INFORMASI PENTING

Wednesday, March 5, 2014

PERSEPSI PEMAKAI LAPORAN KEUANGAN, AUDITOR DAN MAHASISWA AKUNTANSI TERHADAP EXPECTATION GAP


PENDAHULUAN
Keberadaan dan peran profesi akuntan publik mengalami peningkatan sesuai dengan perkembangan bisnis dan perubahan global. Keberadaan dan peran akuntan publik yang cukup strategis tersebut dikuatkan dan diatur oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Beberapa peraturan yang berlaku seperti UU Perseroan Terbatas, UU Pasar Modal, UU BUMN, UU Partai Politik, UU Pemilu, UU Capres dan lainnya menyebutkan bahwa laporan keuangan harus disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) serta wajib diperiksa oleh Akuntan Publik.
Namun demikian seiring dengan meningkatnya kompetisi dan perubahan global, profesi akuntan pada saat ini dan masa mendatang menghadapi tantangan yang semakin berat. Banyak kasus-kasus tuntutan  terhadap auditor yang sampai ke meja hijau. Kalaupun tidak sampai ke pengadilan, maka masyarakat memberi penilaian terhadap auditor, bahwa auditor tidak mampu melaksanakan tugasnya dan tidak dapat diharapkan untuk membatu publik. Kasus-kasus tersebut telah banyak terjadi diluar negeri dan semakin banyak terjadi di Indonesia. Contoh kasus ini adalah pelanggaran yang melanda perbankan di Indonesia pada tahun 2002-an. Banyak bank-bank dinyatakan sehata tanpa syarat oleh akuntan publik ternyata sebagian besar bank itu kondisinya tidak sehat. Disisi lain banyak kasus yang membutuhkan penyelesaian dengan meminta jasa para akuntan publik. Hal ini menunjukkan keberdaan auditor masih diakui dan diperlukan. Epstein dan Geiger (1994) menyatakan bahwa investor dan pemakai laporan keuangan memang mengakui manfaat audit dalam pelaporan keuangan.
Kondisi tersebut di atas merupakan fenomena expectation gap yaitu adanya kesenjangan harapan antara publik dan auditor sendiri terhadap peran dan tanggung jawab auditor (Humphrey, 1997). Peran dan tanggung jawab auditor, sebenarnya telah diatur dalam standar professional akuntan publik (SPAP) yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) atau Statement on Auditing Standards (SAS) yang dikeluarkan oleh Auditing Standards Board (ASB). Standard tersebut dalam pelaksanaanya sering menimbulkan expectation gap.
Guy dan Sullivan (1988) menyebutkan adanya perbedaan harapan publik dengan auditor dalam hal : (1) deteksi kecurangan dan tindakan illegal, (2) perbaikan keefektifan audit, (3) komunikasi yang lebih intensif dengan publik dan komite audit. Dalam hal ini publik beranggapan bahwa auditor harus dapat memberikan jaminan kecurangan dan tindakan illegal harus dapat ditemukan dengan jaminan tersebut. Di lain pihak audito tidak dapat memberikan absolut assurance tersebut, auditor hanya dapat memberikan reasonable assurance saja, dan inilah yang belum dimengerti oleh publik (Epstein & Geiger dalam Gramling, Schatzberg, & Wallace, 1996).
Gramling, Schatzberg, & Wallace, (1996) meneliti peran pengajaran auditing untuk mengurangi expectation gap. Ia memberikan enam isu expectation gap yang dalam penelitian itu yaitu peran dan tanggung jawab auditor terhadap : (1) auditor dan proses audit, (2) peran auditor terhadap klien audit dan laporan keuangan audit, (3) kepada siapa auditor harus bertanggung jawab, (4) aturan atas firma-firma  akuntan publik, (5) atribut kinerja auditing, (6) kasus-kasus khusus (illegal act).
Berapa topik penelititan expectation gap dalam isu berbeda yang dilakukan di Indonesia masih sangat terbatas. Nadirsyah (1993) telah meneliti persepsi pemakai informasi akuntansi, akuntan dan masyarakat umum terhadap isu independensi akuntan publik. Hasil penelitiannya menunjukkan pemakai informasi akuntansi, akuntan dan masyarakat umum tidak mempersepsikan akuntan pbulik indpenden, dimana ketidak independenannya berbeda bagi tiap kelompok responden. Erlina (1993) meneliti persepsi akuntan publik dan pemakai laporan terhadap laporan akuntan di pasar modal Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukkan pemakai laporan pembuatan keputusan ekonomi. Yeni (2000) meneliti persepsi mahasiswa, auditor dan pemakai laporan keuangan terhadap peran dan tanggung jawab auditor dalam isu seperti yang dikembangkan Guy & Sullivan (1988) yang meliputi tanggung jawab  terhadap fraud, mempertahankan independensi, pengkomuniksian hasil audit, tanggung jawab illegal act klien, dan memperbaiki keefektifan audit. Hasil penelitiannya menunjukkan adanya perbedaan persepsi yang signifikan di antara masing-masing kelompok dalam semua isu kecuali pengkomunikasian hasil audit.
Masih terbatasnya penelitian tentang expectation gap di Indonesia tersebut, dalam penelitian ini peneliti ingin menguji kembali persepsi pemakai  laporan keuangan, auditor, dan mahasiswa akuntansi terhadap expectation gap di Indonesia. Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya dalam obyek dan lingkup penelitian. Penelitian ini memperluas obyek penelitian dalam isu expectation gap  seperti dikembangkan Guy & Sullivan (1988) dan Gramling Schatzberg, & Wallace (1996), berbeda dengan peneliian-penelitan sebelumnya (Yeni, 2000) yang hanya menggunakan isu expectation gap  dari penelitian Guy & Sullivan (1988) sebagai obyek penelitian. Selain obyek penelitian yang berbeda, peneliti juga memperluas area survei untuk responden dari kelompok mahasiswa, dan pemakai laporan keuangan diperluas tidak hanya investor di bursa efek tetapi juga meliputi survei dan obyek penelitian yang berbeda

Selengkapnya...


0 komentar:

Post a Comment