INFORMASI PENTING

Tuesday, March 18, 2014

PENELITIAN KESEHATAN :: ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Ny. N DENGAN GANGGUAN SISTEM NEUROLOGI STROKE HAEMORAGIC DI RUANG UNIT STROKE RUMAH SAKIT


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak. Secara sederhana stroke akut didefenisikan sebagai penyaki otak akibat terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau pendarahan (stroke haemoragik). (Dr Iskandar Junaidi,2011)
            Salah satu penyebab meningkatnya kasus penyakit pembuluh darah seperti jantung dna stroke adalah kurangnya kesadaran masyarakat untuk menerapkan pola gaya hidup sehat. Selain itu, meningkatnya usia, harapan hidup, kemajuan dibidang sosial eknomi serta perbaikan di bidang pangan yang tidak diikuti dengan kesadaran menerapkan gaya hidup sehat juga menjadi pemicunya. Sebaliknya, masyarakat kita sejak usia muda dimanjakan dengan gaya hidup sembarangan yang kurang memperhatikan pola hidup sehat.
            Saat ini resiko serangan stroke meningkat 10-15 kali,keadaan ini di bandingkan dengan tahun1970 yang hanya sekitar 2,5% jelas ada peningkatan yang cukup tajam.
Kasus stroke di seluruh dunia di perkirakan mencapai 50 juta jiwa ,dan 9 juta jiwa di antaranya menderita kecacatan berat.
Penyakit stroke sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang utama baik di negara maju maupun di negara berkembang,karena di samping menyebabkan angka kematian yang tinggi,stroke juga sebagai penyebab kecacatan yang utama.stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga di dunia,bahkan di banyak rumah sakit dunia stroke merupakan peyebab kematian nomor satu.banyak ahli kesehatan dunia juga yakin bahwa serangan stroke adalah penyebab kecacatan nomor satu di dunia.(Suyono,2005).
Angka kejadian stroke di Indonesia meningkat tajam akhir-akhir ini, bahkan menurut Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki) saat ini Indonesia adalah negara dengan penderita stroke terbesar di Asia. (Ranakusumah dalam Kantor Berita Indonsia (KBI) Gemari, 2002).
 Stroke merupakan penyebab kematian yang tertinggi jantung dan pembuluh darah meningkat dari 9,1 %.
Tahun 1998, stroke merupakan penyebab utama kecacatan dan penyebab kematian no. 2 di dunia dengan lebih dari 5,1 angka kematian. Perbandingan angka kematian itu di negara berkembang dengan negara maju adalah lima banding satu. Juga tercatat lebih dari 15 juta orang menderita stroke non fatal
Secara global World Health Organization (WHO), memperkirakan PTM menyebabkan sekitar 60 % kematian dan 43 % kesakitan di seluruh dunia. (Sam, 2007). WHO bahkan memperkirakan pada tahun 2020 PTM akan menyebabkan 73 % kematian dan 60 % kesakitan di seluruh dunia. (Depkes, 2007)
            Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departeman Kesehatan tahun 2001, proprsi kematian akibat PTM meningkat dari 25,41 % di tahun 1990 menjadi 48,53 % di tahun 2001. Proporsi kematian karena penyakit jantung dna pembuluh darah meningkat dari 9,1 % tahun 1986 menjadi 26,3 % tahun 2001. Proporsi kematian akibat stroke meningkat dari 5,5 % tahun 1986 menjadi 11,5% di tahun 2001. Keadaan ini terus meningkat dari tahun ke tahun dengan kejadian PTM yang terus mewabah yang disebabkan pola hidup yang salah. (Yayasan Jantung Indonesia, 2006)
            Dari observasi yang penulis lakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan masih banyak ditemukan gangguan stroke haemoragic. Penyakit ini membutuhkan perhatian khusus dalam memberikan asuhan keperawatan yang seimbang.yaitu mengupayakan agar kerusakan otak terjadi semaksimal mungkin,mencegah terjadinya stroke ulang dan komplikasi serta memaksimalkan penyembuhan pasien.
            Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk melakukan Asuhan Keperawatan pada Ny, N dengan Gangguan Sistem Neurologi Stroke Haemoragic di Ruang Unit Stroke pada tanggal 20 juni sampai 23 juni 2012 di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan tahun 2012.

1.2.            Tujuan Penulisan
1.2.1.      Tujuan Umum
Mampu melakukan Asuhan Keperawatan yang diterapkan pada Ny. N dengan Gangguan Sistem Neurologi Stroke Haemoragic yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan tahun 2012


1.2.2.      Tujuan Khusus
1.      Mampu melaksanakan Pengkajian Keperawatan pada Ny. N dengan gangguan Sistem Neurologi ”Stroke Haemoragic” di Rumah Sakit Umum dr Pirngadi Medan.
2.      Mampu merumuskan Diagnosa Keperawatan pada Ny. N dengan gangguan Sistem Neurologi ”Stroke Haemorogic”di Rumah Sakit Umum dr Pirngadi Medan.
3.      Mampu membuat Perencanaan Asuhan Keperawatan pada Ny. N dengan gangguan Sistem Neurologi ”Stroke Haemorogic”di Rumah Sakit Umum dr Pirngadi Medan
4.      Mampu melaksanakan Tindakan Asuhan Keperawatan pada Ny. N dengan gangguan Sistem Neurologi ”Stroke Haemorogic”di Rumah sakit umum Dr pirngadi medan.
5.      Mampu membuat evaluasi keperawatan pada Ny,N dengan gangguan sistem neurologi”stroke haemorogic”di rumah sakit umum Dr Pirngadi Medan.
1.3.             Ruang Lingkup Masalah
            Mengingat luasnya permasalahan gangguan sistem Neurologi maka dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis membatasi ruang lingkup masalah dengan judul Asuhan Keperawatan pada Ny.N dengan Gangguan Sistem Neurologi Stroke Haemoragic di Ruang Unit Stroke Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan

1.4.            Metode Penulisan
            Dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis menggunakan metode deskriptif yaitu metode ilmiah yang bersifat menggambarkan, mengumpulkan data, menganalisa data dan menarik kesimpulan. Sedangkan cara mengumpulkan data yang penulis lakukan adalah berdasarkan:
1.4.1.      Study Literatur
Dengan cara mempelajari buku-buku perpustakaan, makalah, skripsi dalam tulisan ini yang berhubungan dengan kasus ini.
1.4.2.      Wawancara (Interview)
Tanya jawab langsung dengan pasien, keluarga pasien, serta tim kesehatan lainnya.
1.4.3.      Observasi
Mengamati gejala yang muncul pada pasien dengan inspeksi, palpasi untuk memperoleh data dan mengatasi keadaan masalah pasien sebenarnya.
1.4.4.      Dokumentasi
Dengan cara melihat dan mempelajari catatan medis dan asuhan keperawatan pasien itu sendiri.

Selengkapnya..





Sunday, March 16, 2014

Penelitian Kesehatan ::GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SEKOLAH MENENGAH UMUM KELAS I DAN II TENTANG PEMAKAIAN HELM


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sistem lalu lintas merupakan suatu sistem yang kompleks dan beresiko membahayakan keselamatan manusia sehingga harus dikurangi hal-hal yang bisa memunculkan bahaya. Keselamatan di jalan raya adalah tanggung jawab bersama yang membutuhkan komitmen dan juga keterlibatan bersama (WHO, 2004).
Sejumlah rekomendasi aksi dikeluarkan oleh lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa itu terkait dengan pencegahan kecelakaan lalu lintas. Rekomendasi itu antara lain adalah perlunya identifikasi badan yang bertanggung jawab memandu upaya sistem keamanan jalan raya dan strategi nasional untuk perencanaan jalan raya yang aman. Lembaga itu juga memberi rekomendasi perlunya alokasi dana dan sumber daya manusia yang memadai dan memasukkan masalah lalu lintas dalam perencanaan pembangunan, mengimplementasikan aksi spesifik untuk mencegah lalu lintas dan meminimalkan korban serta mendukung upaya pembangunan nasional dan kerja sama internasional (Izwar, http://www.sistem lalu lintas.com/2003).  
April 2010 pengendara sepeda motor wajib menggunakan helm yang memenuhi standard nasional indonesia (SNI), sebab pelanggaran ketentuan ini bisa dikenai sanksi denda sebesar Rp. 250.000,-. Keharusan memakai helm telah diatur dalam Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Peraturan Menteri Perindustrian. Kebijakan yang dikeluarkan Menteri Perindustrian ini bertujuan untuk melindungi konsumen pengguna helm. Penerapan aturan ini merupakan wujud tanggung jawab pemerintah dalam memberikan jaminan keselamatan dan kesehatan bagi warga Negara Indonesia. Peraturan wajib helm ini juga bertujuan melindungi produsen helm dalam negeri dari serbuan produk-produk luar negeri, kualitas produk luar negeri tersebut belum tentu memenuhi standar nasional (Bakrie,http://www.UU kendaraanbermotor.com/2010). 
Dengan adanya kebijakan Pemerintah, maka pengendara diwajibkan untuk menggunakan helm. Akhir-akhir ini pihak kepolisian cenderung gencar mengadakan tilang kelengkapan kendaraan untuk mensosialisasikan penggunaan helm. Sebagai suatu bentuk kewenangan yang harus dijalankan untuk mengupayakan agar dapat mengurangi resiko kecelakaan lalu lintas bagi pengendara Sepeda Motor.
Penggunaan helm sebagai pelindung kepala, dapat mengurangi resiko geger otak  akibat benturan keras pada kepala yang disebabkan kecelakaan atau sebab lain. Sepertinya sudah banyak disuarakan oleh banyak pihak melalui iklan pada media cetak, elektronik maupun dengan memberikan contoh secara nyata, untuk selalu mengenakan helm yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan bukan asal helm. Tetapi iklan layanan masyarakat tentang pentingnya penggunaan helm standar sepertinya masih belum banyak mendapat perhatian yang serius dari para pengguna jalan atau orang-orang yang mempunyai kewajiban untuk mengenakan helm standar (Sapimoto,http://pemakaian helm.com/2008).
Penggunaan helm itu pada prinsipnya baik, tetapi barangkali akan lebih baik apabila dikaitkan dengan fungsi helm itu sendiri dan Undang-Undang lalu lintaslah yang menjadi alas hukumnya. Sebenarnya Undang-Undang Lalu Lintas dibuat untuk menatatertibkan masyarakat pemakai kendaraan bermotor agar mereka itu lebih nyaman dan selamat serta tidak menyebabkan warga masyarakat lainnya justru terganggu. Kecepatan berkendaraan dalam kota maksimalnya hanya boleh 40 km/jam, maka niscaya akan signifikan mengurangi kecelakaan lalu lintas (Sapimoto, http://pemakaian helm.com/2008).
Melihat akibat dari efek geger otak yang ditimbulkan, seharusnya para pengguna jalan khususnya sepeda motor memiliki rasa ikhlas untuk menggunakan helm standar sebagai pelindung diri dan bukan mengenakan helm hanya karena takut membayar surat tilang atau karena keberadaan petugas lalu lintas. Semua orang tidak ada yang menginginkan mengalami kecelakaan, tetapi yang namanya kecelakaan bisa terjadi kapan saja dan terhadap siapa saja, bahkan terhadap pengguna jalan yang telah mematuhi aturan serta rambu lalu lintas. Penggunaan helm juga akan sia-sia, jika memang seseorang telah digariskan untuk meninggal atau mengalami geger otak atau akibat lain dari terjadinya kecelakaan. Penggunaan helm bukanlah sebagai penghilang resiko tetapi hanya sebagai pengurang resiko (Sapimoto, http://pemakaian helm.com /2008).
Pihak kepolisian cenderung gencar mengadakan tilang kelengkapan kendaraan untuk mensosialisasikan penggunaan helm. Di Indonesia khususnya di Makassar, sejumlah orang menunjukkan ketidak setujuan dengan pemakaian helm standar. Kebijakan pemerintah yang mengharuskan memakai helm bagi pengendara sepeda motor berujung dengan protes, apalagi diberlakukannya helm yang berstandar nasional dengan istilah pemakaian helm depan-belakang (http://www.otomotif.kompas.com/2009).
Banyaknya angka kecelakaan lalu lintas, tercatat di Indonesia sekitar 80% pengendara sepeda motor yang menggunakan helm berstandar nasional. Hal ini dikarenakan pengguna jalan khusunya pengendara sepeda motor lebih cepat mendapat sosialisasi dan informasi tentang pemakaian helm. Polisi lalu lintas aktif dalam mengontrol aktivitas jalan terutama pemakaian helm bagi pengendara sepeda motor (http://www.otomotif.kompas.com/2010).
70 % dari jumlah kendaraan bermotor yang tercatat di Indonesia adalah sepeda motor, dan sekaligus sebagai jenis kendaraan yang banyak dipakai sebagai alat transportasi. Tercatat bahwa jumlah kecelakaan lalu lintas jalan pada tahun 2004 sebanyak 17.732 kejadian melibatkan 14,223 unit sepeda motor (80,21 %). Selain itu diketahui pula bahwa 8 dari 10 kecelakaan lalu lintas melibatkan sepeda motor, dimana 1 dari 3 pengendara sepeda motor yang terluka mengalami cedera kepala (geger otak) dan cedera kepala berat yang mengakibatkan kerusakan otak permanen akibat tidak memakai helm. Hasil studi yang dilakukan menunjukkan bahwa hampir setengah kecelakaan dijalan melibatkan pengendara berusia 16-30 tahun, yang notabene merupakan generasi muda harapan bangsa (http://www.dephub.com/2004). 
Polres Aceh Tengah dalam rangka upaya penertiban pengguna jalan dalam berlalu lintas bagi pengendara sepeda motor (sepmor) roda dua khususnya, mencanangkan pemakaian helm yang bersifat standar  bagi pengendara sepeda motor. Ketentuan tersebut telah berjalan selama sebulan terakhir, karena tujuan penertiban penggunaan helm standar bertujuan sebagai pengamanan bagi pengguna jalan roda dua yang selama ini sering terjadi kecelakaan lalu lintas (lakalantas). Selain itu Kepala Satuan Lalu Lintas (Kasat lantas) memberitahukan kepada masyarakat agar pengguna sepeda motor roda dua wajib menggunakan helm standar baik penemudi maupun yang dibonceng (http:www.aceh tengah.com/2010).   
Tercatat jumlah kecelakaan sepeda motor sangat tinggi, sehingga pencanangan dalam pemakaian helm harus lebih digencarkan. Di Bener Meriah, khususnya di Kecamatan Bukit kasus kecelakaan lalu lintas ditahun 2007 sebanyak 19 kasus dengan korban meninggal 6 orang. Ditahun 2008 meningkat menjadi 21 kasus dengan korban meninggal 9 orang. Ditahun 2009 kembali meningkat dengan jumlah 30 kasus, baik dikarenakan akibat tidak menggunakan helm maupun faktor lain (Profil Dinas Perhubungan Bener Meriah, 2009). 
Data di Bener Meriah tercatat pengguna jalan khususnya pengendara sepeda motor yang menggunakan helm standar sekitar 50%, hal ini jauh dari perkiraan jumlah sepeda motor yang ada di Bener Meriah. Diketahui pemakai roda dua di Bener Meriah lebih banyak sekitar 60% dibandingkan dengan pemakai roda empat. Ketidak setujuan pengguna jalan khususnya sepeda motor dengan diberlakukannya penggunaan helm standar depan-belakang, akan tetapi mensosialisasikan penggunaan helm terus saja digencarkan guna untuk meminimalisir tingkat kecelakaan dijalan raya terutama bagi pengendara sepeda motor. Sosialisasi tentang helm membuat polisi lalu lintas harus bekerja ekstra keras untuk menertibkan helm, yang sekarang hasilnya di jalan raya pengendara sepeda motor sudah mulai mengenakan helm standar (Profil Dinas Perhubungan, 2010). 
Tingkat pengetahuan siswa tentang helm bukan merupakan hal baru di era global ini. Siswa selain bertugas belajar disekolah juga sebagai pencari ilmu lain atau memotivasi diri untuk mendorong berinteraksi sosial, terutama dalam proses belajar mengajar (Majalah pendidikan, 2009).
Pengetahuan siswa tentang helm merupakan suatu ilmu yang luas dalam masalah hukum terutama dalam kebijakan pemerintah yang diatur dalan Undang-Undang tentang pemakaian helm. Kebijakan pemerintah dalam penertiban helm merupakan hal yang positif untuk meminimalisir tingkat kecelakaan sepeda motor. Tetapi masih banyak pengendara sepeda motor khususnya siswa atau pelajar yang tidak mengerti bahkan tidak menghiraukan kebijakan tersebut (kompas/2009).
Pemakaian helm untuk setiap pengendara sepeda motor wajib memakai helm, tidak terkecuali siswa atau pelajar sekolah. Karena kecelakaan yang terjadi tidak memandang siapa pengendaranya dan sepeda motor apa yang dipakai (Mahadipta, http://www.pemakaian helm.com/2008).    
Berdasarkan studi awal yang peneliti lakukan dengan tehnik observasi, didapatkan hasil dari pengamatan bahwa dari 10 siswa hanya 4 siswa yang memakai helm, dikarenakan siswa belum mengerti akan kegunaan helm sehingga siswa tidak mau menggunakan helm ketika mengendarai sepeda motor. Adapun hasil wawancara yaitu dari 10 orang siswa hanya 4 siswa yang mengerti tentang pemakaian helm dan rata-rata mereka mengatakan tidak percaya diri mengenakan helm, takut rambut rusak dengan memakai helm, sulitnya berkomunikasi memakai handphone (HP) karena terhalang oleh helm saat berkendara sepeda motor. Alasan siswa lain tidak perlu memakai helm kesekolah kecuali akan bepergian jauh.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang : Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap Siswa Sekolah Menengah Umum tentang Pemakaian Helm di SMUN 1 Bukit Kecamatan Bukit Kabupaten Bener Meriah Tahun 2010.



B.     Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang : Bagaimana Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap Siswa Sekolah Menengah Umum tentang Pemakaian Helm di SMUN 1 Bukit Kecamatan Bukit Kabupaten Bener Meriah Tahun 2010.

C.    Tujuan Penelitian
1.      Tujuan Umum
Untuk mengetahui Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap Siswa Sekolah Menengah Umum tentang Pemakaian Helm di SMUN 1 Bukit Kecamatan Bukit Kabupaten Bener meriah Tahun 2010.

2.      Tujuan Khusus
a.       Untuk mengetahui gambaran pengetahuan siswa Sekolah Menengah Umum tentang Pemakaian Helm di SMUN 1 Bukit Kecamatan Bukit Kabupaten Bener Meriah Tahun 2010.
b.      Untuk mengetahui Gambaran Sikap Siswa Sekolah Menengah Umum tentang Pemakaian Helm di SMUN 1 Bukit Kecamatan Bukit Kabupaten Bener Meriah Tahun 2010.

D.    Manfaat Penelitian
  1. Pemerintah
Sebagai sumber informasi bagi pemerintah dan instansi terkait untuk memperkaya kepustakaan hukum bagi pengembangan ilmu hukum pada khususnya dan ilmu pengetahuan pada umumnya dengan memberdayakan aturan pemakaian helm terhadap pengguna jalan khususnya pengendara motor/sepeda motor.
  1. Siswa/Pelajar
Meningkatkan pengetahuan serta kemauan siswa/pelajar terutama dalam penggunaan/pemakaian helm saat berkendara sepeda motor guna untuk meminimalisir tingkat kecelakaan di jalan raya.   
  1. Institut Pendidikan
Dapat menjadi bahan acuan bagi penelitian selanjutnya. 
  1. Peneliti
Sarana untuk melatih diri dalam proses berfikir ilmiah sebagai bentuk pengetahuan dan keterampilan selama pendidikan.

Selengkapnya...




GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN SISWI TENTANG PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI)



 
BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Menurut angka WHO kanker payudara merupakan penyakit kalangan menengah dan terutama menyerang kelompok-kelompok sosial yang lebih kaya dan mempunyai kehidupan sosial, ekonomi yang lebih tinggi, yaitu mereka yang dapat menikmati makanan yang bergizi tinggi (www.Frieslandfoods.com, 2006).
Kanker Payudara merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting, di Indonesia kanker payudara termasuk tersering ditemukan pada wanita setelah kanker serviks. Insiden kanker payudara meningkat sesuai dengan bertambahnya Usia        20 – 35 Tahun (www.Frieslandfoods.com, 2006).

1
 
Setiap orang yang berhubungan dengan Kanker Payudara akan tahu bahwa beberapa faktor resiko seperti orang tua, menstruasi terlalu dini, menupause terlambat dan sejarah keluarga dengan kanker payudara. Penyakit ini boleh dikatakan tidak terdapat di Negeri Cina, hanya 10.000 dari beberapa wanita di Cina wafat karena penyakit ini, dibandingkan dengan persentase menakutkan bahwa 1 diantara 12 wanita di Inggris meninggal dunia karena penyakit ini dan bahkan angka ini lebih mengerikan lagi menjadi rata-rata diantara 10 wanita di sebagian besar Negara-Negara Barat. Hal ini bukanlah karena Cina merupakan negeri yang bersifat pedesaan, dan tidak banyak terkena populasi perkotaan, di daerah Hongkong yang padat persentase meningkat menjadi 34 diantara 10.000 wanita, namun masih jauh sedikit dari pada Barat.
Kanker Payudara yang ditemukan pada stadium dini memiliki prognosis yang lebih baik. Namun berdasarkan data di Rumah Sakit, kanker darmais, sekitar 50 % pasien datang sudah dalam stadium IV. Hal ini tidak berbeda dengan apa yang biasa terjadi di Negara yang sedang berkembang, dimana hanya sekitar 20 % kasus kanker payudara datang dalam stadium dini. Sangat jauh dari angka 80 % pada stadium I dan II di negara maju. Kanker payudara adalah salah satu neoplasma yang ganas, secara statistik, resiko kanker payudara meningkat pada wanita nulipara, wanita dengan menarce dini dan menupause lambat, dan pada mereka yang mengalami kehamilan pertamanya setelah usia 30 tahun ( http://www. Asysyfausakti. Co.cc,2008).
Jumlah penderita kanker payudara di Indonesia menempati urutan kedua setelah kanker leher rahim. Penderitanya pun ada yang umur 18 tahun, padahal di Negara-Negara lain Eropa atau Amerika misalnya, jumlah penderita kanker payudara tidak begitu banyak dibanding dengan jumlah penderita kanker jenis lain. Hal ini disebabkan di Negara-Negara tersebut kesadaran untuk melakukan deteksi dini sudah berkembang baik. Kebanyakan kanker payudara ditemukan pada stadium awal, sehingga dapat diobati dan disembuhkan, sedang di Negara Kita, kebanyakan kasus kanker ditemukan pada stadium lanjut, ketika penyembuhan sudah sulit dilakukan, padahal mendeteksi kanker payudara stadium dini sangat mudah, dan bisa dilakukan sendiri di rumah, cukup beberapa menit, sebulan sekali, dengan melakukan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari). Memang, banyak wanita tidak ingin melakukan Sadari karena bisa jadi bayangan menakutkan, tetapi, semakin sering para wanita memeriksa payudara sendiri, akan semakin mengenalnya dan semakin mudah menemukan sesuatu yang tidak beres. Bagaimanapun Sadari adalah bagian penting dari perawatan kesehatan, yang dapat melindungi dari resiko kanker payudara (http://frirac-multiply.com, 2007).
Kasus baru terus meningkat, usia juga semakin muda Banda Aceh. Dalam sepuluh tahun terakhir, jumlah kasus baru meningkat hampir 12 % pertahun. Usia penderita semakin muda, semakin banyak perempuan usia 20-an yang terkena,  bahkan di usia remaja. Peningkatan jumlah kasus baru didapat di RS. Zainal Abidin Banda Aceh, antara 1995 hingga 2005 lalu, peningkatan jumlah pasien memang konsisten yaitu 11.94 % per tahun pada 1995, di RS. Zainal Abidin tercatat 111 pasien baru, tahun demi tahun jumlah kasus terus meningkat. Pada 2005 lalu tercatat 335 Pasien baru (http://www.kompas.com,2008).
Usia muda juga bukan menjamin aman dari kanker payudara, dari ribuan pasien yang terdaftar di RS. Zainal Abidin dalam sepuluh tahun terakhir. Range usianya memang sangat luas, 20 hingga 87 tahun (http://www.kompas.com, 2008).
Di Kabupaten Aceh Tengah, Khususnya di RSUD Datu Beru Takengon penderita penyakit kanker payudara tahun 2008 berjumlah 7 kasus. Kasus tersebut pada stadium awal ditemukan 4 kasus, pada stadium lanjut ditemukan 3 kasus (Profil, Dinkes. Aceh Tengah, 2008).
Di Kabupaten Bener Meriah belum pernah dilakukan penelitian tentang    Periksa Payudara Sendiri   (Sadari). Berdasarkan survey awal yang dilakukan di SMA 1 Bandar Pondok Baru, dari 10 siswi 7 siswi tidak mengerti tentang pemeriksaan payudara. Maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai tingkat pengetahuan   tentang   Pemeriksaan   Payudara   Sendiri   khususnya  untuk  siswi - siswi SMA 1 Bandar Pondok Baru. Penulis menjadikan SMA 1  Bandar  sebagai objek penelitian karena bahwasanya di SMA ini belum pernah dilakukan penelitian yang menjurus pada Kesehatan khususnya mengenai pemeriksaan payudara sendiri, akan tetapi hanya ada dalam bentuk bidang pendidikan.
B.     MASALAH PENELITIAN
Berdasarkan bagaimana gambaran  yang sudah di uraikan diatas adalah maka dapat dirumuskan permasalahan tentang pengetahuan siswi-siswi pada pemeriksaan payudara sendiri pada siswi-siswi 1 Bandar Kabupaten Bener Meriah Tahun 2009.
C.    TUJUAN PENULISAN
1.      Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan siswi tentang pemeriksaan payudara sendiri pada siswi-siswi SMA 1 Bandar Kabupaten Bener Meriah tahun 2009.
2.      Tujuan Khusus
a.       Untuk mengetahui bagaimana gambaran tingkat pengetahuan siswi SMA Negeri 1 Bandar tentang pengertian pemeriksaan payudara sendiri.
b.      Untuk mengetahui bagaimana gambaran tingkat pengetahuan siswi SMA Negeri 1 Bandar tentang manfaat pemeriksaan payudara sendiri.
c.       Untuk mengetahui bagaimana gambaran tingkat pengetahuan siswi SMA Negeri 1 Bandar tentang cara pemeriksaan payudara sendiri.

D.    MANFAAT PENULISAN
1.      Bagi Dinas Pendidikan Kabupaten Bener Meriah dapat menjadi masukan, khususnya dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dan pengetahuan siswi tentang pentingnya mengetahui Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari).
2.      Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Bener Meriah sebagai sumbangan pemikiran dalam merencanakan kebijakan serta program utuk meningkatkan kesehatan dalam Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari) pada remaja putri.
3.      Bagi siswi sebagai masukan untuk lebih menjaga kesehatan khususnya pada Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari).

4.      Bagi Penulis sebagai bahan masukan dan menambah pengalaman dalam penerapan ilmu Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari) serta metode penelitian ilmiah.


Selengkapnya..




Saturday, March 15, 2014

Penelitian Kesehatan (S1 Kes Masyarakat) PENGETAHUAN TENAGA PARAMEDIS TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH KLINIS DI PUSKESMAS


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengetahuan kesehatan merupakan salah satu faktor dari pembangunan nasional Indonesia yang sangat penting dan terus menerus diupayakan  peningkatan. Sasaran pembangunan dibidang kesehatan yang tertuang dalam GBHN dengan ketetapan MPR No. II/1998 antara lain adalah peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan kualitas kehidupan yang ditandai oleh peningkatan derajat kesehatan  masyarakat dan kualitas kehidupan yang ditandai oleh peningkatannya usia harapan  hidup, menurunnya angka kematian bayi, anak dan ibu melahirkan, peningkatan produktivitas kerja serta meningkatnya kesehatan masyarakat akan  pentingya hidup sehat. Menurut Hendrik L. Blum (1974), derajat kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu : faktor lingkungan, prilaku pelayanan  kesehatan dan faktor keturunan (Kusnoputranto, 1983).
Dalam Peraturan Menteri RI No. 986/Menkes/Per/XI/1992 tentang persyaratan kesehatan lingkungan Puskesmas, disebutkan bahwa Puskesmas merupakan salah satu pusat pemeliharaan dan pelayanan kesehatan yang mutlak diperlukan, yang telah nampak menjadi pelindung yang tinggi nilainya dalam rangka memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan masyarakat. Puskesmas tidak hanya membatasi kegiatan pengobatan saja, tetapi  sesuai dengan batasan tentang Puskesmas adalah upaya kesehatan yang menyelengarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat berfungsi sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan.
 Seperti halnya tempat-tempat umum lainnya, Puskesmas juga  menghasilkan limbah dari kegiatannya yang  berupa bahan  buangan baik padat, cair dan gas yang padat mengandung bahan beracun, infeksius dan bahaya. Limbah/bahan buangan  dari setiap unit/ruangan harus dipisahkan sesuai dengan  kategori atau jenis limbah yaitu limbah klinis dan limbah  non klinis ( Permenkes RI No.986/1992).
Limbah  klinis Puskesmas apabila tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan berbagai macam ganguan baik secara langsung terhadap pasien, petugas, penjunjung dan masyarakat yang tinggal disekitar Puskesmas. Contoh langsung adalah ganguan estika dan dapat menimbulkan bau serta dapat menyebabkan kecelakaan. Sedangkan ganguan tidak langsung adalah sebagai  sumber penularan penyakit. (Permenkes RI No.986/1992)
Karena limbah klinis termasuk dalam kategori limbah berbahaya dan beracun, maka pengolahanya  haruslah lakukan secara khusus mulai dari tahap penimbunan sampai ketempat pembuangan akhir/pemusnahan agar dalam pelaksanaanya dapat berjalan dengan rasa  aman. (Permenkes RI No.986/1992)
Menurut Ahmad, KW (2000) yang mengutip pendapat Arshad, Z (1999) dikatakan bahwa berdasarkan  pengalaman dan hasil  penelitian  di Malaysia dalam  kurun waktu 1997-1999 tercatat sekitar 29% kejadian kecelakaan di Puskesmas  diakibatkan  oleh tertusuk jarum suntik. Kecelakaan ini terjadi baik terhadap dokter, perawatan ataupun petugas kebersihan setelah dilakukan evaluasi ternyata pengolahan jarum suntik dihampir setiap Puskesmas belum berjalan dengan baik.
Menurut hasil penanganan limbah kesehatan di NAD yang diperoleh dari Dinkes Nanggreo Aceh Darussalam dalam menangani masalah pengelolaan limbah klinis masih dalam tahap perencanaan yang telah diadakan seminar bersama termasuk perwakilan Dinkes Kabupaten Bener Meriah tentang pengelolaan limbah klinis secara benar untuk meningkatan pelayanan kesehatan secara menyeluruh baik dirumah sakit sampai pada Puskesmas dan Pustu. (Dinkes NAD, 2008)
Tujuan tahap perencanaan adalah pengawasan dan monitoring dari lembaga penanganan kesehatan di Kabupaten yang berhubungan dengan HCWM mendukung Puskesmas dalam mengatur sistem pengelolaan limbah penangaan kesehatan dan menyediakan training HCW dan mendukung fasilitas penanganan kesehatan didalam pengaturan penanganan dan pembuangan limbah berbahaya.
Penanganan Limbah Kesehatan melalui pengaturan pemindahan dan pembuangan limbah penanganan kesehatan mengalir khusus seperti limbah farmasi dan limbah kimia. Pengumpulan dan informasi dan relevan seperti rata-rata pengeluaran limbah, kejadian-kejadian dan lain-lain. Diadakan monitoring penyedia penanganan kesehatan dengan mengawasi daftar pemeriksaaan secara berkala dan monioring penghasil limbah dan penanganan limbah. Evaluasi data penyiapan laporan tahunan akan situasi HCW aktual di Kabupaten. Diadakan koordinasi semua kegiatan dengan Kantor Kesehatan Provinsi untuk memastikan suatu sistem yang koheren di seluruh Aceh.
Kejadian serupa hampir terjadi disetiap negara/daerah khususnya bagi pengolah Puskesmas, labolatorium klinik ataupun praktek dokter yang masih belum menyadari  bahwa buangan yang mereka buang (baik infectious ataupun benda tajam) apabila tidak dikelola dengan baik akan dampak buruk bagi bagi manusia dan lingkungan.
 Hal ini tejadi pula di Bandung tahun 1998, dimana petugas kebersihan kota setempat sering kali menemukan limbah infektious Puskesmas termasuk jarum suntik ditempat penampungan sampah sementara ataupun ditempat pembuangan  akhir sampah dan beberapa kali terjadi kejadian petugas kebersihan tersebut tertusuk oleh benda tajam (jarum suntik) hingga menimbulkan infeksi yang serius (Ahmad, KW,2000)
Puskesmas Buntul Kemumu  termasuk Puskesmas yang sudah menyediakan tempat khusus untuk limbah klinis disetiap ruangan/unit yang menghasilkan limbah klinis. Tetapi dalam kenyataannya sehari-hari masih sering ditemukan limbah klinis berada dalam tempat  penampungan limbah non klinis.
Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari pihak keperawatan di Puskesmas terutama pemberian informasi mengenai limbah klinis kepada karyawan Puskesmas yang berhubungan langsung dengan limbah klinis memang masih sedikit.
Paramedis Puskesmas berhubungan langsung dengan limbah klinis berperan besar dalam pengolahan limbah klinis dari tahap penimbunan sampai ketempat pembuangan akhir / permusnahan. Berdasarkan permasalahan  diatas maka perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui gambaran mengenai “Pengetahuan Tenaga Paramedis Terhadap Pengelolaan Limbah Klinis di Puskesmas Buntul Kemumu Kecamatan Permata Kabupaten Bener Meriah  Tahun 2008”

B.  Masalah  Penelitian
Berdasarkan diatas maka penulis menetapkan masalah yaitu bagaimana gambaran tingkat pengetahuan tenaga paramedis terhadap pengelolaan limbah klinis di Puskesmas Buntul Kemumu Kecamatan Permata Kabupaten Bener Meriah Tahun 2009.

C.  Tujuan Penelitian 
1.      Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran pengetahuan tenaga paramedis terhadap limbah klinis di Puskesmas Buntul Kemumu Kecamatan Permata.
2.   Tujuan Khusus
a.   Untuk mengetahui pengetahuan tenaga paramedis tentang pengertian limbah klinis.
b.   Untuk mengetahui pengetahuan tenaga paramedis tentang Penggolongan  limbah klinis.
c.   Untuk mengetahui pengetahuan tenaga paramedis tentang katagori limbah klinis.
d.   Untuk mengetahui pengetahuan tenaga paramedis tentang pengaruh limbah klinis.
e.   Untuk mengetahui pengetahuan tenaga paramedis tentang sumber dan karateristik limbah klinis.        
f.    Untuk mengetahui pengetahuan tenaga paramedis tentang penanganan dan penampungan limbah klinis.

D.  Manfaat Penelitian                             
1.   Manfaat Teoritis
a.   Bagi penulis sebagai tambahan pengalaman dan wawasan untuk informasi bagi penelitian limbah klinis dengan prosedur yang tepat dan benar.
b.   Sebagai  acuan bagi penulis selanjutnya.
2.   Manfaat Aplikatif
a.       Sebagai masukkan bagi Puskesmas Buntul Kemumu untuk dapat meningkatkan pelayanan kebersihan lingkungan kesehatan khususnya  masalah limbah klinis.
b.      Sebagai bahan perbandingan dan masukan bagi Dinas Kesehatan  dalam meningkatkan sumber daya manusia.
Hasil penelitian diharapkan menjadi masukkan bagi instansi terkait dalam mengembangkan mutu kesehatan terutama dibidang pengelolaan limbah klinis. 

Selengkapnya..





Penelitian Kesehatan : TINJAUAN SANITASI DASAR


Pembangunan dibidang Kesehatan semakin luas dan kompleks perlu ditingkatkan dengan memantapkan dan mengembangkan Sistem Kesehatan Nasional, karena masalah lingkungan hidup sudah sejak lama menjadi isu Internasional dan sangat membutuhkan perhatian umat manusia di dunia maka lingkungan hidup perlu dikelola untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras dan seimbang, guna menunjang terlaksananya pembangunan yang berlanjut dan berwawasan lingkungan hidup (UU RI No. 23 Tahun 1997).
Tujuan pembangunan Kesehatan merupakan salah satu upaya pembangunan Nasional yang diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Pembangunan kesehatan dilakukan dengan memberi prioritas pada peningkatan kesehatan masyarakat dan keluarga serta pencegahan penyakit, disamping upaya pemulihan kesehatan. Sehubungan dengan itu, perlu dikembangkan Sistem Kesehatan Nasional yang terpadu yang dapat mendorong pastisipasi masyarakat (SKN, 1995).
Untuk mewujudkan tujuan pembangunan  kesehatan yaitu agar tercapainya sehat bagi setiap penduduk, maka perlu adanya peningkatan upaya kesehatan yang harus dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan dan dilaksanakan bersama-sama pemerintah dengan masyarakat (Depkes RI : 1998)  
Masalah kesehatan masyarakat adalah yang sangat besar dan kongkrit maka pemecahannya haruslah secara multi disiplin. Oleh sebab itu, kesehatan masyarakat sebagai seni atau peraktiknya mempunyai bentangan yang luas. Semua kegiatan baik yang langsung maupun tidak langsung untuk mencegah penyakit (Prepentif), meningkatkan kesehatan (Promotif), dan kuratif, maupun pemulihan (Rehabilitatif) kesehatan (fisik, mental, sosial) adalah upaya kesehatan masyarakat misalnya : pembersihan lingkungan, penyediaan air bersih, pengawasan makanan, perbaikan gizi, penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat, cara pembuangan tinja, pengelolaan sampah dan air limbah, pengawasan sanitasi tempat-tempat umum, pemberantasan sarang nyamuk, lalat, kecoa, dan sebagainya. (Notoatmodjo, 2007)
Pondok pesantren merupakan salah satu tempat atau wadah pendidikan agama Islam yang mendidik manusia agar menjadi insan yang bertakwa, ber akhlak mulia, sehat dan memiliki keterampilan, di Indonesia peranan pesantren sangat strategis dalam mendukung kemajuan dunia pendidikan sebab tidak sedikit alumni dari santri-santri pesantren ini mampu menjadi pemimpin di dalam semua instansi pemerintahan dan mampu bersaing dengan alumni sekolah-sekolah biasa.
Pondok pesantren telah berdiri sejak berkembangnya Agama Islam yang disiarakan oleh bangsa Arab dan Persia yang lokasinya tersebar diseluruh wilayah Indonesia dengan jumlah tidak kurang dari 40.000, namun masalah pokok yang di hadapi sekarang sebagian besar (80 %) masih menghadapi persoalan air bersih dan rawan sanitasi lingkungan. Minimnya kamar mandi yang tidak sesuai dengan jumlah santri bahkan didaerah tertentu sungai menjadi tempat cuci dan buang hajat sehingga mencemari lingkungan seputar pesantren tersebut (Anonymous 1995)
Di Indonesia jumlah pesantren yang terdata mencapai 3.991 (24,9 %) yang terdiri dari pesantren salafiah 3.824 (23,9 %) dan Ashriah 8.200 (51,2%) dengan mengunakan sistem kombinasi sedangkan jumlah santri secara keseluruhan sebanyak 3.190.394 terdiri dari santri 1. 696.494 (53,2%) dan santriwan mencapai 1. 493.900 (46,8%) dan berdasarkan aktivitas belajar pokok pesantren 38,2 % hanya mengaji dan 61,8 % santri mengaji dan sekolah selain itu letak bangunan pesantren (80,2 %) strategis namun kontruksi bangunan (45,5 %) yang memenuhi standar, kondisi kamar (28,7 %) karena kebanyakan dalam 1 kamar di huni oleh beberapa santri, air bersih (35,3 %) kebanyakan santri mengunakan air Sungai dan air sumur, buruknya hal sanitasi dasar pada pesantren di karenakan oleh minimnya dana yang di sediakan oleh pemerintah pusat untuk pesantren  (Depag RI, 2006)
Nangroe Aceh Darussalam merupakan Provinsi yang bergelar Serambi MeKah dahulunya memiliki pesantren mencapai 1123 pesantren atau dayah tersebar di seluruh Kabupaten namun pasca Tsunami yang terjadi tahun 2004 yang tersisa hanya 600 pesantren yang masih aktif dan terdata sedang dan pemerintah Nangroe Aceh Darussalam memplot kan dana untuk pesantren untuk tahun 2007 mencapai 170 Milyar. Setelah adanya kucuran dana tersebut tingkat perbaikan sanitasi dasar pada pesantren sedikit meningkat ini terlihat meningkatnya kontruksi bangunan pasca Tsunami yakni dari (24,3%) menjadi (70,5 %) demikian juga dalam hal air bersih (53,2 %), jambanisasi baru mencapai (35,7%) karena tidak berimbangnya jumlah santri dengan jumlah kamar mandi selain itu masih banyaknya santri mengunakan sungai sebagai sarana mandi, cuci, dan kakus
Kabupaten Bener Meriah memiliki 15 pondok pesantren yang masih aktif dan memiliki permasalahan sanitasi pesantren yakni air bersih, jamban, SPAL, dan sampah karena masih jauh dari standar kesehatan.  2007 ketersediaan Sarana Air Bersih hanya (42 %),  dan jamban (40 %) SPAL  (30 %) dan penaganan sampah di bakar (60 %)
Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan pada pondok pesantren Darussa’adah  Desa Bener Kelipah, Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah ditemukan beberapa masalah seperti saluran pembuangan air limbah (SPAL) kurang memenuhi persyaratan karena masih terbuka dan mengotori lingkungan seputar pesantren demikian juga tidak tersedianya tempat sampah yang memadai hanya ada 3 tempat sampah, yakni 1 memenuhi syarat karena terbuat dari bahan pelastik atau atom (ember) dan tertutup, 2 tidak memenuhi syarat karena terbuat dari kayu dan tidak tertutup, sehingga banyaknya sampah yang berserakan begitu juga dengan kamar mandi yang belum memenuhi standar dan tidak berimbangnya jumlah jamban dengan santri dimana mereka hanya memiliki 2 MCK 1 pria dan 1 wanita dengan jumlah jamban 4 pria dan 4 wanita mengingat hal tersebut diatas maka penulis berkeinginan untuk mengetahui secara jelas tentang sanitasi dipondok pesantren Darussa’adah Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah

A.    Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian diatas maka penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah bagai mana tinjauan sanitasi di pondok pesantren Darussa’adah Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah  tahun 2009.
C.  Tujuan Penelitian
1.      Tujuan Umum
      Untuk mendapatkan gambaran tentang sanitasi dasar pada pondok pesantren Darussa’adah Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah  tahun 2009.
2.      Tujuan Khusus
a.       Untuk mengetahui sarana air bersih pada pesantren  Darussa’adah Kecamatan Bandar kabupaten Bener Meriah 
b.      Untuk mengetahui sarana pembuangan kotoran manusia (Jamban) pada pesantren  Darussa’adah Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah 
c.       Untuk mengetahui sistem pembuangan air limbah pada pesantren  Darussa’adah Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah 
d.      Untuk mengetahui sistem pembuangan sampah pada pesantren  Darussa’adah Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah 
D.    Manfaat Penelitian
1.      Pemerintah
Sebagai sumbangan informasi dan masukan bagi pemerintah dan instansi terkait seperti Dinas Kesehatan Bener Meriah dalam meningkatkan serta pemberdayaan terhadap sanitasi dasar pesantren
  1. Pesantren
Sebagai masukan bagi pengelola pesantren tentang pentingnya memperhatikan sanitasi dasar pada pesantren khususnya bagi kesehatan santri.
  1. Santri
Sebagai masukan bagi santri serta dapat meningkatkan pengetahuan terhadap perlakuan sanitasi dasar pada pesantren tersebut
4.  Institusi Pendidikan
      Sebagai bahan masukan serta pertimbangan untuk institusi pendidikan untuk lebih memperhatikan keadaan sanitasi dasar pada pesantren-pesantren di wilayah kerja institusi
  1. Peneliti

Sebagai sarana untuk melatih diri dalam proses berpikir ilmiah sebagai implementasi pengetahuan dan keterampilan selama pendidikan

Selengkapnya...




Penelitian Kesehatan :: TINJAUAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEDISIPLINAN TENAGA KESEHATAN DI PUSKESMAS


BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang

Visi Indonesia sehat merupakan pandangan Indonesia dalam mencapai derajat kesehatan bagi semua. Pandangan pencapaian kesehatan bagi semua ini sering terjadi perubahan tetapi pada visi 2010 diharapkan pencapaian Indonesia sehat bagi semua pada tahun 2010 tercapai karena itu di butuhkan berbagai strategi dan misi. Strategi yang ada visi Indonesia sehat diantaranya pemahaman tentang paradigma sehat.( Depkes, 2004)
Salah satu upaya untuk pengembangan pelayanan kesehatan dilakukan di Puskesmas didasarkan pada misi didirikannya Puskesmas sebagai pusat pengembangan kesehatan (Centre for health development) diwilayah kerja tertentu. Upaya pengembangan dapat dilaksanakan melalui perluasan jangkauan wilayah sesuai dengan tingkat kemajuan kemajuan transportasi, peningkatan mutu pelayanan dan ketrampilan staf, peningkatan rujukan, peningkatan manajemen organisasi, dan peningkatan peran serta masyarakat (Muninjaya, 1999).

1
 
Untuk meningkatkan produktivitas para tenaga kerja dalam suatu organisasi harus ada sistem manajemen yang memadai dalam rangka mengatur setiap proses kerja dan memotivasi para karyawan, seperti pemberian pelatihan dan pengembangan bagi para karyawan. Hal ini perlu dilakukan untuk perbaikan kualitas, sikap, pengetahuan, ketrampilan wawasan dan disiplin yang berdaya guna dan berhasil guna pada diri setiap karyawan sehingga mampu menyelesaikan dan menganalisa setiap pekerjaan maupun tugas-tugas yang dibebankan (Siagian,2004).
Jumlah penduduk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2006 ± 4.368.875 jiwa. Mengingat jumlah penduduk yang terus bertambah dan banyaknya perbedaan aktifitas masyarakat maka semakin rentan pula masyarakat diserang oleh berbagai jenis penyakit. Untuk itu, dibutuhkan pelayanan yang optimal dari tenaga kesehatan. Pelayanan yang optimal dapat terwujud apabila tenaga kesehatan dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat sebagaimana yang diharapkan.
Dalam meningkatkan pemberiaan pelayanan kerja kepada masyarakat, maka pihak puskesmas Puskesmas Jeumpa Kecamatan Jeumpa   harus melakukan upaya-upaya yang mengarah kepada peningkatan mutu kerja tersebut, serta peningkatan kedisiplinan kerja seperti tenaga medis dan tenaga perawat yang siap melayani masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Upaya tersebut diantaranya dengan memberikan pembinaan kedisiplinan kerja tenaga kesehatan, pelatihan dan pengembangan serta kondisi kerja yang memuaskan, disamping itu, perlu membangkitkan semangat kerja individu (tenaga kesehatan perorangan) sehingga diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap kelancaran kerja dilingkungan pukesmas Puskesmas Jeumpa Kecamatan Jeumpa  .
Kedisiplinan kerja tenaga kesehatan merupakan tolak ukur yang menunjukkan gambaran  keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai suatu tujuan yang hendak di capai. Maka perlu peran aktif pemimpin dalam melakukan kontrol terhadap kinerja tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya agar meningkatnya kedisiplinan kerja, baik dari pengembangan tenaga kesehatan, pelatihan maupun pemberiaan sanksi-sanksi jika ada tenaga kesehatan yang melanggar peraturan kerja.
Berdasarkan hasil hasil inspeksi mendadak ke sejumlah instansi di lingkungan pemerintahan di Jakarta, 80 persen dari 3.000 pegawai masuk kerja. Sisanya, 20 persen jarang masuk atau  sedang melakukan dinas di luar. PNS yang tidak hadir ini dan mangkir atau tidak hadir dengan ketidakjelasan keterangan di hari efektif kerja akan  sanksi. Pemberian sanksi kepada PNS yang mangkir kerja disesuaikan dengan jenis pelanggaran yang dilakukan, mulai dari pemberian teguran lisan maupun tulisan atau pernyataan tidak puas dari pimpinan unit atau kepala dinas untuk PNS yang tidak hadir lebih dari satu hari. Pemberian sanksi, bisa diberikan langsung oleh pimpinan unit atau kepala dinas. Hal ini sesuai dengan PP Nomor 30 tahun 1980 tentang disiplin kerja PNS. Sidak ini hanya dilakukan pada hari pertama masuk kerja PNS pada jam kerja PNS sejak pukul 08.00 WIB sampai dengan 16.00 WIB (Purwanti, 2006).
Tingkat kedisiplinan petugas kesehatan di Puskesmas di Provinsi NAD terlihat rendah berdasarkan beberapa penelitian terlihat disiplin kerja petugas yang disiplin sebanyak tidak disiplin (59,4%) petugas di Puskesmas Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar tahun 2007 (Hera, 2007).
Berdasarkan data yang diperoleh di Puskesmas Jeumpa Kecamatan Jeumpa tahun 2008 Jumlah tenaga kesehatan adalah 129 orang dengan berbagai tingkat pendidikan dan disiplin ilmu kesehatan, yang terdiri dari 85 orang PNS termasuk 1 orang kepala puskesmas, 11 orang PTT dan 32 orang tenaga bakti. Puskesmas Jeumpa meliputi wilayah kerja sebanyak 42 desa yaitu Desa Alue, Desa  Blang Rheum, Paloh Panyang, Seunebok Lhong, Geulumpang Payong, Blang Seunong, Cot Leusong, Batee Timoh, Lipah Rayeuk, Cot Geurundong, Beurawang, Geudong Tampue, Cot Keutapang, Cot Tarom Baroh, Cot Tarom Timu, Blang Cot Teunong, Blang Cot Baroh, Seulembah, Lipah Cut, Blang Blahdeh, Mon Jambe, Blang Dalam, Kuala Jeumpa, Cot Gadong, Cot Bada,Teupok Tunong, Abeuk Usong, Abeuk Tingkem, Blang Mee, Blang Seupeung, Blang Gandai, Cot Iboh Cot Ulim, Pulo Lawang, Paloh Seulimeng, Teupok Baroh, lue Limeng, Sarah Sirong, Mon Mane, Cot Iboh Timu, Kota Meligo dan Cot Mego .   
Berdasarkan hasil observasi awal yang penulis lakukan di puskesmas Puskesmas Jeumpa Kecamatan Jeumpa   diketahui bahwa permasalahan yang terjadi masih kurangnya kedisiplinan kerja tenaga kesehatan, terlihat dari persentase kehadiran bedasarkan rekapitulasi absensi bulan Januari – Mei yaitu setiap petugas rata – rata 74% kehadiran perbulanya, bahkan ada yang hanya 25% kehadiran dalam 1 bulan. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor-faktor seperti jarak dimana ada petugas yang tempat tinggalnya jauh sehingga terlambat sampai ke Puskesmas. Keterbatasan fasilitas puskesmas seperti  ada seperti peralatan gigi, alat – alat pemeriksaan laboraturium dan pemeriksaan sanitasi lingkungan sehingga ada petugas yang malas masuk karena tidak bisa bekerja tidak tersedia fasilitas yang dan karena tak ada kerjaan maka mereka malas masuk, dan supervisi atasan yang jarang menegur bahkan kadangkala atasan tidak tahu karena  sering terlambat juga, serta situasi dan kondisi kerja yang tidak nyaman dan letak yamg dekat pasar sehingga kerap petugas berbelanja pada waktu dinas.
Berdasarkan permasalahan tersebut penulis tertarik untuk mengetahui : “Tinjauan faktor- faktor yang berhubungan dengan kedisiplinan tenaga kesehatan di puskesmas Puskesmas Jeumpa Kecamatan Jeumpa Kabupaten Aceh Utara tahun 2008”.

1.2.    Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahannya adalah, “Bagaimana tingkat kedisiplinan tenaga kesehatan terhadap peningkatan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat puskesmas Puskesmas Jeumpa Kecamatan Jeumpa Tahun 2008”.

1.3.    Ruang Lingkup Penelitian

Mengingat keterbatasan tenaga dan dana maka ruang lingkup penelitian ini dibatasi hanya pada jarak tempuh petugas kesehatan, supervisi atasan dan situasi dan kondisi dalam usaha meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di  puskesmas Puskesmas Jeumpa Kecamatan Jeumpa Kabupaten Aceh Utara

Selengkapnya..