BAB II
PROSEDUR
PERHITUNGAN DAN PELAPORAN
PAJAK PENGHASILAN (PPh) pasal 21 ATAS GAJI
PEGAWAI
A. Dasar Perpajakan
1. Defenisi Pajak
Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan
berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Untuk dapat merealisaikan tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan
pembangunan. Salah satu untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara
dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam
negeri berupa pajak. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna
bagi. Adapun beberapa defenisi pajak antara lain :
Menurut Sumitro (2002:3), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara
berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa
timbal balik (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Kemudian Menurut Andriani (2005:2), Pajak adalah iuran kepada negara yang
dapat dipaksakan yang terhutang yang Wajib Pajak membayarnya menurut
peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung
dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum yang berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintah.
Sedangkan menurut Seligman (2005:2), Pajak adalah Kontribusi seseorang
yang ditujukan kepada negara tanpa adanya manfaat yang ditujukan secara khusus
pada seseorang. Pajak itu ditujukan manfaatnya kepada masyarakat.
Dan Thomas Link (2003:2), berpendapat Pajak adalah perampasan secara
stuktural yang dilakukan pemerintah terhadap sebagian kekayaan warga negaranya, yang diatur secara
peraturan dan ketentuan tertentu.
Kemudian Menurut Fealmann (2004:5), Pajak merupakan pungutan secara
langsung ataupun tidak langsung yang dilakukan pemerintah berdasarkan Undang-undang dalam menjalankan
fungsi regulasi pemerintah.
Jadi dapat disimpulkan defenisi Pajak tersebut yaitu Pungutan, iuran yang
sifatnya memaksa bagi warga negara kepada pemerintah yang tidak mendapatkan
kontrak prestasi (timbal balik) secara langsung yang merupakan salah satu
sumber pendapatan negara dalam rangka pembiayaan dan pengeluaran dalam
menjalankan fungsinya.
Dari defenisi Pajak tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur
:
A.
Dapat dipaksakan.
Pemerintah memiliki kewenangan penuh untuk melakukan pemaksaan agar Wajib
Pajak memenuhi kewajiban perpajakannya. Oleh karena itu, pajak yang terutang
menurut perundang-undangan selalu dapat dipaksakan.
B.
Dipungut Berdasarkan Undang-undang
Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaanya, jadi
pemungutan pajak tidak bisa dilakukan secara sembarangan.
C.
Tidak mendapatkan manfaat langsung
Pajak dipungut tanpa adanya jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara yang secara
langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya
kontaprestasi individual oleh pemerintah.
D.
Digunakan untuk menjalankan Fungsi Negara
Pajak dipungut dengan tujuan untuk membiaya
pengeluaran-pengeluaran Negara yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
2. Fungsi Pajak
Pajak mempunyai peranan penting dalam melaksanakan fungsi
negara/pemerintah. Jadi fungsi pajak dapat dibedakan atas 2 yaitu :
1. Fungsi
Budgetair
Fungsi pajak yang paling utama
adalah untuk mengisi kas negara yang tujuannya untuk membiaya pengeluaran
negara yaitu pengeluaran rutin dan pembangunan.
2. Fungsi Regulerend
Regulerend disebut juga sebagai fungsi mengatur, sebagai alat untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan, misalnya bidang
ekonomi, politik, budaya, pertahanan, dan keamanan.
a.
Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang mewah untuk
mengurangi gaya
hidup konsumtif dan juga untuk minuman keras agar mengurangi konsumsi minuman
keras.
b.
Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0% untuk mendorong
ekspor produk Indonesia
di pasaran dunia.
3. Pengelompokan Pajak
Pajak dapat dikelompokan dalam 3 kategori yaitu :
3.1. Menurut Golongannya
a.
Pajak langsung, yaitu
pajak yang dipikul sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan dan tidak dapat
dilimpahkan kepada orang lain serta dipungut secara berkala (periodik).
Contoh : PPh, PBB.
b.
Pajak tidak
langsung, yaitu pajak yang dipungut kalau ada peristiwa, perbuatan tertentu
dan pembayaran pajak dapat melimpahkan beban pajaknya kepada pihak lain.
Contoh
: PPN dan PPn BM, Bea Materi.
3.2. Menurut Sifatnya
a. Pajak Subjektif adalah pajak yang
pengenaannya pertama-tama memperhatikan pribadi Wajib Pajak (subjek), kemudian
menetapkan objek pajaknya. Keadaan pribadi Wajib Pajak sangat mempengaruhi
besarnya jumlah pajak yang terutang.
Contoh : PPh
b. Pajak Objektif adalah pajak yang
pengenaannya pertama-tama memperhatikan kepada objeknya, yaitu berupa benda,
keadaan, perbuatan, peristiwa yang menyebabkan utang pajak, kemudian ditetapkan
subjeknya, tanpa mempersoalkan apakah subjek tersebut bertempat tinggal di Indonesia
atau tidak.
Contoh : PPn dan PPn BM, PBB.
3.3. Menurut lembaga pemungutnya
a. Pajak pusat
adalah pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat dan hasilnya dipergunakan
untuk membiayai pengeluaran negara dan
pembangunan (APBN).
Contoh : PPh, PPNdan PPn.BM, Bea materi.
b. Pajak daerah adalah pajak yang dikelola
oleh pemerintah daerah dan hasilnya dipergunakan untuk membiayai pengeluaran
rutin dan pembangunan daerah (APBD).
Pajak daerah terdiri atas :
1. Pajak
Propinsi, contoh: Pajak kendaraan bermotor dan Pajak bahan bakar kendaraan
bermotor.
2. Pajak
Kabupaten/Kota, Contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan.
4. Tata cara Pemungutan Pajak
1. Stelsel Pemungutan Pajak
Dalam hukum pajak dikenal tiga cara untuk memungut pajak atas suatu penghasilan
atau kekayaan yaitu sebagai berikut :
1.1 Stelsel Nyata (riel stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga
pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah
penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Adapun kebaikan stelsel nyata ini
adalah pajak yang dikenakan lebih realitis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak
baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan diketahui). Oleh
karenanya, pengenaan pajak dengan memakai cara ini merupakan suatu pungutan kemudian,
yaitu baru dikenakan setelah lampau tahun yang bersangkutan.
1.2 Stelsel anggapan (fictieve stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh
undang-undang. Misalnya penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun
sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya
pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikannya adalah pajak dapat
dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan
kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang
sesungguhnya.
1.3 Stelsel campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata
dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan
suatu anggapan, kemudian pada.....Selengkapnya...
0 komentar:
Post a Comment