INFORMASI PENTING

Thursday, March 6, 2014

Hubungan status pekerjaan ibu bayi 0 – 2 bulan dengan pemberian imunisasi


BAB II
TINJAUAN TEORITIS


A.    Landasan Teori
1.      Konsep Dasar Imunisasi
a.      Pengertian Imunisasi
“Imunisasi adalah suatu usaha untuk memberikan kekebalan tubuh bayi dan anak terhadap penyakit tertentu, sedangkan vaksin adalah kuman atau racun kuman yang dimasukkan ke dalam bayi/anak yang disebut antigen“ (Depkes RI, 2006: 24).
“Imunisasi ialah tindakan untuk memberikan perlindungan (kekebalan) di dalam tubuh bayi dan anak“ (Depkes RI, 2005: 2). Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar kekebalan diatas ambang perlindungan. Tuhan menciptakan setiap makhluk hidup dengan kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap ancaman dari luar dirinya. Salah satu ancaman terhadap manusia adalah penyakit, terutama penyakit infeksi yang dibawa oleh berbagai macam mikroba seperti virus, bakteri, parasit dan jamur.
Tubuh mempunyai cara dan alat untuk mengatasi penyakit sampai batas tertentu. Beberapa penyakit seperti pilek, batuk dan cacar air dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Dalam hal ini dikatakan bahwa sistem pertahanan tubuh (sistem imun) orang tersebut cukup baik untuk mengatasi dan mengalahkan kuman-kuman penyakit tersebut. Tetapi bila kuman penyakit itu ganas, sistem pertahanan tubuh (terutama pada anak-anak atau orang dewasa dengan daya tahan tubuh lemah) tidak mampu mencegah kuman itu berkembang biak, sehingga dapat mengakibatkan penyakit berat yang membawa pada cacat atau kematian.
Kata imun berasal dari bahasa Latin (imunitasa) yang berarti pembebasan (kekebalan) yang diberikan kepada senator Romawi selama masa jabatan mereka terhadap kewajiban sebagai warga Negara dan terhadap dakwaan. Dalam sejarah, istilah ini kemudian berkembang sehingga pengertiannya berubah menjadi perlindungan terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi, terhadap penyakit menular (Depkes RI, 2005: 17).

Sistem imun adalah suatu sistem yang terdiri dari sel – sel serta produk zat-zat yang dihasilkannya, yang bekerjasama secara kolektif dan terkoordinir untuk melawan benda asing seperti kuman-kuman penyakit atau racunnya yang masuk kedalam tubuh. Kuman disebut antigen pada saat pertama kali antigen masuk ke dalam tubuh, maka sebagai reaksinya tubuh akan membuat zat anti yang disebut antibodi. Pada umumnya reaksi pertama tubuh untuk membuat antibodi tidak terlalu kuat, karena tubuh belum mempunyai “pengalaman“  tetapi pada reaksi kedua, ketiga dan seterusnya, tubuh sudah mempunyai memori untuk mengenali antigen tersebut sehingga pembentuka-pembentukan antibodi terjadi dalam waktu yang lebih cepat dan dalam jumlah yang banyak, itulah sebabnya pada beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya dilakukan tindakan imunisasi atau vaksinasi. Hal ini dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan agar tubuh tidak terjangkit penyakit tersebut, atau seandainya terkenapun tidak akan menimbulkan akibat yang fatal.
Imunisasi ada dua macam yaitu yang aktif dan pasif. Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri, contohnya adalah imunisasi polio dan campak. Sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi, sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat. Contohnya penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi baru lahir diman bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah placenta selama masa kandungan, misalnya antibodi terhadap campak (Depkes RI, 2005: 16).

“Program imunisasi balita terdiri atas BCG (anti Tuberculosis), difteri (anti infeksi saluran pernafasan), pertusis (anti batuk rejan), tetanus, polio, campak dan hepatitis B“ (Depkes RI, 2000: 15).
b.      Pengertian Imunisasi BCG
Imunisasi BCG adalah vaksinasi hidup yang diberikan pada bayi untuk mencegah terjadinya penyakit TBC. BCG berasal dari strain bovinum Micobakcterium Tuberculosis oleh Calmette dan Guerin yang mengandung sebanyak 50.000 – 1000.000 partikel/ dosis.
Vaksin ini dikembangkan pada tahun 1950 dari bakteri M. tuberculosis yang hidup, karenanya bisa berkembang biak dalam tubuh dan diharapkan bisa mengindus antibodi seumur hidup. Selain itu, pemberian 2 atau 3 kali tidak berpengaruh sehingga vaksinasi BCG hanya diperlukan sekali seumur hidup (Depkes RI, 2005: 3).

1)      Cara pemberian dan dosis
a)      Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahulu. Melarutkan dengan menggunakan alat suntik steril (ADS 5 ml).
b)      Dosis pemberian 0,05 sebanyak 1 kali.
c)      Disuntikkan secara intra kutan di daerah lengan kanan atas dengan menggunakan ADS 0,05 ml.
d)     Vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan sebelum lewat 3 jam.
Imunisasi BCG diberikan sekali sebelum anak berumur 2 bulan. Imunisasi BCG ulangan tidak dianjurkan karena keberhasilannya diragukan. Untuk bayi yang berumur kurang dari satu tahun diberikan sebanyak 0,05 ml dan untuk anak yang berumur lebih dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,1 ml (Depkes RI, 2005: 18).

Kulit tempat vaksinasi harus dibersihkan dengan eter atau aseton, tetapi tidak dengan antiseptic. Vaksin disuntikkan kedalam kulit tepat dibawah insersi deltoideus dengan lereng pendek 250, menimbulkan wheal sekitar 8 mm.
Kontra Indikasi bisa mengakibatkan adanya penyakit kulit yang berat/menahun seperti eksim, furunkulosis, mereka yang sedang menderita TBC dan sebagainya.
2)      Reaksi Pemberian Vaksin BCG
Reaksi yang timbul sesudah sekitar satu minggu mula-mula timbul suatu papula merah pada tempat suntikan dan ukurannya meningkat selama 2-3 minggu sekitar berdiameter 1 cm atau ke ulkus jinak yang sembuh dalam 6-12 minggu yang meninggal parut.  Reaksi yang mungkin terjadi pada pemberian imunisasi BCG yaitu reaksi lokal 1 sampai 2 minggu setelah penyuntikan, pada tempat penyuntikan timbul kemerahan dan benjolan kecil yang teraba keras. Kemudian benjolan ini berubah menjadi pustule (gelembung berisi nanah), lalu pecah dan membentuk luka terbuka (ulkus). Luka ini akhirnya sembuh secara spontan dalam waktu 8-12 minggu dengan meninggalkan jaringan parut. Reaksi regional yaitu pembesaran kelenjar getah bening pada leher tanpa disertai nyeri tekan maupun demam yang akan menghilang dalam waktu 3-6 bulan (Depkes RI, 2005: 19)

3)      Manfaat dan Jadwal Pemberian Imunisasi BCG
Tujuan dari pemberian imunisasi BCG terhadap anak balita 0-1 tahun adalah untuk mencegah penyakit TBC. Telah diketahui bahwa penyakit TBC mudah sekali menular, sedangkan pada masa bayi telah diketahui pula peka terhadap serangan penyakit, apalagi terhadap penyakit menular. Tentunya memberikan peluang yang sangat besar untuk terkena penyakit menular atau TBC kalau anak tersebut tidak diimunisasi BCG. Oleh karena itu, imunisasi BCG sangat baik diberikan pada saat bayi umur 0-7 hari. Keefektifan vaksin pada saat umur bayi 0-7 hari bisa mencapai 99% jika dibarengi cara penyuntikaannya juga tepat. Kesehatan anak di waktu kecil akan menentukan kesehatan dan kesejahteraan di waktu dewasa nantinya, misalnya TBC dapat menjadi TBC otak yang mengakibatkan anak menjadi bodoh dan cacat di waktu kecil yang pastinya pertumbuhan dan perkembangannya akan terganggu di masa dewasa nantinya. Selain itu kuman TBC juga dapat menyerang berbagai organ tubuh seperti paru-paru, tulang, kelenjar getah bening, sendi, ginjal dan hati. Untuk itu pemberian imunisasi BCG secara dini sangatlah diperlukan. Sedangkan jadwal pemberian imunisasi imunisasi BCG sebaiknya dilakukan pada waktu bayi baru lahir sampai usia 12 bulan, tetapi yang paling baik sebaiknya dilakukan pada bayi sebelum usia 2 bulan.
4)      Komplikasi Pemberian Imunisasi BCG
Komplikasi yang mungkin timbul adalah pembentukan abses (penimbunan nanah) di tempat penyuntikan kerena penyuntikan yang terlalu dalam. Abses ini akan menghilang secara spontan. Untuk mempercepat penyembuhan, bila abses telah matang, sebaiknya dilakukan aspirasi (penghisapan abses dengan menggunakan jarum) dan bukan disayat. Limfadenetis supurativa, terjadi jika penyuntikan terlalu dalam atau dosisnya terlalu tinggi. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 2 bulan.
2.      Konsep Status Pekerjaan Ibu
a.      Definisi Status Pekerjaan
Di kutip dari Vuuren, karya atau kerja adalah sepatah kata yang mengandung sekian arti berbeda, sebanyak manusia yang mengucapkannya. Biasanya kata “kerja” digunakan dalam arti digaji oleh seseorang untuk melaksanakan suatu tugas pada waktu dan tempat tertentu. Tetapi ada tugas – tugas tertentu yang tidak menghasilkan uang, dan biasanya tugas itu dianggap pekerjaan kaum wanita yaitu masak di rumah, menjahit di rumah, membersihkan rumah, berbelanja, mencuci dan menyetrika pakaian, mengurus anak – anak. (Muslimah, 2010: 18).

     Menurut Supriadi dan Guno (2000) yang dikutip dari definisi.net. kerja adalah sesuatu yang dikeluarkan oleh seseorang sebagai profesi, sengaja dilakukan untuk mendapatkan penghasilan. Pengeluaran energi untuk kegiatan yang dibutuhkan oleh seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi, kerja adalah  sesuatu yang dilakukan seseorang untuk melaksanakan suatu tugas pada waktu dan tempat tertentu, sengaja dilakukan untuk mendapatkan penghasilan atau untuk mencapai tujuan tertentu.
Status pekerjaan adalah kedudukan seseorang dalam melakukan pekerjaan di suatu kegiatan. Tiga macam status pekerjaan yaitu berusaha sendiri tanpa dibantu orang lain, berusaha dengan dibantu anggota rumah tangga/buruh tidak tetap, pekerja keluarga, sering dipakai sebagai proksi pekerja sektor informal. Sedangkan dua status pekerjaan yang lain, yaitu buruh/karyawan, berusaha dengan buruh tetap, dianggap sebagai proksi pekerja sektor formal (Nofita. 2010: Pekerjaan Formal dan Informal Online Journals).

b.      Jenis Pekerjaan Wanita
Terdapat tiga jenis pekerjaan wanita, yaitu jenis kerja ringan yang terdiri dari memasak untuk keluarga, menyapu lantai, mengetik/menulis, menjahit dengan tangan. Jenis kerja sedang yang terdiri dari mencuci pakaian dengan tangan, mengepel lantai, petugas medis, pegawai kantor dan guru. Jenis kerja berat terdiri dari mengasuh anak yang baru bisa berjalan, pengrajin, petani dan pedagang (Muslimah, 2010).

c.       Pembagian Waktu Kerja Ibu
Ibu yang bekerja di luar rumah mempunyai waktu kerja sama seperti dengan pekerjaan lainnya. Adapun waktu kerja bagi pekerja yaitu waktu siang dan malam hari.
1)      Waktu kerja siang hari:
a)      Tujuh jam dalam satu hari dan 40 jam dalam 1 minggu untuk 6 hari dalam 1 minggu.
b)      Delapan jam dalam satu hari dan 40 jam dalam satu minggu untuk 5 hari dalam 1 minggu.
2)      Waktu kerja malam hari:
a)      Enam jam satu hari dan 35 jam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam satu minggu.

b)      Tujuh jam satu hari dan 35 jam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam satu minggu.
(Muslimah, 2010)






Ibu rumah tangga merupakan pekerjaan 24 jam sehari, 7 hari seminggu, 30 hari sebulan dan 365 hari setahun. Sejak bangun perlu lebih pagi dari yang lain dan tidur paling malam daripada anggota keluarga yang lain adalah kondisi yang berlangsung hampir di tiap keluarga (Ibrabowo. 2007. Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Online Journals).

d.      Dampak Wanita yang Bekerja Terhadap Keluarga
Tidak jarang ibu – ibu yang bekerja diliputi rasa kekhawatiran atau rasa bersalah bahwa karena mereka bekerja, anak – anak mereka akan kurang mendapatkan perhatian.

Dikutip dari Wolfman, kaum wanita di rumah, telah mengetahui bahwa masyarakat mengharapkan mereka menjadi isteri dan ibu. Peran umum ini dipertahankan oleh banyak orang yang berumur lebih tua dan berpengaruh teguh pada tradisi yang mempertahankan bahwa menjadi isteri dan ibu yang baik membutuhkan seluruh tenaga seorang wanita. Namun para wanita yang memburu karier, baik yang masih lajang maupun yang telah kawin secara nyata harus mengindahkan baik tugas – tugas di rumah maupun hubungan – hubungan pribadi. Dikutip dari Barnhouse, sukses wanita yang memutuskan untuk bekerja di luar atau mengurus rumah tangga bergantung pada dua hal. Pertama, ia harus baik mengenal dirinya untuk merasa yakin apa yang diinginkannya, tanpa merasa bersalah atas pilihan itu. Untuk itu dibutuhkan keberanian besar, apalagi kalau keputusannya bertentangan dengan adat kebisaaan masyarakatnya. Kedua, keputusannya harus diterima oleh suaminya (Muslimah, 2010: 23-24).


Selengkapnya...



0 komentar:

Post a Comment