn BM, Bea Materi.
3.2.   Menurut Sifatnya
a.   Pajak Subjektif adalah pajak yang pengenaannya pertama-tama memperhatikan pribadi Wajib Pajak (subjek), kemudian menetapkan objek pajaknya. Keadaan pribadi Wajib Pajak sangat mempengaruhi besarnya jumlah pajak yang terutang.
Contoh : PPh
b.   Pajak Objektif adalah pajak yang pengenaannya pertama-tama memperhatikan kepada objeknya, yaitu berupa benda, keadaan, perbuatan, peristiwa yang menyebabkan utang pajak, kemudian ditetapkan subjeknya, tanpa mempersoalkan apakah subjek tersebut bertempat tinggal di Indonesia atau tidak.
Contoh : PPn dan PPn BM, PBB.
3.3.   Menurut lembaga pemungutnya
a. Pajak pusat adalah pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat dan hasilnya       dipergunakan untuk membiayai pengeluaran  negara dan pembangunan (APBN).
Contoh : PPh, PPNdan PPn.BM, Bea materi.
b.   Pajak daerah adalah pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah dan hasilnya dipergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan daerah (APBD).
Pajak daerah terdiri atas :
1.   Pajak Propinsi, contoh: Pajak kendaraan bermotor dan Pajak bahan bakar kendaraan bermotor.
2.   Pajak Kabupaten/Kota, Contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan.

4.   Tata cara Pemungutan Pajak
1.   Stelsel Pemungutan Pajak
Dalam hukum pajak dikenal tiga cara untuk memungut pajak atas suatu penghasilan atau kekayaan yaitu sebagai berikut :
1.1 Stelsel Nyata (riel stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Adapun kebaikan stelsel nyata ini adalah pajak yang dikenakan lebih realitis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan diketahui). Oleh karenanya, pengenaan pajak dengan memakai cara ini merupakan suatu pungutan kemudian, yaitu baru dikenakan setelah lampau tahun yang bersangkutan.


1.2 Stelsel anggapan (fictieve stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Misalnya penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikannya adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.
1.3 Stelsel campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada.....


Selengkapnya...


0 komentar:

Post a Comment