INFORMASI PENTING

Wednesday, February 12, 2014

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AUDIT DELAY PADA PERUSAHAAN GO PUBLIK DI BURSA EFEK INDONESIA


BAB II
KAJIAN PUSTAKA


A.    Kerangka Teori
1.      Laporan Keuangan
Laporan keuangan yang dihasilkan oleh pihak manajemen suatu perusahaan merupakan hasil akhir dari proses atau kegiatan-kegiatan akuntansi yang dilakukan perusahaan. Laporan keuangan dibuat untuk mempertanggungjawabkan kegiatan perusahaan terhadap pemilik dan memberi informasi mengenai posisi keuangan yang telah dicapai perusahaan. Laporan keuangan adalah suatu laporan tertulis yang merupakan bentuk pandangan secara wajar mengenai posisi keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertangggungjawaban (stewardship) manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka (IAI, 2002).
Menurut Soemarso (2004),
“Laporan keuangan adalah laporan yang dirancang untuk para pembuat keputusan, terutama pihak di luar perusahaan, mengenai posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan. Laporan keungan terdiri dari neraca, laporan laba rugi dan laporan arus kas. Neraca menggambarkan aktiva, utang dan ekuitas para pemilik perusahaan untuk tanggal tertentu, sedangkan laporan laba rugi menggambarkan pendapatan bersih dari kegiatan operasi perusahaan selama periode tertentu. Laporan arus kas menggabungkan informasi dari neraca dan laporan laba rugi untuk menggambarkan sumber dan penggunaan kas selama periode tertentu dalam sejarah hidup perusahaan”.

Laporan keuangan yang telah disusun dan disajikan kepada semua pihak yang berkepentingan pada hakekatnya merupakan alat komunikasi. Artinya laporan keuangan digunakan untuk mengkomunikasikan informasi keuangan dari perusahaan dan kegiatan-kegiatan perusahaan tersebut kepada pihak-pihak yang berkepentingan, sehingga manajemen mendapat informasi yang bermanfaat untuk : (Munawir, 2000)
a.       Mengukur tingkat biaya dari berbagai kegiatan perusahaan
b.      Untuk menentukan atau mengukur efisiensi tiap bagian, proses atau produksi, serta untuk menentukan derajat keuntungan yang dapat dicapai.
c.       Untuk menilai dan mengukur hasil kerja tiap-tiap individu yang telah diserahi wewenang dan tanggung jawab
d.      Untuk menentukan perlu tidaknya digunakan guna mencapai hasil yang baik. 
Ikatan Akuntansi Indonesia dalam PSAK (Prosedur Standar Akuntansi Keuangan) paragraph 12 mengemukakan tujuan dari laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Bab 4 dari APB (Accounting Principle Board) statemen No.4 mengklasifikasikan tujuan laporan keuangan sebagai berikut (Riahi dan Belkaoui, 2006: 212):
a.       Tujuan umum, yaitu menyajikan laporan posisi keuangan secara wajar sesuai prinsip akuntansi yang diterima umum.
b.      Tujuan khusus, yaitu memberikan informasi tentang kekayaan, kewajiban, kekayaan bersih, proyeksi laba, perubahan kekayaan dan kewajiban serta informasi lainnya yang relevan.
c.       Tujuan kualitatif, sebagai berikut
1.      Relevance: memilih informasi yang benar-benar dapat membantu pemakai laporan dalam pengambilan keputusan.
2.      Understanability: informasi yang disajikan bukan saja informasi yang penting tetapi mudah untuk dimengerti oleh pemakainya.
3.      Variability: hasil akuntansi itu harus dapat diperiksa oleh pihak lain.
4.      Timeliness: laporan akuntansi hanya bermanfaat untuk pengambilan keputusan apabila diserahkan pada saat yang tepat.
5.      Comparability: informasi akuntansi harus dapat dibandingkan, artinya akuntansi harus memiliki prinsip yang sama untuk semua perusahaan.
6.      Completeness: informasi yang sama untuk semua kebutuhan layak bagi pemakai.
Didalam masyarakat yang perekonomiannya sudah maju, atau sering disebut masyarakat industri, maka komunikasi data keuangan dan data ekonomi lainnya sangat diperlukan. Perekonomian masyarakat tersebut dicerminkan dalam bentuk organisasi badan usaha yang besar dimana para pemilik atau penanam modalnya sudah menyebar ke seluruh pelosok daerah dan operasinya yang sudah menjangkau secara luas bahkan sampai keluar negeri. Para penanam modal tersebut percaya bahwa modal yang ditanam dalam perusahaan perlu diadakan pengawasan dan pengendalian, sehingga mereka sangat memerlukan laporan keuangan yang dapat dipercaya dari perusahaan dimana mereka menanamkan modalnya.
Laporan keuangan yang disajikan tersebut hendaknya dapat memenuhi keperluan yaitu dapat memberi informasi secara kuantitatif, lengkap dan dapat dipercaya. Disamping itu laporan keuangan harus mencerminkan keadaannya secara tepat dan netral sehingga para pengambil keputusan yang mendasarkan diri pada laporan keuangan tidak tersesat.
2.      Audit
a.       Defenisi audit
Ada beberapa pengertian audit yang diberikan oleh beberapa ahli di bidang akuntansi, antara lain:
Menurut Arens dan Loebbecke (2003):
“Auditing adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi dimaksud dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan”.

Menurut Mulyadi (2002):
“Auditing adalah Suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan”.

Secara umum pengertian di atas dapat diartikan bahwa audit adalah proses sistematis yang dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen dengan mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti dan bertujuan memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.
b.      Perlunya Laporan Keuangan Audit
Audit laporan keuangan adalah audit yang dilakukan oleh auditor independen terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya untuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Hasil audit terhadap laporan keuangan tersebut disajikan dalam bentuk tertulis berupa laporan audit. Laporan audit ini dibagikan kepada para pemakai informasi keuangan, seperti pemegang saham, kreditur, dan Kantor Pelayanan Pajak.
Menurut Asmara (1996) dalam Sejati (2007), laporan keuangan perlu diaudit karena:
  1. Adanya perbedaan kepentingan antara pemakai laporan keuangan dengan manajemen sebagai pihak yang bertanggungjawab terhadap penyusunan laporan keuangan tersebut.
  2. Laporan keuangan memegang peranan penting dalam proses pengambilan keputusan oleh para pemakai laporan keuangan
  3. Kerumitan data
  4. Keterbatasan akses pemakai laporan terhadap catatan-catatan akuntansi
Asumsi dasar dari suatu audit laporan keuangan adalah bahwa laporan tersebut akan dimanfaatkan kelompok-kelompok berbeda untuk maksud berbeda. Oleh karenanya, jauh lebih efisien mempekerjakan suatu auditor untuk melaksanakan audit dan membuat kesimpulan yang dapat diandalkan oleh semua pihak daripada membiarkan masing-masing pihak melakukan audit sendiri-sendiri. Jikalau ada pihak yang merasa bahwa audit umum yang dilakukan tersebut tidak sanggup memberikan informasi yang memadai, ia tetap mempunyai kesempatan untuk memperoleh data tambahan.
3.      Tujuan Audit
Penyampaian dan publikasi laporan keuangan auditan kepada regulator maupun kepada publik merupakan suatu keharusan bagi emiten yang diatur dalam Keputusan Bapepam Nomor 8/PM/1996. Keputusan ini berisi aturan yang mewajibkan emiten menyampaikan laporan keuangan berkala (akhir tahun dan tengah tahunan) yang disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan kepada Bapepam selambat-lambatnya 120 hari sejak tanggal akhir tahun buku.
Tujuan audit atas laporan keuangan adalah untuk mengidentifikasi kesalahan dan penyimpangan, yang jika tidak terdeteksi akan memberikan dampak material pada kewajaran penyajian dan kesesuaian laporan keuangan dengan GAAP (Wild, John, dkk, 2005). Agar fleksibel dan dapat dibenarkan secara ekonomis, prosedur audit bertujuan untuk mencapai tingkat kepastian yang wajar atas data yang ditelaah. Dalam hal ini kewajaran laporan keuangan dinilai berdasarkan asersi yang terkandung dalam setiap unsur yang disajikan dalam laporan keuangan.
Ada lima tipe pokok laporan audit yang diterbitkan auditor (Mulyadi, 2002)
a.       Laporan yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion report)
b.      Laporan keuangan yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan (unqualified opinion report with explanatory language)
c.       Laporan yang berisi pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion report)
d.      Laporan yang berisi pendapat tidak wajar (adverse opinion report)
e.       Laporan yang didalamnya auditor tidak menyatakan pendapat (sisclaimer of opinion report)
4.      Standar Auditing
Auditor biasanya melakukan audit sesuai dengan standar auditing yang berlaku umum (Generally Accepted Auditing Standard – GAAS). Standar audit merupakan alat pengukur untuk memastikan tanggung jawab auditor dengan jelas dan dinyatakan dengan tegas serta bahwa tingkat tanggung jawab  yang diasumsikan telah jelas bagi pemakai laporan keuangan (Wild, John, dkk, 2005).
Kegiatan yang dilakukan oleh IAI (Ikatan Akuntansi Indonesia) antara lain meliputi penetapan standar-standar auditing untuk profesi (Asmara, 1996:8-9):
  1. Standar Auditing yang Diterima Umum
Standar auditing yang paling dikenal adalah standar-standar auditing yang diterima umum. Di Indonesia, standar auditing ini tercantum dalam Standar Profesional Akuntan Publik. Standar auditing ini :

1.      Menetapkan kualitas kerja dan seluruh tujuan yang akan dicapai dalam suatu audit laporan keuangan.

Selengkapnya..



ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETEPATAN WAKTU PELAPORAN KEUANGAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA


BAB   II
KAJIAN PUSTAKA

A.    Kerangka Teoritis
1.      Ketepatan waktu (time)
Menurut IAI (2002) dalam Catrinasari (2006) bahwa tujuan pelaporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Informasi yang relevan akan bermanfaat bagi para pemakai apabila tersedia tepat waktu sebelum pemakai kehilangan kesempatan atau kemampuan untuk mempengaruhi keputusan yang akan diambil. Ketepatan waktu menujukkan rentang waktu antara penyajian informasi yang diinginkan dengan frekuensi informasi pelaporan. Apabila informasi disampaikan dalam waktu lama maka akan menyebabkan informasi tersebut kehilangan nilai di dalam mempengaruhi kualitas keputusan.
Berdasarkan Undang-Undang No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal dan Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia No : Kep306/BEI/07-2004 tentang Kewajiban Penyampaian Informasi dan Keputusan Ketua BAPEPAM No.36/PM/2003 tentang kewajiban penyampaian laporan keuangan berkala. Bahwa perusahaan publik wajib menyampaikan laporan keuangan yang telah diaudit selambat-lambatnya 90 hari sejak tanggal berakhirnya tahun buku.


2.      Pengertian Laporan Keuangan
Berikut ini beberapa pengertian laporan keuangan adalah sebagai berikut :
a.          Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2004)
 “Laporan  keuangan  merupakan  bagian  dari  proses  pelaporan keuangan.  Laporan  keuangan  yang  lengkap  biasanya  meliputi  neraca, laporan  laba  rugi,  laporan  perubahan  posisi  keuangan  (yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti, misalnya, sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Disamping itu juga  termasuk  skedul  dan  informasi  tambahan  yang  berkaitan  dengan laporan  tersebut,  misalnya,  informasi  keuangan  segmen  industri  dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga“.

b.                  Menurut Budi Raharja  (2001) dalam Prabowo (2008)
“Laporan keuangan adalah laporan pertanggungjawaban yang dibuat  oleh  manajer  atau  pemimpin  perusahaan  atas  pengelolaan perusahaan  yang  dipercayakan  kepadanya  kepada  pemilik,  pemerintah (kantor pajak), kreditur (bank dan lembaga keuangan lainnya), dan pihak- pihak yang berkepentingan lainnya“.

Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan merupakan alat komunikasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan. Laporan keuangan ini berfungsi sebagai alat komunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Pelaporan keuangan tidak hanya terdiri dari laporan keuangan, tetapi semua informasi yang berhubungan baik secara langsung ataupun tidak langsung dengan sistem akuntansi. Pelaporan keuangan sesuai dengan SFAC (Statement of Financial Accounting Concepts) No.1 dalam Catrinasari (2006) terdiri dari:
1. Laporan keuangan dasar (Basic Financial Statements) yang terdiri dari laporan keuangan (Financial Statement) dan catatan atas laporan keuangan (Notes of Financial Statements).
2. Informasi-informasi tambahan (Supplementary Informations).
3. Laporan-laporan lain selain Laporan keuangan (Other means of Financial reporting).
FASB dalam SFAC No.1 secara tegas menjelaskan bahwa tujuan pelaporan keuangan adalah bukan sesuatu yang tidak terpengaruh (immutable). Tujuan pelaporan keuangan dipengaruhi oleh lingkungan ekonomi, politik, dan sosial dimana pelaporan keuangan berasal. Adapun tujuan pelaporan keuangan dalam SFAC tersebut adalah :
(1) Menyediakan informasi yang bermanfaat bagi investor, potensial investor, kreditur, dan pengguna lainnya untuk melakukan investasi, pemberian kredit, dan keputusan secara rasional.
(2) Menyediakan informasi untuk membantu investor dan potensial investor, kreditur, dan pengguna lainnya untuk menilai jumlah, waktu dan ketidakpastian prospek perolehan kas dari dividen, atau bunga dari penerimaan, penjualan, penebusan, atau pinjaman.
(3) Menyediakan informasi tentang sumber daya perusahaan, klaim terhadap sumber daya tersebut, dan pengaruh transaksi, kejadian dan lingkungan serta klaim yang dapat berpengaruh terhadap sumber daya tersebut.

3.      Tujuan Analisa Laporan Keuangan
Tujuan  laporan  keuangan  menurut  Ikatan  Akuntan  Indonesia  adalah menyediakan  informasi  yang  menyangkut  posisi  keuangan,  kinerja  serta perubahan  posisi  keuangan,  kinerja,  serta  perubahan  posisi  keuangan  suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.

Menurut Harahap (2004:190)
“Analisis laporan keuangan adalah menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau mempunyai makna antara satu dengan yang lain baik antara data kuantitatif maupun data non-kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat.”

Tujuan umum laporan keuangan menurut APB statement no 4 adalah :
a.  Menyediakan  informasi  yang  dapat  dipercaya  tentang  sumber  daya ekonomi  dan  kewajiban  suatu  usaha  bisnis  dengan  tujuan  untuk mengevaluasi  kekuatan  dan  kelemahan,  menunjukan  pendanaan  dan investasi,  mengevaluasi  kemampuan  perusahaan  memenuhi  komitmen, dan menunjukan basis sumber daya untuk pertumbuhan.
b.  Menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang perubahan sumber daya      bersih  sebagai  hasil  dari  aktivitas–aktivitas  perusahaan  yang menghasilkan profit.
c. Menyediakan  informasi  keuangan  yang  dapat  digunakan  untuk mengestimasi earning potensial perusahaan.
d.  Menyediakan informasi lain yang dibutuhkan tentang perubahan sumber daya ekonomi kewajiban.
e.  Mengungkapkan informasi lain yang relevan dengan kebutuhan pemakai.
      Tujuan analisa laporan keuangan menurut Bersten(1983) adalah :
1.      Screening
Analisa dilakukan dengan melihat cara analisis laporan keungan dengan tujuan untuk memilih kemungkinan investasi atau merger.
2.      Forcasting
Analisa digunakan untuk meramalkan kondisi keuangan perusahaan di masa yang akan datang.
3.      Diagnosis
Analisa dimaksudkan untuk melihat kemungkinan adanya masalah-masalah yang terjadi baik dalam manajemen, operasi, keuangan atau masalah lain.
4.      Evaluation
Analisa dilakukan untuk menilai prestasi manajemen, operasional, efesiensi, dan lain-lain.


Dari  uraian  mengenai  berbagai  tujuan  laporan  keuangan  diatas  dapat disimpulkan bahwa tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut  posisi  keuangan,  kinerja,  serta  perubahan  posisi  keuangan  suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.

4.      Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan
Karakteristik  kualitatif  merupakan  ciri  khas  yang  membuat  informasi dalam  laporan  keuangan  berguna  bagi  pemakai.  Terdapat  empat  karateristik kualitatif  pokok  yaitu:  dapat  dipahami,  relevan,  keandalan,  dan  dapat diperbandingkan.

Dapat Dipahami
Kualitas  penting  informasi  yang  ditampung  dalam  laporan  keuangan adalah kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh pemakai. Untuk maksud ini, pemakai diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi  dan  bisnis,  akuntansi,  serta  kemauan  untuk  mempelajari  informasi dengan  ketekunan  yang  wajar.  Namun  demikian,  informasi  kompleks  yang seharusnya dimasukkan dalam laporan keuangan tidak dapat dikeluarkan hanya atas  dasar  pertimbangan  bahwa  informasi  tersebut  terlalu  sulit  untuk  dapat dipahami oleh pemakai tertentu .

Relevan
Agar  bermanfaat,  informasi  harus  relevan  untuk  memenuhi  kebutuhan pemakai  dalam  proses  pengambilan  keputusan.  Informasi  memiliki  kualitas relevan  kalau  dapat  mempengaruhi  keputusan  ekonomi  pemakai  dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini atau masa depan, menegaskan, atau mengkoreksi, hasil evaluasi mereka di masa lalu. Informasi yang relevan harus memenuhi tiga syarat berikut ini :
  1. Dapat meramalkan nilai dimasa yang akan datang.
  2. Dapat memberikan umpan balik yang berguna bagi pengambilan keputusan.
  3. Tepat waktu (timeliness).


Keandalan

Agar  bermanfaat,  informasi  juga  harus  andal  (reliable).  Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan. 

Selengkapnya...


Persepsi Akuntan Dipandang Dari Segi Gender Terhadap Etika Penyusunan Laporan Keuangan


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.    Kerangka Teori
1.      Persepsi
Dalam memandang suatu permasalahan setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda-beda. Persepsi seseorang timbul dari dalam diri masing-masing individu. Pengetian persepsi merupakan proses untuk memahami lingkungannya meliputi objek, orang, dan simbol atau tanda yang melibatkan proses kognitif (pengenalan). Proses kognitif adalah proses dimana individu memberikan arti melalui penafsirannya terhadap rangsangan (stimulus) yang muncul dari objek, orang, dan simbol tertentu.
Ikhsan dan Ishak (2005: 57) menyatakan bahwa ”persepsi merupakan pengalaman tentang objek atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan”.
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi menurut Ikhsan dan Ishak (2005: 57)adalah:
1.      Faktor pada pemersepsi, yaitu sikap, motif, kepentingan, dan pengharapan.
2.      Faktor pada target, yaitu hal baru, gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang, dan kedekatan.
3.      Faktor dalam situasi, yaitu waktu, keadaan atau tempat kerja, dan keadaan sosial.


Menurut Walgito (1997: 53) dalam Martadi dan Suranta (2006) agar individu dapat menyadari dan dapat membuat persepsi, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu berikut ini:
a.       Adanya objek yang dipersepsikan (fisik).
b.      Adanya alat indera/reseptor untuk menerima stimulus (fisiologis).
c.       Adanya perhatian yang merupakan langkah pertama dalam mengadakan
persepsi (psikologis).


Dalam kamus besar Indonesia (1995) mendefinisikan persepsi sebagai tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu atau merupakan proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca indranya. Dari definisi di atas, maka pengertian persepsi dalam penelitian ini adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

2.      Etika
Sasaran etika adalah moralitas, karena etika merupakan filsafat tentang moral atau sistem atau kode berperilaku yang mengikutinya. Etika sebagai bidang studi menentukan standar untuk membedakan antara karakter yang baik dan tidak baik atau dengan kata lain etika adalah merupakan studi normatif tentang berbagai prinsip yang mendasari tipe-tipe tindakan manusia. Sedangkan moralitas adalah istilah yang dipakai untuk mencakup praktek dan kegiatan yang membedakan apa yang baik dan apa yang buruk, aturan-aturan yang mengendalikan kegiatan itu dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Di Indonesia etika diterjemahkan menjadi kesusilaan yang berasal dari bahasa Sansekerta. Susila dalam bahasa Sansekerta berarti dasar, prinsip, atau peraturan hidup (sila), sedangkan kata su berarti lebih baik. (Simorangkir, 2003:156)
Menurut Simorangkir (2003:3) etika pada umumnya didefinisikan sebagai suatu usaha yang sistematis dengan menggunakan rasio untuk menafsirkan pengalaman moral individual sosial sehingga mampu menetapkan aturan untuk mengendalikan perilaku manusia serta nilai-nilai yang berbobot untuk dijadikan sasaran kehidupannya.
Sedangkan menurut Keraf (1998:14) etika secara harfiah berasal dari kata Yunani ethos (jamaknya: ta etha), yang artinya ’adat kebiasaan’ atau ’kebiasaan’. Menurut Keraf (1998:32) etika dapat dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
1. Etika umum
Etika umum berbicara mengenai norma dan sikap moral, kondisi-kondisi dasar bagi manusia untuk bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak, serta tolok ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat dianalogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori.

2. Etika khusus
Etika khusus adalah penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Etika khusus dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Etika individual, menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri. Salah satu prinsip yang secara khusus relevan dalam etika individual ini adalah prinsip integritas pribadi, yang berbicara mengenai perilaku individual tertentu dalam rangka menjaga dan mempertahankan nama baiknya sebagai pribadi moral.
b. Etika sosial, berkaitan dengan kewajiban dan hak, sikap dan pola perilaku manusia sebagai makhluk sosial dalam interaksinya dengan sesamanya. Etika sosial mencakup etika profesi dan di dalamnya terdapat etika bisnis. Etika profesi lebih menekankan kepada tuntutan terhadap profesi seseorang, dimana tuntutan itu menyangkut tidak saja dalam hal keahlian, melainkan juga adanya komitmen moral: tanggung jawab, keseriusan, disiplin, dan integritas moral.
c. Etika lingkungan hidup, berbicara mengenai hubungan antara manusia baik sebagai individu maupun sebagai kelompok dengan lingkungan alam yang lebih luas dalam totalitasnya, dan juga hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya yang berdampak langsung atau tidak langsung pada lingkungan hidup secara keseluruhan.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa etika merupakan seperangkat aturan/norma/pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan.

3.      Gender
Kata “gender” berasal dari bahasa Inggris, yang berarti “jenis kelamin”, dimana sebenarnya artinya kurang tepat, karena dengan demikian gender disamakan pengertiannya dengan sex yang berarti jenis kelamin. Dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat (Umar dalam Martadi dan Suranta, 2006).
Konsep gender yakni suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan, sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa. Ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan, sementara juga ada perempuan yang kuat, rasional, perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat itu dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat lain (Fakih dalam Martadi dan Suranta, 2006)
Terbentuknya perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal, diantaranya akibat dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi secara sosial, kultural, atau melalui ajaran agama maupun negara. Perbedaan gender ini sebenarnya tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender. Dalam kenyataannya, perbedaan gender telah menyebabkan berbagai ketidakadilan baik bagi pria maupun wanita. Ketidakadilan gender tersebut termanifestasi dalam berbagai bentuk ketidakadilan, misalnya marginalisasi, proses pemiskinan ekonomi, subordinasi pengambilan keputusan, stereotyping dan diskriminasi, pelabelan negatif, kekerasan, bekerja untuk waktu yang lebih lama dan memikul beban ganda (Muthali’in,2001:33).
Ameen & Millanl (1996) dalam Rianto (2008) menyatakan ada dua alternatif penjelasan mengenai perbedaan gender tentang perilaku tidak etis dalam bisnis. Pendekatan tersebut adalah pendekatan sosialisasi gender (gender sosialization approach) dan pendekatan struktural (structural approach).
Pendekatan sosialisasi gender menyatakan bahwa pria dan wanita membawa perbedaan nilai dan perlakuan dalam pekerjaannya. Perbedaan ini disebabkan karena pria dan wanita mengembangkan bidang peminatan, keputusan dan praktik yang berbeda yang berhubungan dengan pekerjaannya. Pria dan wanita merespon secara berbeda tentang reward dan cost. Pria akan mencari kesuksesan kompetitif dan bila perlu melanggar aturan untuk mencapainya. Sedangkan wanita lebih menekankan pada melakukan tugasnya dengan baik dan lebih mementingkan harmonisasi dalam relasi pekerjaan. Wanita lebih condong taat pada peraturan dan kurang toleran dengan individu yang melanggar aturan.
Sedangkan dalam pendekatan struktural, perbedaan antara pria dan wanita lebih disebabkan karena sosialisasi awal dan persyaratan peran. Sosialisasi awal diatasi dengan reward dan cost yang berhubungan dengan peran. Pada situasi ini pria dan wanita merespon secara sama. Pada pendekatan ini memprediksi bahwa pria dan wanita dalam kesempatan atau pelatihan akan menunjukkan prioritas etika yang sama.
Dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa gender merupakan pembedaan peran, hak dan kewajiban, kuasa dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan bermasyarakat.

4.      Akuntan
Informasi akuntansi dari suatu perusahaan sangat dibutuhkan oleh pihak internal maupun eksternal perusahaan yang digunakan oleh pihak manajemen perusahaan juga dimanfaatkan oleh pemilik perusahaan untuk menilai pengelolaan dana yang dilakukan oleh manajemen perusahaan. Dalam era globalisasi, akuntan dituntut tidak sekedar sebagai pemeriksa laporan keuangan saja tetapi juga mempunyai kecanggihan profesi di bidang non auditing.
Menurut Soemarso (2004:6) secara garis besar profesi akuntan dapat dikelompokkan menjadi empat bagian yaitu:
1.      Akuntan publik (public accountants) adalah akuntan independen yang memberikan jasa-jasanya atas dasar pembayaran tertentu. Mereka bekerja secara bebas, pada umumnya mendirikan suatu kantor akuntan. Termasuk akuntan publik adalah akuntan yang bekerja pada kantor tadi. Untuk dapat berpraktik sebagai akuntan dan mendirikan kantor akunta, seseorang harus mendapat izin dari Departemen Keuangan RI. Seorang akuntan publik dapat memberikan jasa pemeriksaan (audit), jasa perpajakan (tax services), jasa konsultasi manajemen (management advisory services), dan jasa akuntansi (accounting services).
2.      Akuntan manajemen atau akuntan intern (management accountants) adalah akuntan yang bekerja dalam suatu perusahaan atau organisasi. Jabatan yang bisa diduduki mulai dari staf biasa sampai dengan kepala bagian akuntansi, controller atau direktur keuangan. Tugas yang dikerjakan dapat berupa penyusunan sistem akuntansi, penyusunan laporan akuntansi kepada pihak-pihak diluar perusahaan, penyusunan laporan keuangan kepada managemen, penyusunan anggaran, menangani masalah perpajakan, dan melakukan peemriksaan intern. Untuk menjadi akuntan intern tidak diperlukan syarat-syarat khusus.
3.      Akuntan pemerintah (government accountants) adalah akuntan yang bekerja pada badan-badan Pemerintah, seperti di departemen-departemen, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pengawas Keuangan (BPK), Ditertorat Jenderal Pajak, dll.
4.      Akuntan pendidik adalah akuntan yang bekerja sebagai pendidik. Akuntan pendidik terutama bertugas dalam pendidikan akuntansi, yaitu mengajar, menyusun kurikulum pendidikan akuntansi, dan melakukan penelitian di bidang akuntansi.


5.      Etika Penyusunan Laporan Keuangan
Pengertian laporan keuangan menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2002) adalah:
Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan yang dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya, sebagai laporan arus kas, atau laporan arus kas dana catatan dari laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Disamping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga.

Aliminsyah dan Padji (2003: 225) menyatakan bahwa ”laporan keuangan adalah laporan yang dirancang untuk para pembuat keputusan baik di dalam maupun di luar perusahaan, mengenai posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan”.
Yulianti dan Fitriany (2005) menyebutkan bahwa etika penyusunan laporan keuangan terbagi atas empat indikator yaitu:
a.      Kecenderungan untuk melakukan salah saji dalam laporan keuangan (misstate)
Kecenderungan salah saji laporan keuangan yang selektif dikemukakan oleh Revsine dalam Riahi dan Belkaoui (2006: 71-72), menyatakan bahwa ”masalah ini bukanlah merupakan insedental, melainkan hasil dari aturan-aturan pelaporan yang fleksibel dan menyusun yang disebarluaskan oleh penyusun standar ayng telah ditangkap oleh subjek yang dimaksudkan dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam proses pelaporan keuangan”. Salah saji dalam lpaoran keuangan secara selektif diasumsikan melintasi kedua sektor publik dan pribadi, karen apara partisipan di kedua sektor tersebut dimotivasi untuk mendukung standar-standar yang secara selektif membuat salah saji dari realitas ekonomi ketika hal tersebut sesuai dengan tujuan mereka.
b.      Pengungkapan informasi dalam laporan keuangan (disclosure)
Aliminsyah dan Padji (2003: 58) menyatakan bahwa ”pengungkapan laporan keuangan (disclosure) merupakan pembeberan suatu fakta atau kondisi secara tertulis, dicantumkan pada posisi bawah (foot note) dari suatu neraca, laporan keuangan atau di dalam teks laporan akuntan”.
Pengungkapan mengharuskan laporan keuangan dirancang dan disusun untuk menggambarkan secara akurat kejadian-kejadian ekonomi yang telah mempengaruhi perusahaan selama periode berjalan agar mengandung informasi yang mencukupi supaya membuatnya berguna dan tidak menyesatkan investor. Prinsip pengungkapan mengimplikasikan bahwa tidak ada informasi atau substansi atau kepentingan bagi investor yang akan dihilanhakn atau disembunyikan.
c.       Beban dan manfaat dari pengungkapan laporan keuangan (cost benefit)
Pengertian cost benefit menurut Vernon Kam dalan Siallagan (2008) adalah perbandingan antara penuruan nilai aktiva atau kenaikan nilai hutang akibat penggunaan barang atau jasa dalam kegiatan utama perusahaan terhadap ahsil yang diterima dari biaya yang telah dikeluarkan oleh perusahaan. Perkiraan cost benefit yang menggambarkan posisi keuangan di masa yang akan datang dapat digunakan sebagai alat kontrol dalam pengendalian biaya untuk memudahkan dalam mencapai tujuan usaha. Sehingga, sebelum menyiapkan dan menyebarkan informasi laporan keuangan, biaya dan manfaat dari penyediaan informasi terseburt harus diperbandingkan.
d.      Tanggung jawab untuk menyajikan laporan keuangan yang informatif kepada penggunanya (responsibility)
Dalam kamus besar Indonesia (2005) mendefinisikan tanggung jawab sebagai keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalauterjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan,, diperkirakan dsb). Sedangkan menurut Bartens (2000: 289-295) menyatakan bahwa setiap perusahaan memiliki tanggung jawab dalam menjalankan kegiatannya. Tanggung jawab itu dapat berupa tanggung jawab sosial, tangung jawab legal, tanggung jawab moral perusahaan dan atnggung jawab ekonomi.

B.     Penelitian Terdahulu
Penelitian yang berkaitan dengan Persepsi Akuntan di Pandang Dari Segi Gender Terhadap Etika Penyusunan Laporan Keuangan diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh  Yulianti dan Fitriany (2005) yang meneliti tentang Persepsi Mahasiswa Akuntansi Terhadap Etika Penyusunan Laporan Keuangan. Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat persepsi mahasiswa akuntansi terhadap manajemen laba, misstate (kecenderungan untuk melakukan salah saji dalam laporan keuangan), disclosure (pengungkapan laporan keuangan), cost-benefit (beban dan manfaat dari pengungkapan laporan keuangan) dan responsibility (tanggung jawab untuk menyajikan laporan keuangan). Sampel pada penelitian ini terdiri atas mahasiswa jurusan Akuntansi program S1 Reguler, mahasiswa Diploma III Akuntansi, mahasiswa program Ekstension Akuntansi, dan mahasiswa program Profesi Akuntansi. Alat uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah Mann Whitney U Test dengan indikator manajemen laba, misstate, disclosure, cost & benefit dan responsibility. Pada taraf signifikansi 0,05 diketahui bahwa perbedaan respon antara pria dan wanita untuk manajemen laba adalah sebesar 0,3020 atau 5%. Pada taraf signifikansi 5% perbedaan respon pria dan wanita untuk faktor misstate 0,24, untuk faktor disclosure sebesar 0,16, untuk faktor cost benefit sebesar 0,06 dan untuk faktor responsibility sebesar 0,20. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa mahasiswa pria lebih menolak manajemen laba dibandingkan wanita serta tidak terdapat perbedaan yang signiffikan antara mahasiswa pria dan wanita mengenai faktor-faktor misstate, disclosure, cost & benefit dan responsibility.
Nurita dan Radianto (2008) juga melakukan penelitian tentang Persepsi Mahasiswa Akuntansi Terhadap Etika Penyusunan Laporan Keuangan. Sampel pada penelitian ini adalah mahasiswa semester satu yang belum mengambil mata kuliah pendidikan etika dan mahasiswa tingkat akhir yang sudah mengambil mata kuliah etika di sebuah perguruan tinggi di Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan alat uji  Mann Whitney U Test dengan indikator misstate, disclosure, cost & benefit dan responsibility. Hasil pengujian menunjukkan nilai p-value sebesar 0,262 pada taraf signifikansi 0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa memang terdapat perbedaan persepsi yang signifikan mengenai penyajian laporan keuangan antara mahasiswa yang sudah mengambil mata kuliah pendidikan etika dengan mahasiswa yang belum mengambil mata kuliah pendidikan etika.
Penelitian yang dilakukan oleh Arvita Rianto (2008) adalah tentang Analisis Sensitivitas Etis Mahasiswa Akuntansi UII Yogyakarta. Sampel pada penelitian ini adalah mahasiswa akuntansi semester awal dan semester akhir di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Alat uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji statistik Indenpendent-Samples T Test. Berdasarkan hasil Uji-T dapat diketahui nilai signifikansi sebesar t-hitung 10,235 dengan probabilitas sebesar 0,000 atau nilai probabilitas kurang dari 0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa memang benar terdapat perbedaan sensitivitas etis secara signifikan antara mahasiswa akuntansi pria dan mahasiswa akuntansi wanita.
 Penelitian yang dilakukan oleh Indiana Farid Martadi dan Sri Suranta (2006) meneliti tentang Persepsi Akuntan, Mahasiswa Akuntansi, dan Karyawan Bagian Akuntansi Dipandang Dari Segi Gender Terhadap Etika Bisnis dan Etika Profesi (Studi di Wilayah Surakarta). Sampel pada penelitian ini terdiri atas mahasiswa akuntansi perguruan tinggi se-Surakarta yang telah menempuh atau sedang menempuh mata kuliah komunikasi bisnis, akuntan pendidik (dosen) tetap yang bekerja di perguruan tinggi negeri maupun perguruan tinggi swasta se-Surakarta dengan masa kerja minimal 2 (dua) tahun, akuntan publik yang bekerja di KAP (Kantor Akuntan Publik) se-Surakarta dan memiliki pengalaman mengaudit minimal selama 2 (dua) tahun serta karyawan bagian akuntansi dari perusahaan yang pernah diaudit oleh kantor akuntan publik dan telah memiliki masa kerja minimal 2 (dua) tahun. Alat uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji statistik Indenpendent-Samples T Test.
Berdasarkan hasil uji hipotesis persepsi responden dipandang dari segi gender terhadap etika bisnis dapat diketahui bahwa p-value untuk akuntan sebesar 0,128 lebih besar dari 0,05, p-value untuk mahasiswa sebesar 0,273 lebih besar 0,05, dan p-value untuk karyawan bagian  akuntansi sebesar 0,753 lebh besar dari 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan pria, mahasiswa akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi dengan akuntan  wanita, mahasiswi akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi terhadap etika  bisnis. Berdasarkan hasil uji hipotesis persepsi responden terhadap etika profesi juga dapat diketahui p-value untuk akuntan sebesar 0,705 lebih besar 0,05, p-value untuk mahasiswa sebesar 0,460 lebih besar 0,05, dan p-value untuk karyawan bagian akuntansi sebesar 0,022 lebih kecil 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan pria dan mahasiswa akuntansi dengan akuntan wanita dan mahasiswi akuntansi terhadapa etika profesi. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara karyawan bagian akuntansi pria dengan karyawan bagian akuntansi wanita terhadap etika profesi.

Penelitian ini pada dasarnya merupakan replikasi dari penelitian Yulianti dan Fitriany (2005) dan Nurita dan Radianto (2008) yang menguji tentang persepsi mahasiswa akuntansi terhadap etika penyusunan laporan keuangan dengan mengganti sampel mahasiswa menjadi sampel akuntan yang terdiri dari akuntan publik, akuntan intern, dan akuntan pendidik di kota Medan. Penelitian ini juga termotivasi oleh penelitian dilakukan oleh Rianto (2008) yang meneliti tentang Analisis Sensitivitas Etis Mahasiswa Akuntansi UII Yogyakarta dan penelitian yang dilakukan oleh Martadi dan Suranta (2006) tentang Persepsi Akuntan, Mahasiswa Akuntansi, dan Karyawan Bagian Akuntansi Dipandang Dari Segi Gender Terhadap Etika Bisnis dan Etika Profesi (Studi di Wilayah Surakarta). Alasan penggantian sampel dari mahasiswa menjadi akuntan karena mahasiswa belum mempraktekkan secara langsung etika penyusunan laporan keuangan. Penelitian ini juga akan menyoroti masalah gender karena masih adanya diskriminasi terhadap wanita dalam lingkungan kerjanya, meskipun jumlah wanita karir meningkat secara signifikan serta adanya faktor perbedaan gender yang menyebabkan perbedaan persepsi etika.

Selengkapnya...


PENGARUH SISTEM INFORMASI AKUNTANSI TERHADAP MOTIVASI KERJA PADA PERUM PEGADAIAN MEDAN DENGAN PELATIHAN DAN PENDIDIKAN PEMAKAI SEBAGAI VARIABEL MODERASI



 

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kerangka Teoritis
1. Pengertian Sistem Informasi Akuntansi
            Berkembangnya kebutuhan informasi telah mendorong perkembangan akuntansi sebagai suatu sistem informasi yang dewasa ini dikenal dengan sebutan Sistem Informasi Akuntansi. Sistem Informasi Akuntansi berkembang seiring dengan perkembangan akuntansi dengan penerapan teknologi pengolah data yang lebih efisien dan dapat menghasilkan informasi akuntansi yang lebih akurat.
Organisasi menggantungkan diri pada sistem informasi untuk mempertahankan kemampuan berkompetisi. Produktivitas, sebagai suatu hal penting agar tetap kompetitif, dapat ditingkatkan melalui sistem informasi yang lebih baik. Akuntansi, sebagai suatu sistem informasi, mengidentifikasi, mengumpulkan, dan mengkomunikasikan informasi ekonomi mengenai suatu badan usaha kepada banyak orang. Di atas telah diuraikan mengenai sistem dan informasi, maka selanjutnya dapat dipaparkan beberapa pengertian Sistem Informasi Akuntansi.
Menurut Bodnar dan Hopwood (2003: 1) “Sistem Informasi Akuntansi adalah kumpulan sumber daya, seperti manusia dan peralatan, yang diatur untuk mengubah data menjadi informasi.” Sedangkan Widjajanto (2001: 4) mengemukakan pengertian  sebagai berikut:

7
 
Sistem Informasi Akuntansi adalah susunan berbagai formulir, catatan, peralatan termasuk komputer dan peralatannya serta alat komunikasi, tenaga pelaksananya, dan laporan yang terkoordinasi secara erat yang didesain untuk mentransformasikan data keuangan menjadi informasi yang dibutuhkan manajemen.

Dari kedua defenisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa Sistem Informasi Akuntansi merupakan kumpulan sumber daya yang terkoordinasi dengan erat untuk mengubah data akuntansi menjadi informasi akuntansi sehingga dapat memberikan laporan mengenai kegiatan ekonomi dan kondisi perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan secara manual atau terkomputerisasi.

2. Akuntansi Sebagai Suatu Sistem Informasi
Bodnar dan Hopwood (2003: 1) menyatakan “Akuntansi, sebagai suatu sistem informasi, mengidentifikasi, mengumpulkan dan mengkomunikasikan informasi ekonomi mengenai suatu badan usaha kepada beragam orang.” Kegiatan Sistem Informasi Akuntansi adalah berupa kegiatan mengumpulkan data, pemrosesan data, pengaturan data, pengawasan data dan akhirnya menghasilkan informasi. Informasi yang dihasilkan sistem informasi digunakan oleh dua pihak yaitu pemakai internal yang terdiri dari para manajer, dan pemakai eksternal seperti pemegang saham, investor, kreditor, pemerintah, pelanggan dan pemasok, pesaing, serikat pekerja dan masyarakat secara keseluruhan. Sistem Informasi Akuntansi berkaitan dengan sistem operasional, karena Sistem Informasi Akuntansi mengawasi dan mencatat beragam kegiatan sistem operasional serta menyediakan data masukan ke sistem operasional.
Dalam perkembangannya, Sistem Informasi Akuntansi yang meliputi kegiatan pemrosesan data akuntansi dengan menggunakan sistem manual, sekarang telah  beralih dengan menggunakan alat bantu komputer yaitu Electronic Data Processing (EDP System). Dengan komputerisasi, perusahaan dapat melakukan penjurnalan, pemindahbukuan, dan penyusunan laporan keuangan dengan lebih cepat dan tepat.

3. Tujuan dan Manfaat Sistem Informasi Akuntansi
Istilah sistem  informasi menganjurkan penggunaan teknologi komputer di dalam organisasi untuk menyajikan informasi kepada pemakai (Bodnar dan Hopwood, 2003: 5). Sistem informasi berbasis komputer merupakan sekelompok perangkat lunak yang dirancang untuk mengubah data menjadi informasi yang bermanfaat.
Secara umum suatu sistem bertujuan untuk mengurangi tingkat kompleksitas atau kerumitan pekerjaan informasi dalam organisasi. Secara singkat dan padat tujuan Sistem Informasi Akuntansi adalah untuk menyediakan informasi yang tepat, akurat, dan relevan kepada pihak internal dan eksternal.
Sistem Informasi Akuntansi sangat bermanfaat dalam suatu perusahaan. Dengan adanya Sistem Informasi Akuntansi yang memadai dan terkendali maka perusahaan akan terhindar dari keinginan pihak-pihak tertentu seperti,  penyelewengan, penipuan, penggelapan, serta pemborosan terhadap harta kekayaan perusahaan dan juga akan memperkecil seminimal mungkin penyalahgunaan prosedur-prosedur  yang telah ditetapkan sebelumnya.



4. Pengertian Motivasi
Pada dasarnya perusahaan bukan hanya mengharapkan karyawan yang mampu, ahli dan terampil tetapi yang penting mereka mau bekerja giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang optimal. Kemampuan, keahlian dan keterampilan karyawan tidak ada artinya bagi perusahaan, jika mereka tidak mau bekerja keras dengan mempergunakan kemampuan, keahlian dan keterampilan yang dimilikinya. Motivasi penting karena dengan motivasi diharapkan setiap individu karyawan mau bekerja keras dan antusias untuk mencapai tujuan organisasi.
Secara umum motivasi dapat diartikan sebagai suatu dorongan yang membuat orang bekerja atau melakukan suatu tindakan tertentu. Semangat yang mendorong seseorang untuk bertindak ke arah suatu tujuan adalah motivasi. Motivasi seseorang tergantung pada kekuatan dari motivasi itu sendiri. Dorongan ini yang menyebabkan mengapa seseorang berusaha mancapai tujuan-tujuan, baik sadar ataupun tidak sadar.
Untuk lebih memperjelas pengertian motivasi maka penulis menyajikan beberapa defenisi motivasi. Menurut Siagian (1995: 138) dalam Ompusunggu (2006), pengertian motivasi adalah sebagai berikut:
Motivasi adalah daya mendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau keterampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam motivasi ada kerelaan untuk mengerahkan kemampuan, waktu dan tenaga untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
            Menurut Robbins (2003: 208) “Motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan individual.” Dari kedua defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan motivasi adalah alat pendorong yang menyebabkan seseorang merasa terpanggil dengan segala senang hati untuk melakukan sesuatu kegiatan. Yang dimaksud dalam  hal ini adalah motivasi dalam arti positif, yaitu untuk dapat memberikan sesuatu yang terbaik dalam pekerjaan.
            Motivasi merupakan akibat dari interaksi individu dan situasi. Tentu, individu-individu berbeda dalam hal dorongan (motivasi) dasar mereka. Perubahan dalam motivasi didorong  oleh situasi. Motivasi dapat bersumber dari dalam diri seseorang (motivasi internal atau motivasi intrinsik), dan dapat pula bersumber dari luar diri orang yang bersangkutan yang dikenal dengan istilah motivasi eksternal atau ekstrinsik. Kunci keberhasilan manajer dalam menggerakkan para bawahannya  terletak pada kemampuannya untuk memahami faktor-faktor  motivasi sedemikian rupa sehingga menjadi daya pendorong yang efektif.



5. Pengertian Pelatihan dan Pendidikan Pemakai
Pendidikan dan pelatihan secara konsepsional maupun pelaksanaannya sangat berbeda, walaupun tujuan dilaksanakan program ini adalah sama, yaitu meningkatkan kamampuan (pola pikir dan keterampilan) guna mendapatkan motivasi yang meningkat. Notoatmodjo (www.google.com) mengemukakan bahwa pendidikan dan pelatihan adalah upaya untuk pengembangan sumber daya manusia, terutama untuk pengembangan aspek kemampuan intelektual dan kepribadian manusia. Penggunaan istilah pendidikan dan pelatihan dalam suatu institusi atau organisasi biasanya disatukan menjadi diklat (pendidikan dan pelatihan). Unit yang menangani pendidikan dan pelatihan pegawai lazim disebut PUSDIKLAT (Pusat pendidikan dan Pelatihan). Namun, pada peneitian ini, pelatihan akan dibahas secara terpisah dari pendidikan pemakai.

a. Pelatihan Pemakai
Menurut Nitisemito (www.puslit.petra.ac.id) pelatihan adalah suatu kegiatan dari perusahaan atau instansi yang bermaksud untuk dapat memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah laku, ketrampilan dan pengetahuan dari pegawainya, sesuai dengan keinginan perusahaan yang bersangkutan.
Sedang menurut Ranupandojo (www.puslit.petra.ac.id) training adalah kegiatan
yang memperbaiki kemampuan kerja seseorang dalam kaitannya dalam
aktifitas ekonomi. Pelatihan bagi karyawan  merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin  baik, sesuai dengan standar.
Biasanya pelatihan-pelatihan merujuk pada pengembangan keterampilan bekerja (vocational) yang dapat digunakan segera.
Menurut Soekidjo Notoatmodjo dalam Achmad Taufiq (2007), program pelatihan bagi suatu perusahaan memiliki arti penting antara lain sebagai berikut:
a.                Sumber daya manusia atau karyawan yang menduduki suatu jabatan tertentu dalam organisasi, belum tentu mempunyai  kemampuan  yang sesuai  dengan persyaratan yang diperlukan dalam jabatan  tersebut. Hal  ini terjadi karena sering seseorang menduduki jabatan tertentu bukan                                karena kemampuannya, melainkan karena tersedianya formasi. Oleh sebab itu karyawan atau staf baru ini perlu penambahan kemampuan yang mereka perlukan.
b.      Dengan adanya kemajuan ilmu dan teknologi, jelas akan mempengaruhi suatu organisasi atau instansi. Oleh sebab itu jabatan-jabatan yang dulu belum diperlukan, sekarang diperlukan. Kemampuan orang yang akan menempati jabatan tersebut kadang-kadang tidak ada. Dengan demikian maka diperlukan penambahan atau peningkatan kemampuan yang diperlukan oleh jabatan tersebut.
c.                Promosi dalam suatu organisasi adalah suatu keharusan apabila organisasi itu mau berkembang. Pentingnya promosi bagi seseorang adalah sebagai salah satu ”reward dan insentive” (ganjaran dan perangsang).
d.      Di dalam masa pembangunan ini organisasi atau instansi, baik pemerintah maupun swasta merasa terpanggil untuk menyelenggarakan pelatihan-pelatihan bagi para karyawannya agar diperoleh efektivitas dan efisiensi kerja sesuai dengan masa pembangunan.
Menurut Michael R. Carrell et al dalam Mangkuprawira, ada tujuh maksud utama program pelatihan dan pengembangan, yaitu memperbaiki kinerja, meningkatkan keterampilan karyawan, menghindari keusangan manajerial, memecahkan permasalahan, orientasi karyawan baru, persiapan promosi dan keberhasilan manajerial, dan memberi kepuasan untuk kebutuhan pengembangan personal. Sehubungan dengan itu, uraian tentang pelatihan dan pengembangan secara eksplisit tidak dipisahkan. Keduanya diuraikan menyatu karena keduanya sangat saling mengait. Pada dasarnya pelatihan itu sendiri merupakan bentuk pengembangan SDM. Pelatihan berbasis kompetensi diperlukan Karena secara tradisi atau konvensional pelatihan yang selama ini terjadi hanya menghasilkan peserta pelatihan yang hanya memiliki pengetahuan apa yang harus dilakukan. Sementara model yang berbasis kompetensi, peserta setelah selesai mengikuti pelatihan diharapkan tidak saja sekedar tahu tetapi juga dapat melakukan sesuatu yang harus dikerjakan.
b. Pendidikan Pemakai
     Menurut Mulyanto dalam Syahputri, Pendidikan merupakan segala bentuk usaha untuk membina kepribadian serta mengembangkan kemampuan manusia, baik jasmani maupun rohani yang berlangsung sepanjang hidup seseorang dan dilaksanakan baik dalam maupun di luar bangku sekolah. Pendidikan merupakan suatu proses, teknik dan metode belajar mengajar dengan maksud mentransfer suatu pengetahuan dari seseorang kepada orang lain sesuai dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Pendidikan memberikan pengetahuan tentang subyek tertentu, tetapi sifatnya lebih umum dan lebih terstruktur untuk jangka waktu yang lebih panjang.
     Pendidikan dilakukan perusahaan terhadap pegawainya, mulai tingkat supervisor ke manajemen tingkat atas, karena pendidikan untuk tingkat ini lebih banyak untuk memahami, meneliti dan memberikan jalan keluar untuk suatu kasus (persoalan). Pemecahan yang dilakukan terhadap kasus tersebut harus mengikuti metode (kaidah-kaidah) disiplin ilmu yang berlaku.
Dengan demikian tujuan  pendidikan yang ingin dicapai perusahaan adalah:
a.      Pegawai tersebut dapat memperdalam teori pemecahan  kasus.
b.      Pegawai diharapkan dapat mengambil keputusan secara tepat.
c.      Diharapkan pegawai dapat mengambil kebijakan secara tepat.
d.     Dapat mengkaji ulang keputusan dan kebijakan yang telah dibuat perusahaan.
e.      Diharapkan koordinasi akan semakin baik antara departemen yang ada dalam perusahaan.

6.      Hubungan sistem informasi akuntansi, motivasi kerja, pelatihan dan pendidikan pemakai
            Akuntansi merupakan suatu sistem untuk menghasilkan informasi keuangan yang digunakan oleh para pemakainya. Tujuan informasi tersebut adalah memberikan petunjuk dalam memilih tindakan yang paling baik untuk mengalokasikan sumber daya yang langka pada aktivitas bisnis dan ekonomi. Pihak pelaksana/penyusun informasi akuntansi adalah seseorang atau kumpulan orang yang mengoperasikan Sistem Informasi Akuntansi dari awal sampai terwujudnya laporan keuangan. Dengan demikian, pelaksana/penyusun informasi akuntansi mempunyai peran penting dalam membantu kegiatan atau operasi harian organisasi. Dikatakan penting karena hasil kerja mereka dapat memberikan manfaat bagi kemajuan organisasi malalui peningkatan motivasi kerja yang diwujudkan dengan penetapan ukuran-ukuran kerja  yang dapat dihasilkan melalui sistem akuntansi (Ikhsan dan Ishak, 2005: 2). Untuk itu, motivasi dan perilaku dari pelaksana Sistem Informasi Akuntansi menjadi aspek penting dari suatu Sistem Informasi Akuntansi. Selain itu, ada juga faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja yang berdampak pada peningkatan kemampuan karyawan/pegawai yaitu pelatihan dan pendidikan pegawai. Motivasi diperuntukkan bagi upaya-upaya peningkatan kinerja karyawan, sehingga pegawai merasa diperhatikan dalam pekerjaan, sedangkan pelatihan dan pendidikan karyawan harus direncanakan dan dilaksanakan secara berkelanjutan guna meningkatkan kualitas pelaksanaan pekerjaaan. Dengan adanya pelatihan dan pendidikan karyawan yang terencana dan dilakukan secara terus-menerus maka perilaku karyawan yang melaksanakan tugas/pekerjaan secara efektif dan efisien akan lebih mudah diatasi dan melalui motivasi serta palatihan dan pendidikan, karyawan akan merasakan bahwa ada perhatian dari pihak instansi terhadap kebutuhan mereka khususnya ketentuan yang menyangkut tentang karir, imbalan-imbalan balas jasa dan sebagainya. Dengan demikian melalui pelatihan dan pendidikan karyawan khususnya dalam penguasaan sistem informasi akuntansi dalam penelitian ini, akan meningkatkan motivasi  kerja mereka.

            Sistem informasi dimanfaatkan untuk membantu dalam proses perencanaan, pengoordinasian dan pengendalian yang kompleks, serta aktivitas yang saling berhubungan untuk memotivasi orang-orang pada semua tingkatan di dalam perusahaan. Awal perkembangan riset akuntansi keperilakuan menekankan pada aspek akuntansi manajemen khususnya penganggaran, namun kemudian berkembang ke arah akuntansi keuangan, Sistem Informasi Akuntansi, dan audit (Ikhsan dan Ishak, 2005: 3). Akuntansi keperilakuan, dengan mempertimbangkan hubungan antara perilaku manusia dan sistem akuntansi, mencerminkan dimensi sosial dan budaya manusia dalam suatu organisasi.

Selengkapnya..