INFORMASI PENTING

Tuesday, April 29, 2014

Pengaruh Perencanaan dan Partisipasi Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial Pada SKPD Kabupaten Langkat Dengan Pengawasan Anggaran Sebagai Variabel Moderating

Sekilas Bab 1 nya...

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang Masalah
Organisasi pemerintah daerah merupakan lembaga yang menjalankan roda pemerintah yang sumber legitimasinya berasal dari masyarakat. Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat serta adanya pengaruh globalisasi menuntut adanya keterbukaan.    Pola- pola lama penyelenggaraan pemerintah tidak sesuai lagi bagi tatanan masyarakat yang telah berubah. Diberlakukannya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Daerah, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Undang- undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang- undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Hal ini mengakibatkan pemerintah daerah semakin dituntut untuk meningkatkan kinerjanya dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Lahirnya otonomi daerah mengakibatkan pergeseran sistem pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi dan memberikan jalan bagi pemerintah daerah untuk melakukan pembaharuan dalam sistem pengelolaan keuangan daerah khususnya penganggaran dan penatausahaan keuangan daerah. Dalam pengelolaan keuangan daerah, pemerintah daerah dituntut untuk melakukan pengelolaan keuangan daerah yang berorientasi pada kepentingan publik (public oriented) Mardiasmo  (2002:56).
Dalam rangka mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance), yaitu pemerintahan yang taat hukum, tansparan, akuntabel, dan partisipatif agar mampu menjawab perubahan yang terjadi pada tataran lokal, nasional, regional maupun golobal, diperlukan penyempurnaan sistem penyelenggaraan pemerintahan yang didukung oleh aparatur yang profesional.  Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan meningkatkan kinerja manajerial dalam tataran pejabat pemerintahan daerah pada tingkatan paling bawah yaitu para pejabat eselon IV atau setingkat kepala sub bagian, kepala sub bidang dan kepala seksi.  Pejabat setingkat di atasnya adalah pejabat eselon III atau setingkat sekretaris, kepala bagian dan kepala bidang.    
Kinerja manajerial adalah kemampuan atau prestasi kerja yang telah dicapai oleh para personil yang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, untuk melaksanakan fungsi, tugas dan tanggung jawab mereka dalam menjalankan operasional perusahaan.  Kinerja manajerial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kinerja individu dalam kegiatan manajerial yang mencakup perencanaan, investigasi, koordinasi, evaluasi, pengawasan, pemilihan staff, negosiasi dan perwakilan. 
Tujuan utama penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran perusahaan yang telah ditetapkan sebelumnya agar mencapai hasil yang diinginkan.  Penilaian kinerja juga memberikan pendalaman yang penting pada manajemen mengenai segala segi efisiensi operasional dan mengungkapkan masalah perilaku yang penting karena inefisiensi maupun efisiensi perorangan              Wibowo.(2005:32).  Penilaian kinerja dilakukan untuk menekan prilaku yang tidak semestinya dan sekaligus mendorong untuk menegakkan prilaku yang semestinya melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya.
Kinerja dinilai berdasarkan pencapaian target anggaran dan efisiensi pelaksanaan anggaran. Pada umumnya karyawan akan menerima reward bila mampu memenuhi sasaran anggaran atau melebihi target anggaran. Sebaliknya akan mendapatkan punishment bila tidak mampu memenuhi target anggaran.
Penganggaran merupakan suatu proses yang cukup rumit pada organisasi sektor publik dibandingkan dengan penganggaran pada sektor swasta. Anggaran sektor publik merupakan intrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dari uang publik (Mardiasmo, 2005:76). Penganggaran dalam sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk masing-masing program dan aktivitas dalam satuan moneter. Tahap penganggaran menjadi sangat penting karena anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menyebabkan kegagalan pada perencanaan kerja yang telah disusun.
Penganggaran dalam organisasi sektor publik terutama pada pemerintah daerah merupakan suatu proses politik. Dalam hal ini anggaran merupakan intrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa anggaran publik menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi mengenai pendapatan, belanja dan aktivitas penyelenggaran tugas dan wewenang pemerintah daerah.
Dahulu penganggaran dilakukan dengan sistem top-down, dimana rencana dan jumlah anggaran telah ditetapkan oleh atasan/pemegang kuasa anggaran, sehingga bawahan/pelaksana anggaran hanya melaksanakan program sesuai yang telah disusun. Penerapan sistem anggaran seperti ini mengakibatkan kinerja bawahan/pelaksana anggaran menjadi tidak efektif karena target yang ditetapkan adakalanya tidak sesuai dengan realita yang seharusnya terjadi. Misalnya target yang ditetapkan terlalu tinggi padahal sumberdaya yang diberikan tidak mencukupi untuk mencapai target tersebut.
Mengetahui bahwa penganggaran dengan sistem top-down kurang maksimal dalam meningkatkan kinerja, maka dalam perkembangan sekarang ini pemerintah daerah mulai menyusun model perencanaan yang lebih partisipatif, dimana dengan sistem anggaran seperti ini memungkinkan serapan aspirasi dari seluruh komponen Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terutama pada setiap unit kerja dapat berpartisipasi dalam penyusunan anggaran.
Masalah yang berkaitan dengan hubungan partisipasi anggaran dengan kinerja telah diteliti secara luas, namun kebanyakan bukti-bukti empiris menunjukkan hasil yang variatif dan tidak konsisten. Misalnya; Kenis, 1979; Brownell, 1982; Brownell dan Mc.Innes, 1986; Frucot dan Shearon, 1991; Indriantoro, 1995 dan beberapa peneliti lain menemukan bahwa partisipasi anggaran dan kinerja memiliki hubungan yang sangat positif. Dilain pihak menemukan hasil sebaliknya seperti penelitian Sterdy, 1960; Bryan dan Locke, 1967; Chenhall dan Brownell, 1988; Milani, 1975, dan beberapa penelitian lain yang menemukan partisipasi anggaran tidak berhubungan dengan kinerja organisasi.
Dalam rangka meningkatkan kinerja sumber daya manusia pada organisasi pemerintahan tidak terlepas dari fungsi manajemen. Davis (2000:65) fungsi manajemen yang umum digunakan dalam suatu organisasi terdiri dari; perencanaan, pengorganisasian, pengawasan, pengarahan, dan pelaksanaan. Keselarasan antara fungsi-fungsi manajemen terutama menyangkut perencanaan, pengawasan, pengorganisasian yang baik akan mendorong efektifitas dalam bekerja setiap pegawai negara. Tanpa adanya penerapan fungsi manajemen dalam suatu organisasi dapat saja berdampak buruk bagi produktifitas organisasi dan juga berbagai dampak buruk lainnya.
Frucot (1991) menambahkan bahwa dalam fungsi perencanaan telah termasuk di dalamnya meramalkan, mengevaluasi dan komunikasi. Dalam fungsi pengorganisasian sangat tergantung dari pimpinan dalam memberikan perintah, arahan dan komunikasi antara atasan dengan bawahan. Pengawasan memerlukan intrumen-intrumen terukur dalam mengevaluasi pelaksanaan kegiatan oleh karyawan.
Namun yang selama ini kita lihat tidak seperti yang kita harapkan dikarenakan rendahnya pengawasan sehingga yang aktif makin aktif dan yang malas makin malas, jadi dimana peran dan fungsi dari kepala dinas dalam meningkatkan efektivitas kerja pegawai disini pemerintah mengambil suatu kebijakan untuk mengoptimalkan kinerja dari pada staf itu sendiri dengan memberi teguran secara langsung.
Dalam kegiatan pengawasan tadi terlibat unsur yang paling pokok yaitu unsur manusia didalamnya. Unsur manusia yang memegang peranan sebagai pengawas, ibarat mata dengan telinga bagi seorang pemimpin puncak (top management). Departemen pengawasan sebagai “mata’ dan “telinga” pemimpin. Sebagai mata dan telinga  tentu saja tidak dapat berbuat banyak selain melihat dan mendengar, jadi ia hanya sebagai perekam fakta tetapi fakta atau kenyataan yang sebenarnya yang ia lihat dan ia dengar itu tidak untuk didiamkan saja melainkan untuk diterjemahkan dan diteruskan kepada pihak pimpinan yang lebih tinggi atau kepada orang yang menugaskannya sebagai bahan untuk menentukan kebijaksanaan bila ditemukan kesalahan administratif ataupun tehnik fungsionalnya (Silalahi, 2002:43).
Di samping itu masih kurangnya implementasi terhadap kebijakan yang diambil oleh pimpinan dan juga tidak adanya sanksi yang tegas terhadap pelanggaran bagi pegawai yang telah melalaikan tugasnya berakibat pada kurang disiplinnya para pegawai dalam melaksanakan tugas-tugas mereka.
Permasalahan-permasalahan yang muncul dalam meningkatkan efektifitas kerja pegawai bila dihubungkan dengan penerapan fungsi manajemen pada Dinas-dinas dalam lingkungan pemerintahan Kabupaten Langkat masih banyak dijumpai terutama menyangkut tentang fungsi perencanaan, fungsi pengawasan, fungsi pelaksanaan dan fungsi pengorganisasian pegawai. Oleh karena fenomena empris yang terjadi di Kabupaten Langkat ini, maka peneliti ingin melakukan penelitian untuk melihat hubungan antara perencanaan anggaran, pengawasan anggaran dan partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial para penyusun anggaran.
Dalam hal perencanaan peningkatan kinerja sumber daya manusia, melibatkan unsur-unsur kepemimpinan dan hubungan antara pegawai dengan atasannya yang merencanakan karir seorang pegawai. Pada fungsi pengawasan mengindikasikan bahwa bila kurang tegasnya pimpinan dalam memberikan sanksi pada pegawai yang melanggar aturan dapat menyebabkan semakin meningkatnya ketidakdisiplinan pegawai. Demikian halnya dalam pelaksanaan, pelaksanaan setiap program kerja dari dinas masih kurang disosialisasikan kepada setiap pegawai, sehingga dalam membentuk arah dan kebijakan kerja sulit dicapai. Masalah yang muncul dari fungsi pengorganisasian berhubungan dengan tata kelola organisasi dan penerapan manajemen kepegawaian yang memadai. Pada akhirnya dari masalah-masalah yang muncul dalam penerapan fungsi manajemen ini akan berdampak pada kinerja organisasi dan efektifitas kerja pegawai akan semakin menurun.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan kajian lebih mendalam tentang kinerja manajerial pada pemerintah daerah dalam sebuah tesis dengan judul :  “Pengaruh Perencanaan dan Partisipasi Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial  Pada SKPD Kabupaten Langkat Dengan Pengawasan Anggaran Sebagai Variabel Moderating”.


Sekilas Bab 2 nya...
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1.  Landasan Teori
            Dalam bab ini akan dibahas lebih jauh mengenai perencanaan, pengawasan dan partisipasi anggaran dan hal-hal yang mempengaruhi kinerja manajerial SKPD. Menjabarkan teori-teori yang melandasi penelitian ini dengan referensi atau keterangan tambahan yang dikumpulkan selama penelitian.

1.1.1. Perencanaan Anggaran
Salah satu alat manajemen dalam memprediksikan kegiatan usaha di masa mendatang adalah melalui suatu proses perencanaan yang di dalamnya memuat berbagai rumusan tentang sesuatu yang akan dilakukan sekarang dan di masa yang akan datang sesuai dengan kebijakan manajemen dalam upaya mencapai tujuan perusahaan.
Banyak sekali pengertian dan definisi tentang perencanaan yang diberikan oleh para ahli ekonomi perusahaan maupun praktisi bisnis. Menurut Matz dan Usry (1992:4) Perencanaan merupakan proses “perabaan” atas peluang dan ancaman dari luar, penetapan atas tujuan yang diinginkan, dan pemanfaatan sumber-sumber daya guna mencapai tujuan, kebijaksanaan utamanya, penentuan waktu dalam tahapan besar dan faktor-faktor lain yang kaitannya dengan rencana jangka panjang. Heckert (1994:6) memberikan pengertian perencanaan (planning) sebagai berikut: “Perencanaan merupakan suatu proses kontinu untuk menetapkan kejadian dan kegiatan yang diperlukan untuk pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkan”.
Dari kedua pengertian perencanaan yang dirumuskan di atas, bahwa perencanaan merupakan suatu proses pembuatan terlebih dahulu tentang kegiatan yang dilakukan di masa yang akan datang untuk menghadapi berbagai ketidakpastian dan alternatif yang mungkin terjadi dengan menggunakan sumber-sumber yang ada secara ekonomis dan usaha pencapaian tujuan.
Ditinjau dari segi waktu, suatu perencanaan dapat dibedakan dalam tiga kelompok yaitu : Perencanaan jangka pendek, perencanaan jangka menengah dan perencanaan jangka panjang. Lamanya waktu perencanaan suatu perusahaan dengan perusahaan lain sangat tergantung pada jenis usaha serta aktivitas yang ada dalam perusahaan.
Biasanya perencanaan jangka pendek dituangkan dalam bentuk anggaran (budget). Menurut Latuheru (2007) anggaran adalah : “Suatu rencana yang disusun secara sistematis, yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan, yang dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter yang berlaku untuk jangka waktu (periode) tertentu di masa yang akan datang.”
Biasanya pembuatan anggaran memainkan peranan yang penting dalam mengoperasikan aktivitas perusahaan supaya dapat meningkatkan efesiensi dalam pemanfaatannya. Adapun manfaat utama anggaran menurut Hunsen (2001:78)
1.      Memberikan tanggung jawab kepada manajer atas segala perencanaan, maka penganggaran akan memaksa manajer untuk berpikir jauh ke depan.
2.      Memberikan harapan yang pasti, yang merupakan kerangka kerja terbaik untuk bisa menilai prestasi kerja.
3.      Membantu para manajer untuk mengkoordinasikan segala upayanya, agar sasaran perusahaan secara keseluruhannya berjalan dengan sasaran yang ingin dicapai oleh bagian-bagiannya.
Kesibukan dalam pekerjaan sehari-hari sering kali memadamkan gairah para manajer untuk memikirkan hal yang sangat berat. Dengan adanya anggaran para manajer dapat mudah menilai apakah sasaran yang dituju sudah mengalami kemajuan atau belum. Penganggaran secara tidak langsung akan memaksa manajer untuk bersiap-siap menghadapi kondisi yang berubah.
Di samping itu manfaat anggaran juga akan memberitahukan kepada karyawan apa yang diharapkan dari mereka, memungkinkan penilaian prestasi kerja dapat dilakukan dan juga dijadikan sarana untuk menghubungkan sasaran dari semua departemen yang akan dipadukan menjadi sasaran keseluruhan.
Menurut Davis (2003:46) merencanakan, merupakan persiapan suatu perusahaan untuk kondisi bisnis dimasa yang akan datang. Sebagai langkah pertama dalam proses perencanaan adalah menetapkan misi, yang menjelaskan tujuan utamanya.
Setiap perencanaan baik dalam organisasi manajerial maupun organisasi bisnis menyusun perencanaan untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam setiap perencanaan akan terlihat fungsi dari perencanaan itu sendiri dan juga faktor-faktor yang turut menentukan dalam menentukan perencanaan.
Menurut Davis (2003:48) fungsi perencanaan ini terbagi atas:
-         Rencana strategis, menggambarkan fokus bisnis utama perusahaan untuk jangka panjang.
-         Perencanaan taktis, merupakan rencana-rencana perusahaan yang berskala lebih kecil yang konsisten dengan rencana strategis.
-         Perencanaan operasional, menyusun metode-metode yang akan segera digunakan.
-         Perencanaan darurat, merupakan rencana-rencana alternatif yang di kembangkan untuk menghadapi berbagai kondisi bisnis yang mungkin terjadi.
Selanjutnya Hunsen (2001:78) mengemukakan ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam menyusun perencanaan, yaitu :
1.      Tujuan, atau posisi usaha yang diinginkan pada waktu mendatang.
2.      Suatu pengakuan atau keyakinan, bahwa tujuan yang dikehendaki dapat dicapai selayaknya dipandang dari sudut kondisi-kondisi ekstern yang mungkin terjadi di masa mendatang, yaitu kondisi lingkungan ekonomi sosial politik yang diharapkan akan terjadi.
3.      Suatu keyakinan bahwa tujuan dapat dicapai dengan sumber daya yang tersedia pada perusahaan.
4.      Keyakinan bahwa perusahaan dapat mengarahkan atau mengkoordinasikan atau melaksanakan tindakan-tindakan di masa mendatang, yang direncanakan untuk mencapai tujuan-tujuan (atau menghindari kondisi-kondisi yang merintangi kemajuan).
5.      Suatu pengertian atau pengakuan, bahwa perubahan yang tidak ada putusnya, dan perkembangan kondisi yang diharapkan, akan mengharuskan adanya penilaian-penilaian yang berkesinambungan terhadap tujuan, kendala dan rencana tindakan.
Dari kedua pendapat ahli di atas terlihat bahwa adanya kesinambungan antara fungsi dari perencanaan dengan faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan suatu perencanaan. Dalam melaksanakan perencanaan juga harus diperhatikan ke empat fungsi perencanaan, tentunya dengan prioritas pada fungsi yang sesuai dengan kondisi organisasi.

1.1.2. Partisipasi Anggaran
Dalam membahas tentang anggaran tidak terlepas dari beberapa teori yang dikembangkan oleh Hopwood, 1976; Locke dan Schweiger, 1979; Locke dan Latham, 1990; Shield dan Shield, 1998 yang dikutip Latuheru  (2007). Teori yang dikembangkan oleh para ahli di atas adalah; (a) Teori ekonomi, teori ini menganggap bahwa individu yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran, dimotivasi oleh dua stimulan yaitu; 1) berbagi informasi (information sharing), dan 2) koordinasi tugas (task coordination). (b) Teori psikologi, teori ini menganggap bahwa partisipasi anggaran menyediakan pertukaran informasi antara atasan/ pemegang kuasa anggaran dan bawahan/ pelaksana anggaran.
Ada dua alasan kuat yang menyebabkan munculnya teori psikologi, yaitu; (1) keterlibatan atasan/ pemegang kuasa anggaran dan bawahan/ pelaksana anggaran dalam partisipasi anggaran mendorong pengendalian informasi tidak simetris dan ketidakpastian tugas, (2) melalui partisipasi anggaran individu dapat mengurangi tugas dan mendapatkan kepuasan kerja, pada akhirnya dapat mengurangi kesenjangan anggaran.
Secara lebih luas pada dasarnya partisipasi merupakan proses organisasional, dimana para individu terlibat dan mempunyai pengaruh secara langsung terhadap para individu tersebut. Dalam konteks yang lebih spesifik, partisipasi dalam penyusunan anggaran merupakan proses dimana para individu yang kinerjanya dievaluasi dan memperoleh penghargaan berdasarkan pencapaian target anggaran, terlibat dan mempunyai pengaruh dalam penyusunan target anggaran (Brownell, 2004:121).
Anggaran merupakan elemen sistem pengendalian manajemen yang berfungsi sebagai alat perencanaan dan pengendalian agar manajer dapat melaksanakan kegiatan organisasi secara lebih efektif dan efisien (Schief dan Lewin, 1970; Welsch, et.al, 1996 dalam Latuheru (2007). Sebagai alat perencanaan, anggaran merupakan rencana kegiatan yang terdiri dari sejumlah target yang akan dicapai oleh para manajer departemen suatu perusahaan dalam melaksanakan serangkaian kegiatan tertentu pada masa yang akan datang. Anggaran digunakan oleh manajer tingkat atas sebagai suatu alat untuk melaksanakan tujuan-tujuan organisasi ke dalam dimensi kuantitatif dan waktu, serta mengkomunikasikan kepada manajer-manajer di tingkat bawah sebagai rencana kerja jangka panjang maupun jangka pendek. Sasaran anggaran dapat dicapai melalui pelaksanaan serangkaian aktivitas yang telah ditetapkan sebelumnya dalam bentuk anggaran.
Proses penyusunan anggaran melibatkan banyak pihak, mulai dari manajemen tingkat atas sampai manajemen tingkat bawah. Anggaran mempunyai dampak langsung terhadap prilaku manusia (Siegel, 2008:48), terutama bagi orang yang terlibat langsung dalam penyusunan anggaran. Untuk menghasilkan  anggaran yang efektif, manajer membutuhkan kemampuan untuk memprediksi masa depan dengan mempertimbangkan berbagai faktor, seperti; faktor lingkungan, partisipasi dan gaya penyusunan. Pada saat bawahan memberikan perkiraan yang bias kepada atasan, maka hal ini akan memungkinkan munculnya kesenjangan anggaran (budgetary slack). Manajer dengan tingkat keterlibatan kerja yang tinggi akan memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk menciptakan kesenjangan anggaran, yaitu untuk melindungi pekerjaan mereka dan untuk melindungi image mereka dalam jangka pendek (Cyert and March, 1963 dalam Latuheru, 2007).
Menurut Brownell (2004:84) partisipasi anggaran sebagai suatu proses dalam organisasi yang melibatkan para manajer dalam penentuan tujuan anggaran yang menjadi tanggungjawabnya. Partisipasi banyak menguntungkan bagi suatu organisasi sebagaimana yang diungkapkan Sord dan Welsch dalam Noor (2007) yang mengemukakan bahwa partisipasi yang lebih tinggi akan menghasilkan moral yang lebih baik dan inisiatif yang lebih tinggi pula.
Partisipasi anggaran memberikan dampak positif terhadap prilaku karyawan, meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi dan meningkatkan kerjasama diantara manajer. Walaupun demikian, bentuk keterlibatan bawahan/ pelaksana anggaran disini dapat bervariasi, dan tidak sama perlakuan yang terjadi pada satu organisasi dengan organisasi lainnya. Belum ada keseragaman pandangan mengenai siapa saja yang harus turut berpartisipasi, seberapa dalam keterlibatan mereka dalam pengambilan keputusan dan beberapa masalah menyangkut partisipasi (Siegel dan Muchadarsyah, 2000). Organisasi harus memutuskan sendiri batasan-batasan mengenai partisipasi yang akan diterapkan.

SEDOT LANGSUNG GAN
KLIK DISINI LALU TEKAN CTRL + S



0 komentar:

Post a Comment