BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Adhesi adalah merupakan
jaringan parut internal yang terbentuk karena adanya trauma oleh karena
pencederaan peritonium dengan proses yang kompleks. Adhesi intraperitonium
disebut juga jaringan fibrosa yang menghubungkan antara dinding rongga perut
dalam dengan permukaan organ tubuh yang terdapat di dalam cavum abdomen
(misalnya; Usus, pelvik dan lainnya). Adhesi merupakan penyakit congenital atau
penyakit yang didapat. Adhesi didapat karena inflamasi setelah operasi (Ellis,
1999). Adhesi intraperitonium pasca
laparatomi merupakan masalah setelah operasi yang serius karena sering
meningkatkan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas)
(Hanafi, 2001). Bedah pelvik seperti
bedah sesar merupakan salah satu penyebab adhesi intraperitonium dari bidang obstetri ginekologi.
Setelah bedah pelvik dapat terjadi nyeri pelvik, gangguan usus dan kemandulan
pada wanita akibat terbentuknya adhesi intraperitonium (Guvenal, dkk., 2001; Cheong, dkk.; 2001; Rout, 2000). Terbentuknya adhesi di
dalam rongga panggul akan diperberat apabila terjadi peradangan atau infeksi. Namun patogenesis pasti
dari pembentukan adhesi ini masih belum tuntas diketahui (Chung, dkk., 2002).
Pembentukan dan perubahan bentuk adhesi intraperitonium masih merupakan peristiwa tak terelakkan pada bedah pelvik
dengan teknik pembedahan modern (bedah
laser) (DeCherney dan diZerega, 1997). Pembentukan
adhesi merupakan sesuatu yang dapat menimbulkan kesulitan yang kompleks pada
perawatan setelah operasi abdomen (Weibel
dan Majno, 1973). Selain itu adhesi pelvik akan
memberikan tingkat kesulitan yang lebih berat pada tindakan operasi berikutnya
(Rout, 2000). Adhesi
merupakan jenis kumpulan masalah medik termasuk kesuburan dan sakit pelvik
kronik, dan meningkatkan biaya kesehatan (Diamond dan Schwartz, 1998). Masalah
ini dijumpai 67-93% dari semua kasus operasi pelvik dan abdomen. Selain itu,
akibat dari adhesi intraperitonium adalah obstruksi usus, 30-41% pasien
digestif yang memerlukan tidakan reoperasi karena obstruksi usus besar dan
obstruksi usus halus meningkat porsinya hingga 65-75% (Ellis, 1999).
Walaupun
mekanisme pembentukan adhesi intraperitonium kurang dipahami dengan baik, studi terbaru menyatakan
bahwa keseimbangan antara proses deposit fibrin dan proses degradasi fibrin
pada tahap awal perbaikan jeringan menentukan hasil akhirnya (Holtz,
1984; Falk, dkk., 2001). Penelitian tentang mekanisme seluler dari pembentukan
adhesi setelah operasi terfokus pada peran makrofag dan Polimorpo Nukleat
(PMN). Adhesi merupakan akibat dari respons inflamasi terhadap cedera
jaringan (trauma), infeksi, perdarahan atau adanya benda asing yang terdapat di
rongga peritonium. Jumlah siklooksigenase-2 (COX-2) meningkat pada inflamasi
dan berbagai kerusakan jaringan yang pada gilirannya akan meningkatkan
pembentukan prostaglandin setempat. Antiinflamasi Non Steroid (AINS) dapat
menghambat produksi prostaglandin, pemberian AINS diperkirakan akan menurunkan
kejadian pembentukan adhesi. AINS yang ada saat ini bekerja dengan cara menghambat
COX-1 dan COX-2. Efek
COX-2 selektif inhibitor terhadap pencegahan kejadian adhesi belum tuntas
dibuktikan (Sieger, dkk., 1980; Cofer, dkk., 1994; Rodgers, dkk., 1997).
Sekarang ini, hanya sedikit pilihan yang tersedia untuk
mencegah pembentukan adhesi intraperitonium dan ini tidak diterima dengan baik. Untuk mencegah adhesi setelah
operasi, banyak bahan yang telah digunakan terhadap hewan percobaan dan uji
klinik (DeCherney dan DiZerega, 1997). Saat ini upaya menghambat pembentukan
adhesi merupakan satu-satunya intervensi dalam klinik dengan dukungan data yang
terbatas (DiZerega, 1996;
Keckstein dkk., 1996; Haney dan Doty, 1998; Sawada dkk., 2000). Sebagai tambahan terhadap upaya pencegahan adhesi,
pemisahan luka permukaan peritonium secara fisik, beberapa sediaan telah
diujicoba kemampuannya untuk memodifikasi proses inflammatory-coagulation yang terjadi setelah luka peritoneum.
Sediaan-sediaan ini meliputi glukokortikoid, AINS, larutan prokoagulan, heparin, dan fibrinolitik seperti tissue
plasminogen activator (tPA). Hingga kini, belum ada sediaan yang terbukti
secara konsisten mampu menghambat pembentukan adhesi (Guvenal, dkk., 2001).
Berdasarkan teori di atas, perlu untuk meneliti
tumbuhan tradisional yang telah digunakan masyarakat sebagai antiinflamasi
yaitu herba sambiloto, dimana di masyarakat sudah cukup lama dikonsumsi dengan
cara merebus dengan air. Herba sambiloto di masyarakat selain digunakan sebagai
antiinflamasi juga sebagai antipiretik (demam) dan sebagai analgetik
(penghilang rasa sakit) (Dep.Kes
RI , 2000). Pada penelitian ini
dilakukan pengamatan efek pencegahan adhesi intraperitonium pasca laparatomi pada tikus putih yang diberi
ekstrak sambiloto.
1.2 Perumusan Masalah
Apakah pemberian obat
tradisional (ekstrak sambiloto) memiliki efek antiadhesi intraperitonium pasca
laparatomi pada tikus putih.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui pengaruh pemberian obat
tradisional (ekstrak sambiloto) terhadap kejadian (ada atau tidak),
jumlah dan luas adhesi intraperitonium
pasca laparatomi pada tikus putih.
1.4 Manfaat Penelitian
Bila terbukti pemberian
obat tradisional (ekstrak sambiloto) terhadap penurunan kejadian, jumlah dan
luas adhesi intraperitonium
pasca laparatomi pada tikus putih, mungkin dapat dipertimbangkan untuk
dilakukan uji klinik dalam upaya mencegah terjadinya adhesi intraperitonium yang terjadi pada manusia.
1.5 Hipotesis Penelitian
Pemberian antiinflamasi tradisional (ekstrak
sambiloto) dan moderen (ketorolak trometamin) yang digunakan pada penelitian ini
diharapkan dapat mencegah terjadinya adhesi intraperitonium pasca laparatomi
pada tikus putih.
1.6 Analisis statistik
Data hasil penelitian yang diperoleh dianalisis
dengan anova satu arah dan dilanjutkan dengan uji-t, dengan perkiraan:
Ho; Tidak terdapat perbedaan luas adhesi
intraperitonium pasca laparatomi pada tikus putih yang diberi antiinflamasi
dengan tanpa pemberian antiinflamasi.
Hi:
Luas adhesi intraperitonium pasca laparatomi pada tikus putih yang diberi antiinflamasi
lebih kecil dengan tanpa pemberian antiinflamasi.SELENGKAPNYA.......