INFORMASI PENTING

Tuesday, April 29, 2014

Pengaruh Perencanaan dan Partisipasi Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial Pada SKPD Kabupaten Langkat Dengan Pengawasan Anggaran Sebagai Variabel Moderating

Sekilas Bab 1 nya...

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang Masalah
Organisasi pemerintah daerah merupakan lembaga yang menjalankan roda pemerintah yang sumber legitimasinya berasal dari masyarakat. Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat serta adanya pengaruh globalisasi menuntut adanya keterbukaan.    Pola- pola lama penyelenggaraan pemerintah tidak sesuai lagi bagi tatanan masyarakat yang telah berubah. Diberlakukannya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Daerah, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Undang- undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang- undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Hal ini mengakibatkan pemerintah daerah semakin dituntut untuk meningkatkan kinerjanya dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Lahirnya otonomi daerah mengakibatkan pergeseran sistem pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi dan memberikan jalan bagi pemerintah daerah untuk melakukan pembaharuan dalam sistem pengelolaan keuangan daerah khususnya penganggaran dan penatausahaan keuangan daerah. Dalam pengelolaan keuangan daerah, pemerintah daerah dituntut untuk melakukan pengelolaan keuangan daerah yang berorientasi pada kepentingan publik (public oriented) Mardiasmo  (2002:56).
Dalam rangka mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance), yaitu pemerintahan yang taat hukum, tansparan, akuntabel, dan partisipatif agar mampu menjawab perubahan yang terjadi pada tataran lokal, nasional, regional maupun golobal, diperlukan penyempurnaan sistem penyelenggaraan pemerintahan yang didukung oleh aparatur yang profesional.  Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan meningkatkan kinerja manajerial dalam tataran pejabat pemerintahan daerah pada tingkatan paling bawah yaitu para pejabat eselon IV atau setingkat kepala sub bagian, kepala sub bidang dan kepala seksi.  Pejabat setingkat di atasnya adalah pejabat eselon III atau setingkat sekretaris, kepala bagian dan kepala bidang.    
Kinerja manajerial adalah kemampuan atau prestasi kerja yang telah dicapai oleh para personil yang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, untuk melaksanakan fungsi, tugas dan tanggung jawab mereka dalam menjalankan operasional perusahaan.  Kinerja manajerial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kinerja individu dalam kegiatan manajerial yang mencakup perencanaan, investigasi, koordinasi, evaluasi, pengawasan, pemilihan staff, negosiasi dan perwakilan. 
Tujuan utama penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran perusahaan yang telah ditetapkan sebelumnya agar mencapai hasil yang diinginkan.  Penilaian kinerja juga memberikan pendalaman yang penting pada manajemen mengenai segala segi efisiensi operasional dan mengungkapkan masalah perilaku yang penting karena inefisiensi maupun efisiensi perorangan              Wibowo.(2005:32).  Penilaian kinerja dilakukan untuk menekan prilaku yang tidak semestinya dan sekaligus mendorong untuk menegakkan prilaku yang semestinya melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya.
Kinerja dinilai berdasarkan pencapaian target anggaran dan efisiensi pelaksanaan anggaran. Pada umumnya karyawan akan menerima reward bila mampu memenuhi sasaran anggaran atau melebihi target anggaran. Sebaliknya akan mendapatkan punishment bila tidak mampu memenuhi target anggaran.
Penganggaran merupakan suatu proses yang cukup rumit pada organisasi sektor publik dibandingkan dengan penganggaran pada sektor swasta. Anggaran sektor publik merupakan intrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dari uang publik (Mardiasmo, 2005:76). Penganggaran dalam sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk masing-masing program dan aktivitas dalam satuan moneter. Tahap penganggaran menjadi sangat penting karena anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menyebabkan kegagalan pada perencanaan kerja yang telah disusun.
Penganggaran dalam organisasi sektor publik terutama pada pemerintah daerah merupakan suatu proses politik. Dalam hal ini anggaran merupakan intrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa anggaran publik menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi mengenai pendapatan, belanja dan aktivitas penyelenggaran tugas dan wewenang pemerintah daerah.
Dahulu penganggaran dilakukan dengan sistem top-down, dimana rencana dan jumlah anggaran telah ditetapkan oleh atasan/pemegang kuasa anggaran, sehingga bawahan/pelaksana anggaran hanya melaksanakan program sesuai yang telah disusun. Penerapan sistem anggaran seperti ini mengakibatkan kinerja bawahan/pelaksana anggaran menjadi tidak efektif karena target yang ditetapkan adakalanya tidak sesuai dengan realita yang seharusnya terjadi. Misalnya target yang ditetapkan terlalu tinggi padahal sumberdaya yang diberikan tidak mencukupi untuk mencapai target tersebut.
Mengetahui bahwa penganggaran dengan sistem top-down kurang maksimal dalam meningkatkan kinerja, maka dalam perkembangan sekarang ini pemerintah daerah mulai menyusun model perencanaan yang lebih partisipatif, dimana dengan sistem anggaran seperti ini memungkinkan serapan aspirasi dari seluruh komponen Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terutama pada setiap unit kerja dapat berpartisipasi dalam penyusunan anggaran.
Masalah yang berkaitan dengan hubungan partisipasi anggaran dengan kinerja telah diteliti secara luas, namun kebanyakan bukti-bukti empiris menunjukkan hasil yang variatif dan tidak konsisten. Misalnya; Kenis, 1979; Brownell, 1982; Brownell dan Mc.Innes, 1986; Frucot dan Shearon, 1991; Indriantoro, 1995 dan beberapa peneliti lain menemukan bahwa partisipasi anggaran dan kinerja memiliki hubungan yang sangat positif. Dilain pihak menemukan hasil sebaliknya seperti penelitian Sterdy, 1960; Bryan dan Locke, 1967; Chenhall dan Brownell, 1988; Milani, 1975, dan beberapa penelitian lain yang menemukan partisipasi anggaran tidak berhubungan dengan kinerja organisasi.
Dalam rangka meningkatkan kinerja sumber daya manusia pada organisasi pemerintahan tidak terlepas dari fungsi manajemen. Davis (2000:65) fungsi manajemen yang umum digunakan dalam suatu organisasi terdiri dari; perencanaan, pengorganisasian, pengawasan, pengarahan, dan pelaksanaan. Keselarasan antara fungsi-fungsi manajemen terutama menyangkut perencanaan, pengawasan, pengorganisasian yang baik akan mendorong efektifitas dalam bekerja setiap pegawai negara. Tanpa adanya penerapan fungsi manajemen dalam suatu organisasi dapat saja berdampak buruk bagi produktifitas organisasi dan juga berbagai dampak buruk lainnya.
Frucot (1991) menambahkan bahwa dalam fungsi perencanaan telah termasuk di dalamnya meramalkan, mengevaluasi dan komunikasi. Dalam fungsi pengorganisasian sangat tergantung dari pimpinan dalam memberikan perintah, arahan dan komunikasi antara atasan dengan bawahan. Pengawasan memerlukan intrumen-intrumen terukur dalam mengevaluasi pelaksanaan kegiatan oleh karyawan.
Namun yang selama ini kita lihat tidak seperti yang kita harapkan dikarenakan rendahnya pengawasan sehingga yang aktif makin aktif dan yang malas makin malas, jadi dimana peran dan fungsi dari kepala dinas dalam meningkatkan efektivitas kerja pegawai disini pemerintah mengambil suatu kebijakan untuk mengoptimalkan kinerja dari pada staf itu sendiri dengan memberi teguran secara langsung.
Dalam kegiatan pengawasan tadi terlibat unsur yang paling pokok yaitu unsur manusia didalamnya. Unsur manusia yang memegang peranan sebagai pengawas, ibarat mata dengan telinga bagi seorang pemimpin puncak (top management). Departemen pengawasan sebagai “mata’ dan “telinga” pemimpin. Sebagai mata dan telinga  tentu saja tidak dapat berbuat banyak selain melihat dan mendengar, jadi ia hanya sebagai perekam fakta tetapi fakta atau kenyataan yang sebenarnya yang ia lihat dan ia dengar itu tidak untuk didiamkan saja melainkan untuk diterjemahkan dan diteruskan kepada pihak pimpinan yang lebih tinggi atau kepada orang yang menugaskannya sebagai bahan untuk menentukan kebijaksanaan bila ditemukan kesalahan administratif ataupun tehnik fungsionalnya (Silalahi, 2002:43).
Di samping itu masih kurangnya implementasi terhadap kebijakan yang diambil oleh pimpinan dan juga tidak adanya sanksi yang tegas terhadap pelanggaran bagi pegawai yang telah melalaikan tugasnya berakibat pada kurang disiplinnya para pegawai dalam melaksanakan tugas-tugas mereka.
Permasalahan-permasalahan yang muncul dalam meningkatkan efektifitas kerja pegawai bila dihubungkan dengan penerapan fungsi manajemen pada Dinas-dinas dalam lingkungan pemerintahan Kabupaten Langkat masih banyak dijumpai terutama menyangkut tentang fungsi perencanaan, fungsi pengawasan, fungsi pelaksanaan dan fungsi pengorganisasian pegawai. Oleh karena fenomena empris yang terjadi di Kabupaten Langkat ini, maka peneliti ingin melakukan penelitian untuk melihat hubungan antara perencanaan anggaran, pengawasan anggaran dan partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial para penyusun anggaran.
Dalam hal perencanaan peningkatan kinerja sumber daya manusia, melibatkan unsur-unsur kepemimpinan dan hubungan antara pegawai dengan atasannya yang merencanakan karir seorang pegawai. Pada fungsi pengawasan mengindikasikan bahwa bila kurang tegasnya pimpinan dalam memberikan sanksi pada pegawai yang melanggar aturan dapat menyebabkan semakin meningkatnya ketidakdisiplinan pegawai. Demikian halnya dalam pelaksanaan, pelaksanaan setiap program kerja dari dinas masih kurang disosialisasikan kepada setiap pegawai, sehingga dalam membentuk arah dan kebijakan kerja sulit dicapai. Masalah yang muncul dari fungsi pengorganisasian berhubungan dengan tata kelola organisasi dan penerapan manajemen kepegawaian yang memadai. Pada akhirnya dari masalah-masalah yang muncul dalam penerapan fungsi manajemen ini akan berdampak pada kinerja organisasi dan efektifitas kerja pegawai akan semakin menurun.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan kajian lebih mendalam tentang kinerja manajerial pada pemerintah daerah dalam sebuah tesis dengan judul :  “Pengaruh Perencanaan dan Partisipasi Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial  Pada SKPD Kabupaten Langkat Dengan Pengawasan Anggaran Sebagai Variabel Moderating”.


Sekilas Bab 2 nya...
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1.  Landasan Teori
            Dalam bab ini akan dibahas lebih jauh mengenai perencanaan, pengawasan dan partisipasi anggaran dan hal-hal yang mempengaruhi kinerja manajerial SKPD. Menjabarkan teori-teori yang melandasi penelitian ini dengan referensi atau keterangan tambahan yang dikumpulkan selama penelitian.

1.1.1. Perencanaan Anggaran
Salah satu alat manajemen dalam memprediksikan kegiatan usaha di masa mendatang adalah melalui suatu proses perencanaan yang di dalamnya memuat berbagai rumusan tentang sesuatu yang akan dilakukan sekarang dan di masa yang akan datang sesuai dengan kebijakan manajemen dalam upaya mencapai tujuan perusahaan.
Banyak sekali pengertian dan definisi tentang perencanaan yang diberikan oleh para ahli ekonomi perusahaan maupun praktisi bisnis. Menurut Matz dan Usry (1992:4) Perencanaan merupakan proses “perabaan” atas peluang dan ancaman dari luar, penetapan atas tujuan yang diinginkan, dan pemanfaatan sumber-sumber daya guna mencapai tujuan, kebijaksanaan utamanya, penentuan waktu dalam tahapan besar dan faktor-faktor lain yang kaitannya dengan rencana jangka panjang. Heckert (1994:6) memberikan pengertian perencanaan (planning) sebagai berikut: “Perencanaan merupakan suatu proses kontinu untuk menetapkan kejadian dan kegiatan yang diperlukan untuk pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkan”.
Dari kedua pengertian perencanaan yang dirumuskan di atas, bahwa perencanaan merupakan suatu proses pembuatan terlebih dahulu tentang kegiatan yang dilakukan di masa yang akan datang untuk menghadapi berbagai ketidakpastian dan alternatif yang mungkin terjadi dengan menggunakan sumber-sumber yang ada secara ekonomis dan usaha pencapaian tujuan.
Ditinjau dari segi waktu, suatu perencanaan dapat dibedakan dalam tiga kelompok yaitu : Perencanaan jangka pendek, perencanaan jangka menengah dan perencanaan jangka panjang. Lamanya waktu perencanaan suatu perusahaan dengan perusahaan lain sangat tergantung pada jenis usaha serta aktivitas yang ada dalam perusahaan.
Biasanya perencanaan jangka pendek dituangkan dalam bentuk anggaran (budget). Menurut Latuheru (2007) anggaran adalah : “Suatu rencana yang disusun secara sistematis, yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan, yang dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter yang berlaku untuk jangka waktu (periode) tertentu di masa yang akan datang.”
Biasanya pembuatan anggaran memainkan peranan yang penting dalam mengoperasikan aktivitas perusahaan supaya dapat meningkatkan efesiensi dalam pemanfaatannya. Adapun manfaat utama anggaran menurut Hunsen (2001:78)
1.      Memberikan tanggung jawab kepada manajer atas segala perencanaan, maka penganggaran akan memaksa manajer untuk berpikir jauh ke depan.
2.      Memberikan harapan yang pasti, yang merupakan kerangka kerja terbaik untuk bisa menilai prestasi kerja.
3.      Membantu para manajer untuk mengkoordinasikan segala upayanya, agar sasaran perusahaan secara keseluruhannya berjalan dengan sasaran yang ingin dicapai oleh bagian-bagiannya.
Kesibukan dalam pekerjaan sehari-hari sering kali memadamkan gairah para manajer untuk memikirkan hal yang sangat berat. Dengan adanya anggaran para manajer dapat mudah menilai apakah sasaran yang dituju sudah mengalami kemajuan atau belum. Penganggaran secara tidak langsung akan memaksa manajer untuk bersiap-siap menghadapi kondisi yang berubah.
Di samping itu manfaat anggaran juga akan memberitahukan kepada karyawan apa yang diharapkan dari mereka, memungkinkan penilaian prestasi kerja dapat dilakukan dan juga dijadikan sarana untuk menghubungkan sasaran dari semua departemen yang akan dipadukan menjadi sasaran keseluruhan.
Menurut Davis (2003:46) merencanakan, merupakan persiapan suatu perusahaan untuk kondisi bisnis dimasa yang akan datang. Sebagai langkah pertama dalam proses perencanaan adalah menetapkan misi, yang menjelaskan tujuan utamanya.
Setiap perencanaan baik dalam organisasi manajerial maupun organisasi bisnis menyusun perencanaan untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam setiap perencanaan akan terlihat fungsi dari perencanaan itu sendiri dan juga faktor-faktor yang turut menentukan dalam menentukan perencanaan.
Menurut Davis (2003:48) fungsi perencanaan ini terbagi atas:
-         Rencana strategis, menggambarkan fokus bisnis utama perusahaan untuk jangka panjang.
-         Perencanaan taktis, merupakan rencana-rencana perusahaan yang berskala lebih kecil yang konsisten dengan rencana strategis.
-         Perencanaan operasional, menyusun metode-metode yang akan segera digunakan.
-         Perencanaan darurat, merupakan rencana-rencana alternatif yang di kembangkan untuk menghadapi berbagai kondisi bisnis yang mungkin terjadi.
Selanjutnya Hunsen (2001:78) mengemukakan ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam menyusun perencanaan, yaitu :
1.      Tujuan, atau posisi usaha yang diinginkan pada waktu mendatang.
2.      Suatu pengakuan atau keyakinan, bahwa tujuan yang dikehendaki dapat dicapai selayaknya dipandang dari sudut kondisi-kondisi ekstern yang mungkin terjadi di masa mendatang, yaitu kondisi lingkungan ekonomi sosial politik yang diharapkan akan terjadi.
3.      Suatu keyakinan bahwa tujuan dapat dicapai dengan sumber daya yang tersedia pada perusahaan.
4.      Keyakinan bahwa perusahaan dapat mengarahkan atau mengkoordinasikan atau melaksanakan tindakan-tindakan di masa mendatang, yang direncanakan untuk mencapai tujuan-tujuan (atau menghindari kondisi-kondisi yang merintangi kemajuan).
5.      Suatu pengertian atau pengakuan, bahwa perubahan yang tidak ada putusnya, dan perkembangan kondisi yang diharapkan, akan mengharuskan adanya penilaian-penilaian yang berkesinambungan terhadap tujuan, kendala dan rencana tindakan.
Dari kedua pendapat ahli di atas terlihat bahwa adanya kesinambungan antara fungsi dari perencanaan dengan faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan suatu perencanaan. Dalam melaksanakan perencanaan juga harus diperhatikan ke empat fungsi perencanaan, tentunya dengan prioritas pada fungsi yang sesuai dengan kondisi organisasi.

1.1.2. Partisipasi Anggaran
Dalam membahas tentang anggaran tidak terlepas dari beberapa teori yang dikembangkan oleh Hopwood, 1976; Locke dan Schweiger, 1979; Locke dan Latham, 1990; Shield dan Shield, 1998 yang dikutip Latuheru  (2007). Teori yang dikembangkan oleh para ahli di atas adalah; (a) Teori ekonomi, teori ini menganggap bahwa individu yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran, dimotivasi oleh dua stimulan yaitu; 1) berbagi informasi (information sharing), dan 2) koordinasi tugas (task coordination). (b) Teori psikologi, teori ini menganggap bahwa partisipasi anggaran menyediakan pertukaran informasi antara atasan/ pemegang kuasa anggaran dan bawahan/ pelaksana anggaran.
Ada dua alasan kuat yang menyebabkan munculnya teori psikologi, yaitu; (1) keterlibatan atasan/ pemegang kuasa anggaran dan bawahan/ pelaksana anggaran dalam partisipasi anggaran mendorong pengendalian informasi tidak simetris dan ketidakpastian tugas, (2) melalui partisipasi anggaran individu dapat mengurangi tugas dan mendapatkan kepuasan kerja, pada akhirnya dapat mengurangi kesenjangan anggaran.
Secara lebih luas pada dasarnya partisipasi merupakan proses organisasional, dimana para individu terlibat dan mempunyai pengaruh secara langsung terhadap para individu tersebut. Dalam konteks yang lebih spesifik, partisipasi dalam penyusunan anggaran merupakan proses dimana para individu yang kinerjanya dievaluasi dan memperoleh penghargaan berdasarkan pencapaian target anggaran, terlibat dan mempunyai pengaruh dalam penyusunan target anggaran (Brownell, 2004:121).
Anggaran merupakan elemen sistem pengendalian manajemen yang berfungsi sebagai alat perencanaan dan pengendalian agar manajer dapat melaksanakan kegiatan organisasi secara lebih efektif dan efisien (Schief dan Lewin, 1970; Welsch, et.al, 1996 dalam Latuheru (2007). Sebagai alat perencanaan, anggaran merupakan rencana kegiatan yang terdiri dari sejumlah target yang akan dicapai oleh para manajer departemen suatu perusahaan dalam melaksanakan serangkaian kegiatan tertentu pada masa yang akan datang. Anggaran digunakan oleh manajer tingkat atas sebagai suatu alat untuk melaksanakan tujuan-tujuan organisasi ke dalam dimensi kuantitatif dan waktu, serta mengkomunikasikan kepada manajer-manajer di tingkat bawah sebagai rencana kerja jangka panjang maupun jangka pendek. Sasaran anggaran dapat dicapai melalui pelaksanaan serangkaian aktivitas yang telah ditetapkan sebelumnya dalam bentuk anggaran.
Proses penyusunan anggaran melibatkan banyak pihak, mulai dari manajemen tingkat atas sampai manajemen tingkat bawah. Anggaran mempunyai dampak langsung terhadap prilaku manusia (Siegel, 2008:48), terutama bagi orang yang terlibat langsung dalam penyusunan anggaran. Untuk menghasilkan  anggaran yang efektif, manajer membutuhkan kemampuan untuk memprediksi masa depan dengan mempertimbangkan berbagai faktor, seperti; faktor lingkungan, partisipasi dan gaya penyusunan. Pada saat bawahan memberikan perkiraan yang bias kepada atasan, maka hal ini akan memungkinkan munculnya kesenjangan anggaran (budgetary slack). Manajer dengan tingkat keterlibatan kerja yang tinggi akan memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk menciptakan kesenjangan anggaran, yaitu untuk melindungi pekerjaan mereka dan untuk melindungi image mereka dalam jangka pendek (Cyert and March, 1963 dalam Latuheru, 2007).
Menurut Brownell (2004:84) partisipasi anggaran sebagai suatu proses dalam organisasi yang melibatkan para manajer dalam penentuan tujuan anggaran yang menjadi tanggungjawabnya. Partisipasi banyak menguntungkan bagi suatu organisasi sebagaimana yang diungkapkan Sord dan Welsch dalam Noor (2007) yang mengemukakan bahwa partisipasi yang lebih tinggi akan menghasilkan moral yang lebih baik dan inisiatif yang lebih tinggi pula.
Partisipasi anggaran memberikan dampak positif terhadap prilaku karyawan, meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi dan meningkatkan kerjasama diantara manajer. Walaupun demikian, bentuk keterlibatan bawahan/ pelaksana anggaran disini dapat bervariasi, dan tidak sama perlakuan yang terjadi pada satu organisasi dengan organisasi lainnya. Belum ada keseragaman pandangan mengenai siapa saja yang harus turut berpartisipasi, seberapa dalam keterlibatan mereka dalam pengambilan keputusan dan beberapa masalah menyangkut partisipasi (Siegel dan Muchadarsyah, 2000). Organisasi harus memutuskan sendiri batasan-batasan mengenai partisipasi yang akan diterapkan.

SEDOT LANGSUNG GAN
KLIK DISINI LALU TEKAN CTRL + S



Sunday, April 20, 2014

PENGARUH KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP PENGUNGKAPAN SUKARELA DALAM LAPORAN TAHUNAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.                  Latar Belakang Masalah
Dewasa ini perekonomian banyak mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan jaman yang semakin berkembang. Perkembangan kondisi lingkungan ekonomi tersebut banyak berpengaruh terhadap dunia usaha dan menciptakan persaingan yang semakin ketat dalam dunia usaha. Untuk dapat bersaiang perusahaan diharapkan untuk dapat lebih transparan dalam mengungkapkan informasi perusahaan.
Bagi perusahaan-perusahaan yang melakukan penawaran kepada publik atau go publik, wajib melaporkan laporan keuangan tahunan perusahaannya kepada BAPEPAM. Laporan keuangan tahunan merupakan media bagi manajemen perusahaan untuk memberikan informasi kepada pihak luar. Begitu juga sebaliknya bagi pihak diluar suatu perusahaan, bahwa laporan keuangan tahunan merupakan jendela informasi yang memungkinkan mereka untuk mengetahui kondisi suatu perusahaan pada masa pelaporan.
Laporan tahunan pada dasarnya merupakan sumber informasi bagi investor sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi di pasar modal dan juga sebagi sarana pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Adanya informasi yang lengkap, akurat serta tepat waktu memungkinkan investor untuk melakukan pengambilan keputusan secara rasional sehingga hasil yang diperoleh sesuai dengan apa yang diharapkan.
Keadaan perekonomian dunia yang mengalami ketidakstabilan pada periode 2008-2009 menjadi sebuah fenomena yang sangat luar biasa sehingga berdampak kepada terjadinya krisis global yang pada akhirnya menjadi ancaman bagi berbagai perusahaan termasuk perusahaan manufaktur. Dan hal ini mengakibatkan para investor dan kreditor berhati-hati dalam melakukan penanaman modal pada suatu perusahaan demi mengantisipasi resiko yang akan terjadi. Selain itu, para investor akan menelaah secara teliti laporan keuangan yang dimiliki oleh suatu perusahaan untuk mengetahui kelangsungan hidup perusahaan. Investor dalam menanamkan dananya pada perusahaan, menilai bagaimana manajemen perusahaan melakukan pengungkapan yang lebih luas dalam laporan keuangan yang menjelaskan kinerja perusahaan secara keseluruhan. Dasar pengambilan keputusan bagi para investor, kreditor dan pengguna informasi lainnya adalah informasi yang disajikan harus dapat dipahami, dipercaya, relevan dan transparan. Hal tersebut disebabkan kegiatan investasi merupakan suatu kegiatan yang mengandung resiko dan ketidakpastian. Kualitas investasi dipengaruhi oleh kualitas pengungkapan (disclosure) yang memadai.
Pengungkapan informasi dalam laporan  tahunan perusahaan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) (Lekok 2006). Pengungkapan wajib merupakan pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh standart akuntansi yang berlaku. Dimana BAPEPAM sebagai otoritas pengungkapan wajib di indonesia mengeluarkan Surat Edaran Ketua Bapepam No. SE-02/PM/2002 tanggal 27 Desember 2002. Sedangkan pengungkapan sukarela merupakan pilihan bebas manajemen perusahaan untuk memberikan informasi akuntansi dan informasi lainnya yang dipandang relevan untuk pengambilan keputusan oleh pengguna laporan keuangan tersebut. Menurut Widyanto (2011) jenis pengungkapan informasi sukarela dapat dikelompokkan kedalam 8 (delapan) butir pengungkapan yaitu : (1). Informasi Umum Perusahaan, (2). Informasi Dewan Komisaris dan Direksi, (3). Prospek Bisnis, (4). Penelitian dan Pengembangan, (5). Informasi Karyawan, (6). Tanggung Jawab Sosial, (7). Peningkatan Produk dan Jasa, dan (8). Informasi Penerapan GCG. Dan pengungkapan sukarela dalam penelitian ini lebih diarahkan atau lebih difokuskan dalam hal mengenai pengungkapan sosial / tanggung jawab sosial yang dilakukan perusahaan. Pengungkapan sosial muncul karena adanya kesadaran masyarakat tentang lingkungan sekitar perusahaan, keberhasilan perusahaan tidak hanya pada laba semata tetapi ditentukan juga oleh kepedulian perusahaan terhadap masyarakat sekitar (Yuliani dalam Premana, 2011).
Pertimbangan manajemen untuk mengungkapkan informasi secara sukarela dipengaruhi oleh faktor biaya dan manfaat. Manajemen akan mengungkapkan informasi secara sukarela bila manfaat yang diperoleh dari pengungkapan informasi tersebut lebih besar dari biayanya. Melakukan pengungkapan sukarela secara lebih luas merupakan salah satu media bagi menejer untuk meningkatkan kredibilitas perusahaan.
Manejer sebagai pengelola perusahaan tentunya lebih banyak mengetahui informasi mengenai internal perusahaan dibandingkan pemilik (pemegang saham) dan calon investor. Oleh karena itu sebagai pengelola, menejer berkewajiban memberikan informasi kepada investor dan calon investor. Akan tetapi informasi yang disampaikan terkadang diterima tidak sesuai dengan kondisi perusahaan sebenarnya atau informasi yang tidak simetris (asimetri informasi). Sehingga melalui pengungkapan yang dilakukan perusahaan secara sukarela akan memperkecil tingkat asimetri informasi.
Pengungkapan informasi secara sosial kemungkinan dipengaruhi oleh karakteristik-karakteristik tertentu perusahaan sehingga akan mengakibatkan perbedaa luas pengungkapan dalam laporan tahunan. Perbedaan ini terjadi karena karakteristik dan filosofi manajemen masing-masing perusahaan juga berbeda Dan karakter tersebutlah yang membedakan satu perusahaan dengan perusahaan lainnya sekalipun mereka berada dalam satu jenis usaha yang sama. Menurut Sidharta dan Cristianti (dalam Laraswita dan Indrayani, 2010), karakteristik perusahaan merupakan ciri khas atau sifat yang melekat dalam suatu entitas yang dapat dilihat dari berbagai segi yang dimiliki oleh perusahaan tersebut.
Ukuran perusahaan dapat dijadikan sebagai salah satu karakteristik perusahaan karena dengan adanya ukuran perusahaan dapat mengklasifikasikan perusahaan menjadi perusahaan besar, menengah dan kecil. Ukuran perusahaan dapat dinyatakan dalam total aktiva, penjualan dan kapitalisasi pasar. Semakin besar total aktiva, penjualan, dan kapitalisasi pasar maka semakin besar pula ukuran sebuah perusahaan. Semakin besar perusahaan maka akan semakin lengkap pengungkapan laporan tahunan yang disajikan oleh manajemen perusahaan. Hal ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Rosmasita (2007) dan Adikara (2011) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan tanggungjawab sosial. Namun berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Veronica (2010) yang menyatakan bahwa secara parsial ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan tanggungjawab sosial.
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal itu sendiri. Dengan demikian, investor jangka panjang akan sangat berkepentingan dengan analisis profitabilitas misalnya pemegang saham akan melihat keuntungan yang benar-benar diterima dalam bentuk deviden. Profitabilitas merupakan suatu indikator kinerja yang dilakukan oleh manajemen dalam mengelola kekayaan perusahaan yang ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan. Perusahaan yang memiliki rasio profitabilitas yang tinggi mendorong perusahaan itu melakukan pengungkapan yang lebih lengkap karena menunjukkan bahwa perusahaan itu berada pada posisi aman dan mapu bersaing. Hal ini mendukung hasil penelitian Rahajeng (2010), namun hasil penelitian yang dilakukan Sembiring (2003) menyatakan bahwa profitabilitas tidak memiliki pengaruh terhadap pengungkapan sukarela tanggungjawab sosial.
Rasio likuiditas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya atau kewajiban yang segera jatuh tempo dengan sumber jangka pendeknya. Semakin tinggi rasio likuiditas maka semakin tinggi kemampuan perusahaan membayar hutang-hutang jangka pendeknya. Secara financial perusahaan yang kuat akan lebih mengungkapkan informasi daripada perusahaan yang lemah. Mampu tidaknya perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendek inilah yang menjadikan rasio likuiditas dijadikan sebagai salah satu karakteristik perusahaan yang berpengaruh dalam pengungkapan sukarela. Hal ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Prayogi (2003) dan Rahajeng (2010). Namun tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Silitonga (2011) yang menyatakan likuiditas tidak memiliki pengaruh terhadap pengungkapan tanggungjawab sosial.
Porsi kepemilikan saham publik adalah porsi saham beredar (outstanding share) yang dimiliki masyarakat atau publik domestik (degree of public). Semakin banyak saham yang dimiliki oleh publik, maka semakin besar tekanan yang dihadapi perusahaan untuk mengungkapkan informasi lebih banyak dalam laporan tahunan. Hal ini dikarenakan dengan semakin besar porsi kepemilikan publik, maka semakin banyak pihak yang membutuhkan informasi tentang perusahaan, sehingga semakin banyak pula butir-butir informasi yang menditail yang dituntut untuk dibuka dalam laporan tahunan. Hal ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Prayogi (2003). Namun tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Adikara (2011) yang menyatakan porsi kepemilikan saham publik tidak berpengaruh terhadap pengungkapan tanggungjawab sosial,
Berdasarkan penjelasan yang dikemukakan sebelumnya bahwa terdapat perbedaan hasil penelitian dari beberapa peneliti terdahulu dengan hasil yang tidak konsisten. Perbedaan ini dapat disebabkan karena perbedaan objek dan waktu penelitian. Perbedaan hasil penelitian inilah memotivasi peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan memfokuskan objek penelitian pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini dikhususkan pada perusahaan manufaktur, karena dalam menjalankan kegiatan usahanya kemungkinan merusak dan mencemari lingkungan lebih besar daripada perusahaan non-manufaktur. Dalam penelitian ini perusahaan manufaktur diduga lebih besar melakukan pengungkapan tanggung jawab soail daripada perusahaan non-manufaktur, hal tersebut sesuai dengan Undang – Undang RI No. 40 tahun 2007 tentang pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan untuk perseroan terbatas dalam hal ini perusahaan manufaktur.
Pada penelitian ini, peneliti menambahkan variabel struktur modal yang tidak dijadikan variabel oleh peneliti sebelumnya. Adapun yang menjadi alasan peneliti adalah suatu perusahaan yang ingin tumbuh dan berkembang membutuhkan dana dalam jumlah yang besar untuk memenuhi kebutuhan operasi perusahaan. Perusahaan akan sulit jika mengandalkan modal sendiri atau laba yang dihasilkan saja, perusahaan membutuhkan pihak luar yang dapat membantu memenuhi kebutuhan dananya seperti investor, kreditur dan pihak lainnya terkait investasi. Dalam hal ini menyangkut pihak eksternal perusahaan, maka permintaan akan tuntutan pengungkapan informasi secara transparan dalam laporan tahunan perusahaan juga meningkat. Selain itu yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah variabel dependen (pengungkapan sukarela) yang diarahkan peneliti ke bidang tanggungjawab sosial atau Corporate Social Responsibility.


Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Sukarela dalam Laporan Tahunan (Stdudi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)”.
1.2         Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah :
1.        Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan sukarela (bidang tanggung jawab soisal / Corporate Social Responsibility) dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI?
2.        Apakah net profit margin perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan sukarela (bidang tanggung jawab soisal / Corporate Social Responsibility) dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI?
3.        Apakah likuiditas berpengaruh terhadap pengungkapan sukarela (bidang tanggung jawab soisal / Corporate Social Responsibility) dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI?
4.        Apakah porsi kepemilikan saham publik berpengaruh terhadap pengungkapan sukarela (bidang tanggung jawab soisal / Corporate Social Responsibility) dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI?
5.        Apakah struktur modal berpengaruh terhadap pengungkapan sukarela (bidang tanggung jawab soisal / Corporate Social Responsibility) dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI?
6.        Apakah ukuran perusahaan, net profit margin, likuiditas, porsi kepemilikan saham publik, dan struktur modal berpengaruh secara simultan terhadap pengungkapan sukarela (bidang tanggung jawab soisal / Corporate Social Responsibility) dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI?

1.3              Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, maka permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dibatasi pada pengaruh karakteristik perusahaan (ukuran perusahaan, net profit margin, likuiditas, porsi kepemilikan saham publik, dan struktuur modal) secara signifikan mempengaruhi kelengkapan pengungkapan sukarela (bidang tanggung jawab soisal / Corporate Social Responsibility) dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk data tahun 2008-2011.
1.4              Perumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1.    Apakah ukuran perusahaan berpengaruh secara parsial terhadap pengungkapan sukarela (bidang tanggung jawab soisal / Corporate Social Responsibility) dalam laporan tahunan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
2.     Apakah net profit margin berpengaruh secara parsial terhadap pengungkapan sukarela (bidang tanggung jawab soisal / Corporate Social Responsibility) dalam laporan tahunan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
3.    Apakah likuiditas berpengaruh secara parsial terhadap pengungkapan sukarela (bidang tanggung jawab soisal / Corporate Social Responsibility) dalam laporan tahunan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
4.    Apakah porsi kepemilikan saham publik berpengaruh secara parsial terhadap pengungkapan sukarela (bidang tanggung jawab soisal / Corporate Social Responsibility) dalam laporan tahunan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
5.    Apakah struktur modal berpengaruh secara parsial terhadap pengungkapan sukarela (bidang tanggung jawab soisal / Corporate Social Responsibility) dalam laporan tahunan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
6.    Apakah ukuran perusahaan, net profit margin, likuiditas, porsi kepemilikan saham publik, dan struktur modal berpengaruh secara simultan terhadap pengungkapan sukarela (bidang tanggung jawab soisal / Corporate Social Responsibility) dalam laporan tahunan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
1.5         Tujuan Penelitian
1.    Untuk menguji apakah ukuran perusahaan secara parsial mempengaruhi  pengungkapan sukarela (bidang tanggung jawab soisal / Corporate Social Responsibility) dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
2.    Untuk menguji apakah net profit margin secara parsial mempengaruhi pengungkapan sukarela (bidang tanggung jawab soisal / Corporate Social Responsibility) dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
3.    Untuk menguji apakah  likuiditas secara parsial mempengaruhi pengungkapan sukarela (bidang tanggung jawab soisal / Corporate Social Responsibility) dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
4.    Untuk menguji apakah  porsi kepemilikan saham publik secara parsial mempengaruhi pengungkapan sukarela (bidang tanggung jawab soisal / Corporate Social Responsibility) dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
5.    Untuk menguji apakah struktur modal secara parsial mempengaruhi pengungkapan sukarela (bidang tanggung jawab soisal / Corporate Social Responsibility) dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
6.    Untuk menguji apakah ukuran perusahaan, net profit margin, likuiditas, porsi kepemilikan saham dan struktur modal secara parsial mempengaruhi pengungkapan sukarela (bidang tanggung jawab soisal / Corporate Social Responsibility) dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
1.6              Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1.      Bagi Peneliti, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang masalah yang diteliti, sehingga dapat diperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai kesesuaian di lapangan dengan teori yang ada.
2.      Bagi Investor, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi atau masukan dalam pengambilan keputusan investasi

3.      Bagi Akademis, dapat memberikan tambahan literatur yang membantu di dalam perkembangan ilmu akuntansi dan menambah wawasan tentang pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan.



SIKAP WANITA USIA SUBUR (WUS) PADA PERSIAPAN PRAKEHAMILAN DI DUSUN XII DESA KOTA DATAR KECAMATAN HAMPARAN PERAK KABUPATEN DELI SERDANG PERIODE 2 - 21 MEI 2011

BAB I

PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Wanita Usia Subur (WUS) adalah wanita yang keadaan organ reproduksinya berfungsi dengan baik antara umur 15-45 tahun. Puncak kesuburan ada pada rentang usia 18-29 tahun. Pada usia ini wanita lebih memiliki kesempatan 95% untuk hamil. Pada usia 30-an tahun persentasenya menurun hingga 90%. Sedangkan memasuki usia 40 kesempatan hamil berkurang hingga menjadi 40%. Setelah usia 40 tahun wanita hanya mempunyai 10% kesempatan untuk hamil. Sedangkan pada usia 15-17 kesempatan hamil masih rendah karena organ reproduksi wanita untuk hamil masih kurang baik. Masalah kesuburan organ reproduksi merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui wanita.(1)
Masa sebelum kehamilan disebut juga dengan prakehamilan, dimana seorang wanita yang belum hamil perlu mempersiapkan diri dan mental sebelum kehamilan agar ibu dan bayi tidak mengalami hal-hal yang berbahaya selama kehamilan. Banyak hal penting yang terjadi sebelum wanita menyadari bahwa dirinya hamil. Oleh karena itu seorang wanita yang belum hamil perlu mengetahui tanda bahaya pada masa kehamilan yang mengancam keselamatan ibu dan janin yang dikandung. Sesuai dengan program di Puskesmas tanda bahaya yang perlu diketahui wanita hamil adalah perdarahan yang keluar dari jalan lahir, infeksi, eklamsia, hiperemesis gravidarum dan abortus.(2)
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar bagi negara-negara berkembang. Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan di seluruh dunia lebih dari 585.000 ibu meninggal tiap tahun saat hamil dan bersalin. Di Indonesia menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 angka kematian ibu masih cukup tinggi yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup. Prioritas penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan (28%), eklamsia (24%), infeksi (11%), hiperemesis gravidarum (10%) dan abortus (5%). Perdarahan menempati persentase tinggi penyebab kematian ibu. Di negara miskin sekitar 25% - 50% kematian WUS disebabkan oleh hal-hal yang berkaitan dengan kehamilan tersebut.(2)
Kehamilan resiko adalah kehamilan patologi yang dapat mempengaruhi  keadaan ibu dan janin. Di Provinsi Jawa Timur tahun 2006 kehamilan ibu beresiko sebesar 82,92%, sedangkan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2005 sebesar 40%. Artinya kejadian beresiko mengalami peningkatan dari tahun 2005 ke tahun 2006. Sedangkan di Kota Semarang tahun 2006 sebanyak 15 orang (0,61%) dari 24.498 kelahiran hidup. Tahun 2007 sebanyak 27 orang (0,107%) dari 25.160 kelahiran hidup. Angka kematian maternal di Sumatera Utara pada tahun 2007 tercatat sebesar 11 per 41.321 kelahiran hidup. Secara garis besar dapat  disimpulkan bahwa kematian ibu diakibatkan oleh tanda bahaya dalam kehamilan dan persalinan yang harus diketahui WUS sebelum kehamilan.(2)
Berdasarkan uraian diatas saya merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai sikap WUS pada persiapan prakehamilan  di  Dusun XII Desa  Kota  Datar   Kecamatan  Hamparan  Perak  Kabupaten  Deli  Serdang.

1.2              Rumusan Masalah
Bagaimana sikap WUS pada persiapan prakehamilan di Dusun XII Desa  Kota  Datar  Kecamatan  Hamparan  Perak  Kabupaten  Deli  Serdang Periode 2 – 21 Mei 2011.

1.3              Pertanyaan Masalah
1.3.1    Bagaimana sikap WUS pada persiapan prakehamilan.
1.3.2    Bagaimana sikap WUS pada persiapan prakehamilan berdasarkan umur.
1.3.3    Bagaimana sikap WUS pada persiapan prakehamilan berdasarkan pendidikan.
1.3.4    Bagaimana sikap WUS pada persiapan prakehamilan berdasarkan  pekerjaan.
1.3.5    Bagaimana sikap WUS pada persiapan prakehamilan berdasarkan  sumber  informasi.
1.4              Tujuan penelitian
1.4.1        Tujuan umum
Untuk mengetahui  sikap WUS pada persiapan prakehamilan.
1.4.2        Tujuan khusus
a.       Diketahuinya sikap WUS pada persiapan prakehamilan.
b.      Diketahuinya sikap WUS pada persiapan prakehamilan berdasarkan  umur.
c.       Diketahuinya sikap WUS pada persiapan prakehamilan berdasarkan pendidikan.
d.      Diketahuinya sikap WUS pada persiapan prakehamilan berdasarkan pekerjaan.
e.       Diketahuinya sikap WUS pada persiapan prakehamilan berdasarkan  sumber informasi.

1.5       Manfaat penelitian
1.5.1    Bagi WUS
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi serta menambah wawasan  dan pengetahuan WUS tentang sikap WUS pada persiapan prakehamilan.

1.5.2    Bagi Institusi
Dapat menambah referensi perpustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Flora Medan, sehingga pembaca kelak dapat menjadikannya sebagai acuan dalam melakukan penelitian yang akan datang.
1.5.3    Bagi Peneliti

Dengan melakukan penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan serta pemahaman mengenai sikap WUS pada persiapan prakehamilan.