INFORMASI PENTING

Tuesday, April 1, 2014

PEMERIKSAAN CT-SCAN SINUS PARANASALIS DENGAN SANGKAAN SINUSITIS MAXILLARIS DUPLEX DI RUMAH SAKIT UMUM (KODE PK073)


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Sinus paranasalis adalah sinus atau rongga yang berada di sekitar nasal (hidung) atau merupakan rongga-rongga dalam os.maksila, os.frontal, os.sphenoidale dan os.ethmoidale yang umumnya dilapisi mukoperiosteum dan berisi udara (Snell, 1993). Hidung atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang (kavumnasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi), di dalamnya terdapat bulu-bulu hidung yang berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran-kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung (Syaifuddin, 1997).
            Sinusitis adalah proses peradangan pada mukosa atau selaput lendir sinus (Handikin, 2012). Penyebab utamanya adalah salesma yang merupakan infeksi virus yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. Sinusitis ada dua macam yaitu multisinusitis yang bila mengenai beberapa sinus dan pansinusitis yang bila mengenai keseluruhan sinus paranasalis. Yang paling sering terkena adalah sinus maxillaris, hal ini disebabkan sinus maxillaris adalah sinus yang terbesar, dasarnya adalah dasar akar gigi sehingga dapat berasal dari infeksi gigi. Infeksi ini dapat menyerang sinus maxillaris kanan dan kiri sehingga disebut sinusitis maxillaris duplex.
            Banyaknya pemeriksaan yang dapat dilakukan pada penderita sinusitis belum tentu dapat menegakkan diagnosa yang tepat. Oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan yang sistematik dan terarah dalam rangka penentuan diagnosa. Foto polos sinar-X, alat diagnostik paling umum, kurang cukup teliti dalam mendeteksi sumbatan sinus yang kecil (Metson, 2006).
            Pemeriksaan CT-Scan merupakan pemeriksaan yang sangat unggul dalam mempelajari sinus paranasalis karena dapat menganalisa dengan baik tulang-tulang secara rinci dan bentuk-bentuk jaringan lunak (Rasad, 2005). Computed Tomography adalah gambaran yang dibangun oleh komputer menggunakan sinar-X yang dikumpulkan dari berbagai titik disekeliling dan membentuk bagian yang disebut scanned sehingga dapat menghasilkan gambaran cross-sectional tomograaphic plane (slice) yaitu irisan dari bagian tubuh (Balinger, 1986). Pesawat CT-Scan memiliki komponen-komponen yang terdiri dari meja pemeriksaan, gantry, computer, layar TV monitor, image recording, operator terminal dan multiformat kamera (Ridowahyudi, 2010)
            Berdasarkan hal tersebut maka penulis ingin mengkaji lebih lanjut tentang pemeriksaan CT-Scan sinus paranasalis dengan sangkaan sinusitis maxillaris duplex dalam bentuk karya tulis ilmiah dengan judul “PEMERIKSAAN CT-SCAN SINUS PARANASALIS DENGAN SANGKAAN SINUSITIS MAXILLARIS DUPLEX DI RUMAH SAKIT UMUM ___________________________”.
B.     Identifikasi Masalah
            Sinus paranasalis merupakan rongga-rongga yang terletak di sekitar hidung yang dapat mengalami kelainan-kelainan seperti sinusitis. Untuk memperlihatkan kelainan pada sinus paranasalis khususnya sinusitis maxillaris duplex maka dilakukan pemeriksaan CT-Scan pada sinus paranasalis. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan pesawat CT-Scan single slice yang menghasilkan 1 slice tiap satu putaran dan menggunakan blue thermal film disertai system dry view film untuk processing film.
C.    Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah dalam penulisan karya tulis ini yaitu sebagai berikut:
1.      Bagaimana teknik pemeriksaan CT-Scan sinus paranasalis dengan sangkaan sinusitis maxillaris duplex di RSU __________________?
2.      Upaya apa yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran CT-Scan sinus paranasalis dengan sangkaan sinusitis maxillari duplex secara optimal pada pasien yang tidak kooperatif?
3.      Apa keuntungan dan kerugian pemeriksaan CT-Scan sinus paranasalis dengan sangkaan sinusitis maxillaris duplex dibandingkan pemeriksaan sinus paranasalis secara radiografi konvensional di RSU __________________?
D.    Manfaat Pemeriksaan
            Adapun manfaat pemeriksaan CT-Scan sinus paranasalis dengan sangkaan sinusitis maxillaris duplex dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah:
1.      Bagi penulis
Dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diterima selama mengikuti perkuliahan dan praktek klinik, sehingga hasil pemeriksaan dapat dijadikan bahan kajian untuk melengkapi penulisan karya tulis ilmiah ini bagi institusi pendidikan.
2.      Bagi dokter spesialis radiologi
Dari hasil gambaran CT-Scan yang berkualitas, akan mempermudah dokter spesialis radiologi dalam memberikan diagnosa yang tepat dan cepat.
3.      Bagi dokter pengirim
Dengan hasil pemeriksaan CT-Scan dokter dapat mengetahui dan melakukan tindakan pengobatan selanjutnya terhadap pasien.
4.      Bagi pasien
Pasien dapat mengetahui penyakit yang dideritanya dan mengetahui bagaimana tindakan pengobatan selanjutnya.
E.     Metode Penulisan
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis menggunakan beberapa metode seperti:
1.      Study kepustakaan
Yaitu dengan membaca dan mempelajari buku-buku referensi yang berhubungan dengan CT-Scan sinus paranasalis dengan sangkaan sinusitis maxillaris duplex.
2.      Pengalaman belajar
Yaitu dengan menerapkan ilmu pengetahuan yang didapat selama mengikuti perkuliahan di kampus dan selama mengikuti praktek klinik di rumah sakit.
3.      Wawancara dan konsultasi
Yaitu dengan melakukan wawancara dengan pasien tentang penyakit yang dideritanya, penulis juga melakukan konsultasi dengan radiografer, dokter Spesialis Radiologi dan dosen pembimbing yang berhubungan dengan pemeriksaan dan penulisan karya tulis ilmiah ini.
4.      Dokumentasi
Yaitu dengan memperoleh data dengan cara mengumpulkan hasil radiografi serta soft copy image CT-Scan sinus paranasalis dengan sangkaan sinusitis maxillaris duplex dari arsip penyimpanan foto yang ada di Rumah Sakit Umum ___________________________.
F.     Isi (Bab)Penulisan
   Bab I       : Pendahuluan
Menguraikan latar belakang, Identifikasi masalah, rumusan masalah, manfaat pemeriksaan, metode penulisan dan isi penulisan.
   Bab II      : Tinjauan Teoritis
Menguraikan pengertian konsep dasar, teknik pemeriksaan CT-Scan sinus paranasalis, teknik pesawat  CT-Scan, fisika radiodiagnostik, proteksi radiasi dan processing film.
   Bab III    : Laporan Pemeriksaan
Menguraikan identitas pasien, pelaksanaan pemeriksaan dan hasil pemeriksaan.

   Bab IV    : Pembahasan Masalah
Menguraikan rumusan masalah, penyebab masalah dan upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah.
   Bab V      : Kesimpulan dan Saran

Berisikan kesimpulan dan saran untuk pemeriksaan yang dilakukan.


ARTIKEL INI DAPAT ANDA DAPATKAN SECARA GRATIS DALAM FORMAT MS.WORD......

CARANYA..????
BACA DI SINI




Monday, March 31, 2014

EFEK ANTIADHESI INTRAPERITONIUM EKSTRAK SAMBILOTO PASCA LAPARATOMI PADA TIKUS PUTIH (KODE PK072)


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Adhesi adalah merupakan jaringan parut internal yang terbentuk karena adanya trauma oleh karena pencederaan peritonium dengan proses yang kompleks. Adhesi intraperitonium disebut juga jaringan fibrosa yang menghubungkan antara dinding rongga perut dalam dengan permukaan organ tubuh yang terdapat di dalam cavum abdomen (misalnya; Usus, pelvik dan lainnya). Adhesi merupakan penyakit congenital atau penyakit yang didapat. Adhesi didapat karena inflamasi setelah operasi (Ellis, 1999). Adhesi intraperitonium pasca laparatomi merupakan masalah setelah operasi yang serius karena sering meningkatkan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Hanafi, 2001). Bedah pelvik seperti bedah sesar merupakan salah satu penyebab adhesi intraperitonium dari bidang obstetri ginekologi. Setelah bedah pelvik dapat terjadi nyeri pelvik, gangguan usus dan kemandulan pada wanita akibat terbentuknya adhesi intraperitonium (Guvenal, dkk., 2001; Cheong, dkk.; 2001; Rout, 2000). Terbentuknya adhesi di dalam rongga panggul akan diperberat apabila terjadi peradangan atau infeksi. Namun patogenesis pasti dari pembentukan adhesi ini masih belum tuntas diketahui (Chung, dkk., 2002). Pembentukan dan perubahan bentuk adhesi intraperitonium masih merupakan peristiwa tak terelakkan pada bedah pelvik dengan teknik pembedahan modern  (bedah laser) (DeCherney dan diZerega, 1997). Pembentukan adhesi merupakan sesuatu yang dapat menimbulkan kesulitan yang kompleks pada perawatan setelah  operasi abdomen (Weibel dan Majno, 1973). Selain itu adhesi pelvik akan memberikan tingkat kesulitan yang lebih berat pada tindakan operasi berikutnya (Rout, 2000). Adhesi merupakan jenis kumpulan masalah medik termasuk kesuburan dan sakit pelvik kronik, dan meningkatkan biaya kesehatan (Diamond dan Schwartz, 1998). Masalah ini dijumpai 67-93% dari semua kasus operasi pelvik dan abdomen. Selain itu, akibat dari adhesi intraperitonium adalah obstruksi usus, 30-41% pasien digestif yang memerlukan tidakan reoperasi karena obstruksi usus besar dan obstruksi usus halus meningkat porsinya hingga 65-75% (Ellis, 1999).
Walaupun mekanisme pembentukan adhesi intraperitonium kurang dipahami dengan baik, studi terbaru menyatakan bahwa keseimbangan antara proses deposit fibrin dan proses degradasi fibrin pada tahap awal perbaikan jeringan menentukan hasil akhirnya (Holtz, 1984; Falk, dkk., 2001). Penelitian tentang mekanisme seluler dari pembentukan adhesi setelah operasi terfokus pada peran makrofag dan Polimorpo Nukleat (PMN). Adhesi merupakan akibat dari respons inflamasi terhadap cedera jaringan (trauma), infeksi, perdarahan atau adanya benda asing yang terdapat di rongga peritonium. Jumlah siklooksigenase-2 (COX-2) meningkat pada inflamasi dan berbagai kerusakan jaringan yang pada gilirannya akan meningkatkan pembentukan prostaglandin setempat. Antiinflamasi Non Steroid (AINS) dapat menghambat produksi prostaglandin, pemberian AINS diperkirakan akan menurunkan kejadian pembentukan adhesi. AINS yang ada saat ini bekerja dengan cara menghambat COX-1 dan COX-2. Efek COX-2 selektif inhibitor terhadap pencegahan kejadian adhesi belum tuntas dibuktikan (Sieger, dkk., 1980; Cofer, dkk., 1994; Rodgers, dkk., 1997).
Sekarang ini, hanya sedikit pilihan yang tersedia untuk mencegah pembentukan adhesi intraperitonium dan ini tidak diterima dengan baik. Untuk mencegah adhesi setelah operasi, banyak bahan yang telah digunakan terhadap hewan percobaan dan uji klinik (DeCherney dan DiZerega, 1997). Saat ini upaya menghambat pembentukan adhesi merupakan satu-satunya intervensi dalam klinik dengan dukungan data yang terbatas (DiZerega, 1996; Keckstein dkk., 1996; Haney dan Doty, 1998; Sawada dkk., 2000). Sebagai tambahan terhadap upaya pencegahan adhesi, pemisahan luka permukaan peritonium secara fisik, beberapa sediaan telah diujicoba kemampuannya untuk memodifikasi proses inflammatory-coagulation yang terjadi setelah luka peritoneum. Sediaan-sediaan ini meliputi glukokortikoid, AINS, larutan prokoagulan, heparin, dan fibrinolitik seperti tissue plasminogen activator (tPA). Hingga kini, belum ada sediaan yang terbukti secara konsisten mampu menghambat pembentukan adhesi (Guvenal,  dkk., 2001).  
Berdasarkan teori di atas, perlu untuk meneliti tumbuhan tradisional yang telah digunakan masyarakat sebagai antiinflamasi yaitu herba sambiloto, dimana di masyarakat sudah cukup lama dikonsumsi dengan cara merebus dengan air. Herba sambiloto di masyarakat selain digunakan sebagai antiinflamasi juga sebagai antipiretik (demam) dan sebagai analgetik (penghilang rasa sakit) (Dep.Kes RI, 2000). Pada penelitian ini dilakukan pengamatan efek pencegahan adhesi intraperitonium pasca laparatomi pada tikus putih yang diberi ekstrak sambiloto.
1.2  Perumusan Masalah
Apakah pemberian obat tradisional (ekstrak sambiloto) memiliki  efek antiadhesi intraperitonium pasca laparatomi pada tikus putih.
1.3  Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian obat  tradisional (ekstrak sambiloto) terhadap kejadian (ada atau tidak), jumlah dan luas adhesi intraperitonium pasca laparatomi pada tikus putih.

1.4  Manfaat Penelitian
Bila terbukti pemberian obat tradisional (ekstrak sambiloto) terhadap penurunan kejadian, jumlah dan luas adhesi intraperitonium pasca laparatomi pada tikus putih, mungkin dapat dipertimbangkan untuk dilakukan uji klinik dalam upaya mencegah terjadinya adhesi intraperitonium yang terjadi pada manusia.


1.5  Hipotesis Penelitian
Pemberian antiinflamasi tradisional (ekstrak sambiloto) dan moderen (ketorolak trometamin) yang digunakan pada penelitian ini diharapkan dapat mencegah terjadinya adhesi intraperitonium pasca laparatomi pada tikus putih.
1.6  Analisis statistik
Data hasil penelitian yang diperoleh dianalisis dengan anova satu arah dan dilanjutkan dengan uji-t, dengan perkiraan:
Ho;      Tidak terdapat perbedaan luas adhesi intraperitonium pasca laparatomi pada tikus putih yang diberi antiinflamasi dengan tanpa pemberian antiinflamasi.
Hi:      Luas adhesi intraperitonium pasca laparatomi  pada tikus putih yang diberi antiinflamasi lebih kecil dengan tanpa pemberian antiinflamasi.


SELENGKAPNYA.......






PENGARUH KARAKTERISTIK REMAJA PUTRI KELAS II SMA TERHADAP PENCEGAHAN KEPUTIHAN (KODE PK071)



BAB I
                                        
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
            Di Indonesia kesehatan dan jasa-jasa lainnya secara umum semakin lama mulai menanggapi kebutuhan-kebutuhan dan permintaan dari kebanyakan remaja. Sejumlah proyek dan program yang di dukung oleh  pemerintah dengan atau tanpa bantuan donator telah ada selama beberapa waktu, namun kebanyakan dari mereka hanya berfokus pada sejumlah isu-isu yang terbatas saja yang berhubungan dengan remaja dan tidak pada kebutuhan mereka secara keseluruhan. Fokus projek untuk tahun 2004-2005 adalah untuk mendukung pengembangan lebih lanjut dari rencana pembangunan remaja nasional dan daerah  pelaksanaanya, termasuk kebutuhan koordinasi antara para mitra, akses dan mutu dari jasa kesehatan yang ramah remaja dalam konteks pendekatan yang lebih “ramah publik” dan akses bagi remaja ke informasi yang dapat diandalkan dan relevan yang mana remaja dapat mendasarkan keputusannya.(Wahyurini ,2005)
Penyakit yang sering menimpa kaum wanita adalah keputihan yang berasal dari mulut rahim, dinding rahim, vagina, atau alat kelamin bagian luar. Berdasarkan hasil penelitian ada sekitar 75 % wanita Indonesia mengalami keputihan minimal satu kali dalam hidupnya. Dan sebanyak 45 % mengalami kondisi berulang  (rekuren). Keputihan juga merupakan gejala keluarnya cairan dari vagina selain darah haid, tetapi banyak wanita yang mengalaminya dan sering terabaikan karena kurangnya informasi keputihan. (Kasdu, 20__)
Pada umumnya fase remaja yang merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu bereproduksi. Menurut Konopka dalam Pikunas,1976, masa remaja ini meliputi : remaja awal 12-15 tahun,remaja madya 15-18 tahun dan remaja akhir 19-22 tahun. Saat ini sebagian besar kaum remaja memerlukan dukungan dan perawatan selama masa transisi dari remaja menuju dewasa. Minimnya informasi kesehatan reproduksi remaja kerap menjadi salah satu persoalan yang membuat mereka salah dalam mengambil keputusan. (BKKBN, 2005)
Menjadi cantik luar dalam umumnya didambakan oleh setiap wanita, salah satu masalah kesehatan reproduksi wanita yang sering di keluhkan adalah keputihan. Tak jarang keputihan dapat begitu mengganggu hingga menyebabkan ketidak nyamanan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.(Tozie,20__)
Hampir semua wanita pernah mengalami keputihan, bahkan ada yang sampai merasa sangat terganggu. Namun, rasa malu untuk di periksa pada bagian bawah tubuh yang satu ini, sering kali mengalahkan keinginan untuk sembuh. Belum lagi masyarakat kita yang terbiasa memeriksa alat kelamin sendiri, sehingga kalau ada gangguan tertentu tidak segera bisa diketahui. Oleh karena rasa malu itu, banyak wanita  mencoba untuk mengobati keputihannya sendiri, baik dengan obat yang di beli di toko obat, maupun dengan ramuan tradisional. Apabila pengobatan yang di lakukan tidak sesuai dengan jenis penyebab keputihan tersebut, tentu saja akan sia-sia.(Wahyurini, 2005)
Menurut Octiviyanti dalam Boyke (20__) 90% kasus kanker rahim di Indonesia di tandai dengan keputihan. Masalah keputihan adalah masalah yang sejak lama menjadi persoalan bagi kaum wanita. Tidak banyak wanita tahu apa itu keputihan dan terkadang menganggap enteng persoalan keputihan. Normalnya seorang perempuan memang mengeluarkan lendir pada organ reproduksinya sebagai pembersih bagian tersebut. Seperti halnya lendir pada organ reproduksinya juga penyeimbang suhu tubuh.
Berdasarkan data di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Karakteristik Remaja Putri Kelas II SMA Terhadap Pencegahan Keputihan Di _____________________ Tahun 20__”

1.2   Rumusan Masalah
            Dari latar belakang di atas maka ditetapkan rumusan masalah yaitu “Bagaimana Pengaruh Karakteristik Remaja  Putri Kelas II SMA Terhadap Pencegahan Keputihan di _____________________ Tahun 20__”

1.3   Tujuan Penelitian
1.3.1        Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh karakteristik remaja putri kelas II SMA terhadap pencegahan keputihan yang dilakukan di _____________________



1.3.2        Tujuan Khusus
  1. Mengetahui pengaruh pengetahuan remaja putri kelas II terhadap pencegahan keputihan di SMA _________  ______ tahun 20__.
2.      Mengetahui pengaruh sikap remaja putri  kelas II terhadap  pencegahan keputihan di _____________________ tahun 20__.
  1. Mengetahui pengaruh penghasilan orangtua keluarga remaja putri di kelas II terhadap pencegahan keputihan di _____________________ tahun 20__.
  2. Mengetahui pengaruh sumber informasi remaja putri kelas II terhadap pencegahan keputihan di _____________________ tahun 20__.

1.4      Manfaat Penelitian
1.      Institusi Sekolah Menengah _________ ______
                 Sebagai bahan masukan  bagi sekolah untuk meningkatkan pengetahuan remaja khususnya memberikan materi-materi tentang kesehatan terhadap pencegahan keputihan.   
2.         Institusi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Masyarakat ________    untuk menambah referensi di perpustakaan Stikes ________ ______.
3.         Bagi peneliti sebagai menambah pengalaman dalam penelitian
4.         Bagi peneliti selanjutnya dapat dipakai sebagai bahan referensi
1.5   Hipotesa

Ada pengaruh karakteristik remaja putri kelas II terhadap pencegahan keputihan di _____________________ tahun 20__.

SELENGKAPNYA...






Thursday, March 27, 2014

PENGABDIAN MASYARAKAT :: Pelatihan Manajemen Usaha Dan Penyusunan Laporan Keuangan Bagi Para Petani Ikan Air Tawar (KODE PM070)



LATAR BELAKANG

Sejak terjadinya krisis moneter dimana banyak perusahaan-perusahaan besar mengalami masalah keuangan bahkan bangkrut maka usaha kecil dan menengah (UKM) mulai mendapat perhatian lebih serius  dari berbagai kalangan baik itu pemerintah mupun akademisi. Masalah yang sering dihadapi oleh usaha kecil antara lain mengenai pemasaran produk, teknologi, pengetahuan keuangan, kualitas sumber daya manusia dan permodalan (Abubakar. A & Wibowo, 2004).
Salah satu permasalahan krusial yang dihadapi usaha kecil adalah pengelolaan keuangan karena pada umumnya pengelolaan keuangan usaha kecil belum teradministrasi dengan baik dimana pengelolaan keuangan belum dipisahkan antara keperluan usaha dan keperluan pribadi (rumah tangga). Hal tersebut dapat berakibat pada kelangsungan usaha ke depannya karena pemilik usaha tidak bisa mengetahui secara pasti keuntungan yang diperoleh perbulannya dari usaha yang dijalankannya sehingga  perencanaan usaha/planning secara pasti  tidak dapat dibuat. Permasalahan tersebut membawa dampak bagi kemajuan dan perkembangan usaha kecil, untuk itu diperlukan adanya pengetahuan dan ketrampilan mengenai akuntansi dan pengelolaan keuangan. Makalah ini memberikan gambaran umum mengenai pengetahuan akuntansi dan bagaimana mengelola keuangan secara baik.
Desa ___________ yang merupakan sentral petani ikan tawar...............

SELENGKAPNYA...



 


Tuesday, March 25, 2014

PENELITIAN HUKUM :: EKSISTENSI HAK ULAYAT MENURUT UUPA (KODE PH069)



EKSISTENSI HAK ULAYAT MENURUT UUPA
..................................................
(..................................................)
Abstrak
            Bertalian dengan hubungan antara bangsa dan bumi serta air dan kekuasaan negara sebagai yang disebut dalam pasal 1 dan 2 maka di dalam Pasal 3 UUPA No. 5 Tahun 1960 diadakan ketentuan mengenai hak ulayat dari kesatuan-kesatuan masyarakat hukum yang dimaksud akan mendudukkan hak itu pada tempat yang sewajarnya didalam alam bernegara dewasa ini. Pasal 3 menentukan, bahwa : “pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak serupa itu dari masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi”.
            Ketentuan ini pertama-tama berpangkal pada pengakuan adanya hak ulayat itu dalam hukum Agraria yang baru. Sebagai mana diketahui biarpun menurut kenyataannya hak ulayat itu ada dan berlaku serta diperhatikan pula didalam keputusan-keputusan hakim, belum pernah hak tersebut diakui secara resmi didalam Undang-undang, dengan akibat bahwa didalam melaksanakan peraturan-peraturan agraria, hak ulayat itu pada jaman penjajahan dulu sering kali diabaikan.
            Tetapi sebaliknya tidaklah dapat dibenarkan, jika berdasarkan hak ulayat itu masyarakat-masyarakat hukum tersebut menghalang-halangi pemberian hak guna usaha itu, sedangkan pemberian hak tersebut di daerah itu sungguh perlu untuk kepentingan yang lebih luas.
            Pengalaman menunjukkan pula, bahwa pembangunan daerah-daerah itu sendiri sering kali terhambat karena mendapat kesukaran mengenai hak ulayat. Inilah yang merupakan pangkal pikiran ke dua dari pada ketentuan dari Pasal 3 tersebut di atas. Sikap yang demikian terang bertentangan dengan asas pokok yang tercantum dalam pasal 2 dan dalam prakteknya pun akan membawa akibat terhambatnya usaha-usaha besar untuk mencapai kemakmuran rakyat seluruhnya. Tetapi sebagaimana telah jelas dari uraian diatas, ini tidak berarti bahwa kepentingan masyarakat hukum yang bersangkutan tidak akan diperhatikan sama sekali.
                        Dalam penulisan penelitian ini dipergunakan metode penelitian dengan cara penelitian kepustakaan (library research).
Kata Kunci : Eksistensi Hak Ulayat Menurut UUPA




PENDAHULUAN
            Hak ulayat, yaitu suatu hak pemilikan dalam stelsel hukum adat atas sebidang tanah secara komunalistis atau bersama-sama sehingga tidak atau belum ada hak-hak perorangannya. Jadi tanah yang bersangkutan adalah tanah milik masyarakat adat setempat yang dimiliki oleh warganya secara bersama-sama.1
            Dalam hukum tanah adat, hak ulayat yang merupakan hak persekutuan hukum atas tanah merupakan pusat pengaturan. Hak perorangan warga masyarakat adat, memperoleh hak milik tanah garapannya, setelah memperoleh izin dari penguasa adat. Apabila secara efektif, maka hubungan hak miliknya menjadi lebih intensif dan dapat turun-temurun. Tetapi apabila warga masyarakat tersebut menghentikan kegiatan menggarapnya, maka tanah itu kembali ke dalam cakupan hak ulayat persekutuan hukumnya dan hak miliknya melebur.

1
 
            Bagi kehidupan masyarakat persekutuan, hukum tanah adalah sumber pokok, semenjak ia dilahirkan hingga ia meninggal dunia. Maka adalah layak jika dalam hak-hak yang berhubungan dengan tanah persekutuan hukum itu mempunyai campur tangan yang dilakukan oleh kepala persekutuan hukum yang bersangkutan demi kepentingan persekutuan hukum atau masyarakatnya.
           




TINJAUAN TEORITIS UUPA NO.5 TAHUN 1960
Pengertian Agraria dan Hukum Agraria
            Kata “Agraria” menurut Boedi Harsono berasal dari kata Agrarius, ager (latin) atau agros (Yunani), akker (Belanda) yang artinya tanah pertanian.3
 UUPA (UU No.5/1960) sendiri tidak memberikan batasan mengenai arti agraria, tetapi dari pelbagai rumusan yang terdapat dalam undang-undang itu yaitu :
1.      Kata “agraria” dipergunakan untuk menggambarkan corak dari susunan kehidupan termasuk perekonomiannya rakyat Indonesia.
2.      Materi yang diatur menyangkut pengelolaan bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam di dalamnya.
3.      Hak-hak yang diatur meliputi hak-hak atas tanah (sebagai lapisan permukaan bumi termasuk yang dibawah air) dan tubuh bumi, juga hak guna air, pemeliharaan dan penangkatan ikan serta hak guna ruang angkasa.

Dasar-dasar Pengaturan UUPA No.5 Tahun 1960
            Pada tanggal 24 September 1960 RUU yang telah disetujui oleh DPR-GR disahkan oleh Presiden menjadi Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Pengaturan Dasar Pokok-pokok Agraria, yang menurut diktumnya yang kelima dapat disebut dan selanjutnya memang lebih terkenal sebagai Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).
            UUPA diundangkan di dalam Lembaga Negara Tahun 1960 No.104. Sedang penjelasannya dimuat dalam Tambahan Lembaga Negara Nomor 2043. UUPA mulai berlaku pada tanggal diundangkannya, yaitu pada tanggal 24 September 1960.
Dalam penjelasan UUPA dirumuskan tujuan yang hendak dicapai adalah meletakkan dasar-dasar:
1.      Bagi penyusunan hukum agraria nasional.
2.      Untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan.
3.      Untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.
Kerangka UUPA
a.      Konsiderans
Konsiderans UUPA terdiri dari konsiderans-konsiderans :
-          “Menimbang” (4 alinea)
-          “Berpendapat” (5 alinea)
-          “Memperhatikan” (1 alinea) dan
-          “Mengingat” (4 peraturan perundang-undangan)
b.      Batang Tubuh
1.      Diktum memutuskan :
a.       UUPA mencabut sejumlah peraturan perundang-undangan terdahulu (8 buah peraturan).
b.      Menetapkan Undang-undangan (5 diktum).
2.      Diktum pertama, terdiri dari 4 bab :
a.       Bab I, dasar-dasar dan ketentuan pokok (15 pasal).
b.      Bab II, hak-hak atas tanah, air, dan ruang angkasa serta pendaftaran tanah (12 bagian dan 36 pasal).
c.       Bab III, ketentuan pidana (1 pasal)
d.      Bab  IV, ketentuan-ketentuan  konversi (6 pasal)
3.      Dioktum kedua : ketentuan-ketentuan konversi (9 pasal)
4.      Diktum ketiga sampai dengan kelima : lain-lain
c.       Penjelasan
1.      Penjelasan umum angka I-IV
2.      Penjelasan pasal demi pasal

Penguasan Tanah oleh Negara
            Pada tingkatan tertinggi bumi, air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara, sebagai kekuasaan seluruh rakyat (Pasal 2 (1) UUPA). Dalam pandangan Boedi Harsono, Pasal 2 UUPA ini telah memberikan tafsiran resmi-interpretasi autentik mengenai arti kata “dikuasai” yang digunakan di dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.12 UUPA secara tegas dalam penjelasannya menyatakan bahwa “dikuasai” itu bukan berarti dimiliki. Asas “pemilikan” atau asas “domein” yang dikembangkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda dulu, tidak dikenal dalam hukum agraria yang baru. Untuk mencapai apa yang ditentukan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, tidak perlu dan tidak pada tempatnya bahwa bangsa Indonesia atau negara bertindak sebagai pemilik tanah. Adalah lebih tepat jika negara sebagai organisasi kekuasaan dari seluruh rakuat (bangsa) bertindak selaku badan penguasa.




 SELENGKAPNYA..